untuk anak dampingan PKPA ada kegiatan-kegiatan yang diberikan PKPA dalam mengisi waktu anak dengan memberikan keterampilan anak dalam kerajinan
tangan, menari, bermain sepak bola, dan sampai kepada teater, PKPA juga membantu anak dalam pemenuhan makanan pangan dan tempat tinggal tetapi ini
dilakukan sampai anak menemukan keluarga asuh ataupun tempat tinggal yang baru dan layak, dan PKPA juga memberikan layanan kesehatan kepada anak
bukan hanya visum tapi layanan seperti pemberian tablet cacing dan tablet vitamin hisap kepada anak dampingan. PKPA hanya mampu memberikan apa
yang seharusnya diberi dan tanpa mengambil peran keluarga dalam memberikan kasih sayang kepada anak.
4.5 Kegagalan Kasus yang Dialami PUSPA PKPA
Selain hambatan yang dirasakan, PUSPA PKPA juga mengalami kegagalan kasus pada persidangan seperti komunikasi antara pihak keluarga dan
PKPA yang tidak selaras dapat membuat kasus dinyatakan gagal, anggaran dana yang tidak ada baik dari PKPA maupun pihak keluarga dapat membuat kasus
gagal karena dalam melaporkan kasus dibutuhkan biaya, sedangkan PUSPA PKPA tidak ada anggaran besar untuk semua kasus, dan putusan yang tidak sesuai
harapan dimana sebagai pengacara telah memberikan pembelaan yang maksimal kepada korban maupun pelaku. Putusan yang tidak sesuai dengan harapan ini
menyebabkan kedua pihak advokat maupun keluarga pelapor kecewa.Untuk hal ini PUSPA PKPA akan melakukan komunikasi kepada pihak pelapor dan Kak
Wiwik menjelaskan. “Walaupun kasus tersebut gagal yang artinya tidak bisa kita bilang
PKPA juga tidak kecewa karena kita sudah maksimal. misalnya lah 100 kasus kalaupun 10 kasus gagal ya kakak rasa itu wajarlah 90
lagi berhasil 10 nya gagal dan kita manusia bukan dewa mau
Universitas Sumatera Utara
gimana lagi karena kita bukan sebagai pemangku kebijakkan, kita hanya sebagai pendamping dan tidak banyak juga yang gagal paling
satu atau dua kasus yang gagal dari banyaknya kasus termasuk kasus karena anggaran”.
wawancara, informan Kak Wiwik 19 Juli 2013
4.6 Hubungan PUSPA PKPA dan Pemerintah
PUSPA PKPA khususnya dalam salah satu unit layanan di PKPA menjalin hubungan yang baik dengan pemerintah yang juga mempunyai fungsi dan peran
dalam menjaga dan memberi perlindungan kepada anak. Pemerintah yang merupakan isntasi terkait dengan isu anak dan perempuan seperti Biro
Pemberdayaan Permpuan Anak Biro PP dan KB, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja, Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan terlibat
dalam setiap kegiatan yang dilakukan seperti seminar sebagai peserta dan ditunjuk sebagai narasumber dan fasilitator.
4.6.1 Hubungan PUPSA PKPA dengan Mitra Kerja dan Lembaga Anak
Medan
Sangat baik PKPA dalam menjalankan tugasnya tetap menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga lain misalnya dengan Komisi
Perlindungan Anak KPAID Sumut, Pusaka Indonesia, KKSP,LBH Medan dan lembaga-lembaga lain yang terkait.
Wawancara, Informan, Kak Emi Terkait setiap lembaga anak di Kota Medan meletakan posisinya sebagai
pendamping dan pengacara bagi anak, melakukan program dan visi misinya untuk melindungi anak dan melakukan segala kegiatan yang berhubungan dengan anak,
dan setiap lembaga anak yang bermitra dengan PKPA maupun lembaga anak lainnya akan menjalin hubungan yang baik.
4.6.2 Hubungan PUSPA PKPA dan Keluarga Pelapor
Universitas Sumatera Utara
PUSPA PKPA tidak akan memberikan janji-janji kepada pihak pelapor. PUSPA PKPA akan tetap pada posisinya sebagai pendamping maupun pengacara.
Melakukuan koordinasi kepada pihak pelapor terkait kasus yang dilaporkan, memberikan pendampingan sampai ke pengadilan, dan melakukan konseling
kepada korbananak dan keluarga.
