Kasus yang memakan waktu 1 tahun lebih ini mendapatkan putusan bahwa untuk kasus kawin halangan gugur di pengadilan karena tidak ada bukti yang bisa
diberikan kepada hakim, pihak Kak Astuti sendiri menyatakan sudah bercerai dan hak asuh anak jatuh kepada Kak Astuti, sedangkan kasus penelantaran anak tidak
bisa diganggu lagi karena terbukti ayah atau suami Kak Astuti benar mengirim uang perbulannya kepada Kak Astuti walaupun tahap yang sebelumnya dijanjikan
Rp.2.000.000 sekarang Rp.500.000bulan. Tetapi jika suami Kak Astuti tidak memberikan uang bulanan kepada isteri dan anaknya Kak Astuti dapat
melaporkan ini kepada PKPA agar dibantu ke jalur hukum kembali. Kak Wiwik pun meminta kepada Kak Astuti untuk sabar menghadapi isteri kedua suaminya
bila datang untuk membuat onar disekitar lingkungan rumahnya maupun mengirim sms teror. Kak Wiwik meminta agar semua sms teror itu disimpan dan
tidak ditanggapi oleh Kak Astuti. Walaupun sekarang Kak Astuti meminta uang seperti mengemis kepada suaminya Kak Astuti tidak takut walau harus kembali ke
jalan hukum dan Kak Wiwik bersedia menjadi pengacara dan pendamping keluarga Kak Astuti dengan kasus penelantaran anak kembali jika hal tersebut
terjadi kembali.
3.4.2 Kasus Kekerasan Seksual
Pada kasus kekerasan lainnya Kak Emi memberikan kepada peneliti salah satu kasus yang berbeda lagi dari kasus yang ada yakni kasus kekerasan seksual
pada pekerja anak. Peneliti diberikan kronologis kasus oleh Kak Emi dan membaca kronologis kasusnya di Perpustakaan PKPA untuk memahami kasus
tersebut. Adapun kasus ini menjadi salah satu contoh kasus dalam Agenda
Universitas Sumatera Utara
Tahunan 2011. Peneliti tidak menjumpai korban secara langsung, data mengenai korban peneliti tanyakan kepada Kak Emi yang menjadi penerima laporan dari
pelapor sekaligus pendamping dan advokat. Peneliti mengambil kasus ini karena kasus ini merupakan kasus anak sebagai pekerja dalam suatu keluarga Cina dan
menjadi bagian dalam sebuah rumah tangga. Kejadian
ini berlangsung 29 Juli 2011 PKPA mendapatkan sebuah telepon
dari seorang anak bernama Butet asal Toba yang menceritakan kejadian tragis yang dialaminya. Melalui telepon tersebut PKPA meminta korban pelapor anak
ini untuk datang langsung ke PKPA agar menceritakan kejadian yang dialaminya secara langsung tanpa rasa takut. Butet saat itu masih berumur 18 tahun dan
bekerja sebagai wiraswasta di rumah Ahong pelaku pada orang Cina di Berastagi, pengusaha kebun sayur.
Butet alias korban KDRT merupakan seorang anak yatim piatu, dimana saat masih berusia masih 1 tahun korban ditinggal oleh ibunya disusul oleh
ayahnya 2 tahun kemudian korban menjadi anak yatim piatu. Kemudian korban sendiri diasuh oleh pamannya yang ada di Tanah Karo, sedangkan saudara-
saudara korban diasuh oleh keluarga lainnya. Pada tahun 2009 dimana usia Butet 16 Tahun, Butet ditawari oleh pamanya untuk bekerja sebagai pembantu rumah
tangga di rumah Ahong. Waktu pertama bekerja korban ditawari gaji Rp.150.000 dan Butet juga sekaligus bekerja menjaga toko ponsel yang dekat dengan gudang
penyimpanan kentang Ahong maka gaji Butet ditambah menjadi Rp.150.000. Merasa gaji kecil dan tidak mencukupi Butet berani mengambil uang tabungan
anak Ahong dengan mengambil selembar demi selembar Rp.50.000 atau
Universitas Sumatera Utara
Rp.100.000 yang ditabung oleh anak Ahong. Butet mencuri uang anak Ahong selama 6 bulan.
Perbuatan Butet akhirnya diketahui Ahong dan kurang lebih dari Rp.4.000.000 yang telah diambil Butet. Isteri Ahong meminta Butet melunasi
segala uang yang telah dicurinya walaupun dengan cara mencicil. Ahong mengambil kesempatan ini dengan meminta agar Butet mau memenuhi hawa
nafsunya dengan ancaman perbuatan Butet akan dilaporkan kepada pamannya bila Butet tidak mau. Butet pun terpaksa melakukan segala keinginan Ahong. Ahong
kerap melakukan perbuatan tidak senonoh ini di rumahnya bila tidak ada isterinya, di gudang kentang, dan di villa dengan mengajak Butet untuk menemaninya
sembhayang. Butet akhirnya menjadi budak nafsu Ahong. Sekali seminggu Ahong akan meminta jatah kepada Butet. Korban selalu menuruti keinginan
Ahong karena ancaman Ahong berubah menjadi kejam Butet diancam akan dibunuh bila menolak bersetubuh dan tidak membayar gaji. Ahong pun pernah
menunjukkan foto bugil Butet saat Butet pingsan melalu CCTV di rumah sekaligus memvideokan perbuatan persetubuhan tersebut.
Butet akhirnya mendapatkan kenalan seorang laki-laki yang menaruh hati pada Butet. Butet menceritakan segala perbuatan Ahong kepada kenalannya
tersebut yang mau menerima Butet apa adanya walaupun Butet sudah tidak perawan lagi. Butet pun rela pindah agama untuk seseorang yang mau menerima
dirinya apa adanya. Butet akhirnya berani melaporkan kasus ke Polres Tanah Karo Berdasarkan nomor laporan polisi: LP456VII2011SURES T.KARO.
Pengaduan ini didasarkan karena Butet telah menerima SMS dari Ahong yang berisi ancaman dan intimidasi kepada pacar Butet, Ahong mengatakan kalau Butet
Universitas Sumatera Utara
sudah ditiduri dan telah menjadi miliknya. Dari pihak kepolisian yang Butet mengetahui adanya PKPA untuk membantunya dalam proses pendampingan.
Penanganan Kasus Butet oleh PUSPA PKPA selama proses penyidikan kepolisian Tanah Karo, Butet langsung bertemu Kak Emi dan Kak Wiwik yang
menangani kasus Butet sekaligus menjadi advokat dan pendamping di PKPA. Kak Emi membawa Butet ke RS.Bayangkara untuk melakukan visum dan membawa
hasil visum kembali ke Polres Tanah Karo sebagai bukti bahwa Butet sudah dicabuli oleh Ahong. Tim PUSPA PKPA segera melalukan tahap kunjungan
investigasi ke pihak keluarga Butet untuk meminta keterangan dan memberikan perlindungan kepad Butet jika pihak keluarga tidak menerima Butet lagi.
Setelah menerima pengaduan dari korban tim PUSPA mulai melakukan langkah- langkah baik hukum maupun non hukum untuk membuat terang kasus ini sampai
kasus selesai.
1.
Tim PUSPA menyurati Kapolres Tanah Karo untuk konsisten dalam penanganan kasus dan agar menolak surat permohonan penangguhan
penahanan Ahong.
2.
Tim PUSPA membuat release kasus ini dengan statemen yang diberikan oleh direktur eksekutif dan koordinator Puspa
3.
Staff PUSPA langsung turun ke Polres Kabanjahe untuk melakukan penguatan dan berjumpa dengan Wakapolres dan Kasat Reskrim, dimana
pada saat itu Kasat Reskrim dan Wakapolres berjanji untuk serius menangani kasus ini.
Universitas Sumatera Utara
4.
Dalam prosesnya ternyata banyak sekali hambatan dan tantangannya, termasuk salah satunya kasus tersebut di P19 sampai 3x oleh jaksa
penuntut Umum.
5.
Dalam konfirmasi awal dengan Kajari Kepala Jaksa NegeriKabanjahe yang dilakukan oleh staf PUSPA melalui telefon Kajari sangat tidak
kooperatif dan marah-marah ketika staff PUSPA menyampaikan tentang kasus ini.
6.
Setelah itu Staf PUSPA membuat surat mohon pemeriksaan terhadap berkas perkara ini dan menghadap Kajatisu agar Kajari Kabanjahe serius
dalam menangani kasus ini.
7.
Setelah staf PUSPA menghadap Kajati maka dalam konfirmasi kedua yang dilakukan oleh staf PUSPA ke Kajari Kabanjahe sangat berbeda dimana
Kajari sangat baik dan bersedia menerima staf PUSPA.
8.
Dalam pertemuan dengan Kajari Kabanjahe, Kajari Kabanjahe menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa dia beserta para jajarannya
akan serius dalam menangani kasus ini sehingga dapat dibuktikan di persidangan.
9.
Dipersidangan juga sedikit diarahkan untuk menyelesaikan kasus ini ke perdamaian
10.
Dengan konsistensi tim PUSPA untuk tetap mengawal kasus ini meskipun ada perdamaian dan uang kompensasi Rp.2.000.000 kepada korban namun
hukuman pelaku tetap tinggi yaitu vonis 6 tahun dari tuntutan jaksa 7 tahun.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Kasus KDRTA Tahun 2012