4.7 PUSPA PKPA
Memandang UU Penghapusan KDRT
Tercetusnya UU PKDRT ini merupakan antusias para aktivis feminisme yang menentang budaya patriarki yang menyebabkan perempuan harus selalu
tertindas bahkan terlecehkan didalam keluarga. Sebagaimana pandangan lembaga anak memandang sebuah UU PKDRT berikut PKPA sebagai sebuah lembaga
anak memandang UU PKDRT yang lahir karena banyaknya kasus-kasus kekerasan pada anak yang terjadi dimana pelaku adalah mereka yang masih dalam
hubungan keluarga. Selama ini dalam penanganan kasus KDRT umumnya korban tidak mau melapor karena ada perasaan malu, korban masih mengalami
trauma, korban takut memberikan kesaksiannya, persoalan lainnya selain dari korban adalah, terbatasnya sumberdaya, sarana dan prasarana, sulit ditentukan
kriteria kekerasan psikis yang diakibatkan oleh tidak adanya acuan baku, jenis kekerasan psikis yang tidak dapat diamati secara langsung dan sifatnya yang tidak
menetap. Masalah lainnya lagi adalah belum meratanya psikolog untuk konseling korban, belum meratanya kemampuan APH Aparat Penegak Hukum dalam
perlindungan korban, belum terdapat mekanisme perlindungan terhadap korban, dan belum terdapat pemahaman yang sama antar para petugas yang berkompeten
dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan, khususnya dalam hal perlindungan saksi korban dan alat bukti.
Universitas Sumatera Utara
Lahirnya sebuah UU PKDRT belum bisa menepis kemungkinan KDRTA dapat terhidari. PKPA tidak hanya memfokuskan pada masalah anak dalam
lingkup rumah tangga tapi dalam lingkup kekerasan yang dapat terjadi di mana saja.
“Anak-anak belum bebas dari tindak kekerasan, justru situasinya semakin memprihatinkan karena kekerasan tersebut terjadi di
institusi-institusi yang seharusnya menjadi tempat aman, tempat belajar dan tempat anak-anak mendapatkan rasa kasih sayang. Dari
laporan kasus PKPA tahun 2012 yang dilaporkan melalui Pusat Pengaduan Anak-PKPA di Medan dan Gunungsitoli-Nias, sepanjang
tahun 2012 PKPA Nias memaporkan 43 kasus KTA dan PKPA Medan melaporkan 44 kasus KTA total tercatat 87 kasus KTA. Jumlah ini
meningkat lebih dari 12 dibandingkan dengan laporan kasus tahun 2011. Bentuk kekerasan terbesar dialami anak-anak adalah kekerasan
seksual, terutama anak perempuan”.
Wawancara, Informan, Kak Emi. Penghapusan kekerasan rumah tangga adalah jaminan yang diberikan oleh
negera untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, djuga melindungi korban kekerasan dalam
rumah tangga. Dampak Nyata yang Dirasakan dari Kekerasan
1. Anak trauma untuk bertemu dengan lawan jenis. 2. Anak takut ditinggal sendiri diluar pantauan orangtua
3. Anak menjadi pendiam dan terus merenung. 4. Anak membenci orangtuanya jika orangtuanya merupakan pelaku
kekerasan tersebut. 5. Anak menjadi tidak percaya diri.
6. Anak Malu untuk bersekolah kembali 7. Anak mendapatkan luka cacat bahkan dapat berujung kematian.
Universitas Sumatera Utara
Bagan 3 Dampak Kekerasan Terhadap Anak
Saat anak harus mendapatkan dirinya berhadapan dengan proses hukum yang muncul dalam diri anak ketakutan dan anak dipaksa untuk mengingat
kembali segala peristiwa buruk yang telah dialaminya.Begitulah yang dapat peneliti lihat dari selama peneliti mewawancarai korban anak. Pihak PUSPA
PKPA memang menyetujui adanya pengesahan UU Penghapusan Rumah Tangga tetapi dilihat dari fenomenanya kekerasan tersebut bukannya dapat meminalisir
angka KDRTA. PKPA pun dalam hal ini turut mendukung UU Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dengan membuat buku saku berjudul STOP
KDRT yang diterbitkan langsung oleh PKPA dengan sebuah Slogan atau poster STOP KDRT.
Anak Trauma dengan
sering mendapatkan
tekanan atau intimidasi
Berhadapan dengan proses
hukum Terputusnya
akses pendidikan
Luka dan kecacatan
Stigmanisasi negatif atau dibeku
Kehilangan salah satu orangtua atau keluarga
Universitas Sumatera Utara
Gambar 13: SloganPoster KDRTA PKPA
4.8 Kegiatan Tahunan PUSPA PKPA 2012