BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tulisan ini mendiskripsikan tentang lembaga perlindungan anak yang berada di kota Medan yakni Pusat Kajian Perlindungan Anak PKPA di Jalan
Abdul Hakim No.5A Pasar 1 Setia Budi Medan, yang memberikan perlindungan pada anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Peneliti juga memilih lokasi
LSM PKPA karena merupakan salah satu lembaga perlindungan anak di kota Medan yang telah lama berdiri sejak tahun 1996 dan telah banyak menangani
kasus anak dan perempuan dalam realita kehidupan, peneliti tergabung pada unit layanan PUSPA Pusat Pengaduan Anak PKPA yang salah satu implementasi
kerjanya kepada isu kekerasan anak dalam rumah tangga. Alasan peneliti memilih judul ini karena peneliti tertarik untuk meneliti sebuah fenomena nyata kekerasan
kepada anak yang tampak kecil tetapi meluas. Salah satu indikator sebuah negara dikatakan maju dan berkembang dilihat
dari pembangunan yang telah dilakukan pada sebuah negara tersebut. Indonesia termasuk dalam dominasi negara berkembang hal ini karena pembangunan di
Indonesia masih dalam tahap mencontoh negara maju. Pembangunan melanda hampir sebagian besar muka bumi ini dan menjadi ciri zaman modern, rupanya
menampilkan kesenjangan ekonomi atau pendistribusian modal yang tidak adil. Dampak dari kesenjangan ekonomi ini membuat masyarakat secara tidak rata
tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari akibat lapangan pekerjaan yang sempit. Seperti halnya pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin
Universitas Sumatera Utara
bertambah menyebabkan kasus kriminalitas selalu terjadi setiap harinya disebabkan oleh sempitnya lapangan pekerjaan, sehingga berdampak pada angka
pengangguran yang semakin tinggi, angka kemiskinan yang semakin tinggi, dan rendahnya tingkat pendidikan karena tidak ada biaya untuk bersekolah. Akibat
yang didapat dari pertambahan penduduk tersebut, orangtua maupun anak-anak terpaksa mengambil segala cara untuk menafkahi keluarga maupun diri sendiri.
Keterpurukan dalam perekonomian keluarga, orang tua acap kali melampiaskan amarahnya terhadap anggota keluarga yakni anak. Anak dianggap
sebagai pelampiasan yang tepat karena orangtua merasa anaklah yang menjadi beban hidup mereka dan anak belum mengerti mengenai persoalan peliknya
kehidupan yang dihadapi orangtuanya, seperti kasus ibu dari keluarga miskin di Pulau Nias yang membantai lima anaknya dan tiga diantaranya tewas dan dua lagi
kritis
1
, kasus kekerasan fisik pada anak yang terjadi pada keluarga miskin di Nias disebabkan karena kemiskinan. Biasanya keluarga yang hidup dalam kemiskinan
memaksa anak untuk bekerja meringankan kebutuhan keluarga ataupun diri sianak. Pemaksaan anak untuk bekerja dibawah umur dianggap sebagai kekerasan
terhadap anak dalam bentuk pengambilan hak anak. Semua ini membuat diri anak selain terancam dan ketakutan anak juga menjadi korban
2
dari orangtua. Melihat fenomena adanya kekerasan dalam keluarga baik pada keluarga
miskin dan keluarga menengah akibat pembangunan, khususnya yang diperuntukkan hanya dibidang ekonomi saja tanpa memikirkan pembangunan
sosial budaya, menimbulkan kesenjangan dalam hal sosial budaya yang
1
Ahmad Sofian, Perlindungan Anak Di Indonesia Dilema dan Solusinya2012, PT.Sofmedia, Medan. Hal : 23 ditambah data dari Analisa 8 Januari 2010 “Korban Penganiayaan Ibu Kandung di
Nias dibawa ke RS Elisabeth”
2
Korban yang dimaksud adalah orang yang mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan degradasipenurunan moral pada bangsa ini. Di Indonesia perlu dikaji kembali dalam Undang-undang dasar pasal 33 ayat 3 “ Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, hal ini tidak
dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah untuk masyarakat. Banyak masyarakat tidak menerima hak mereka sebagai warga negara Indonesia karena pemerintah
kurang peduli dengan jeritan masyarakat kecil. Dampak yang diterima dari adanya pembangunan yang menampilkan
kesenjangan ekonomi dan ketidakpedulian pemerintah membuat masyarakat depresi karena tekanan ekonomi keluarga, mereka terus berjuang untuk sesuap
nasi. Hal ini bukan saja terjadi pada orang dewasa, anak kecil juga kerap terlihat sebagai pekerja anak di jalan-jalan maupun dirumah-rumah sebagai pembantu
rumah tangga. Hal ini dapat ditinjau kembali pada pasal 34 ayat 1 ”Bahwa fakir Miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Apakah pemerintah
melakukan tugasnya dengan baik dengan mengurangi angka fakir miskin dan anak terlantar? Tingkat fakir miskin dan anak terlantar yang hidup di jalan-jalan di ibu
kota saja belum mampu pemerintah atasi bagaimana dengan kota-kota di Indonesia lainnya? Hal ini yang selalu menjadi bahan perbincangan di lembaga
swadaya masyarakat dan masyarakat setiap harinya. Permasalahan dinamika pembangunan di Indonesia menjadikan masalah
anak menjadi sorortan tajam dan rumit, anak sering dipandang sebagai manusia kecil yang belum memiliki hak. Anak hanya memiliki kewajiban untuk mengabdi
pada orang dewasa atau orangtua. Sering kali dalam kehidupan sehari-hari pendapat anak diabaikan, anak tidak diberi kesempatan untuk memberikan
Universitas Sumatera Utara
pendapatnya kepada mereka yang lebih tua, ini merupakan satu bentuk penyalahgunaan hak anak. Sejak lahir seorang anak sudah mempunyai hak asasi
sebagai manusia yang dijabarkan dalam UUD 1945. Bentuk penyalahgunaan hak anak ini anak membuat anak merasakan segala sesuatu yang ia kerjakankan harus
penuh kehati-hatian agar tidak membuat orang tua, orang dewasa, dan guru marah saat berada di sekolah. Anak tumbuh dan hidup dalam lingkungan keluarga sejak
ia dilahirkan, dimana pengertian keluarga merupakan kelompok yang terdiri atas wanita, laki-laki dewasa, dan anak-anak yang belum berdiri diatas kaki sendiri
3
. Semestinya anak mendapatkan perlindungan dari orang tua bukan mendapatkan
perlakuan yang melukai fisik, trauma, depresi akibat ketakutan, dan membuat anak bisa menjadi pemberontak.
Kebutuhan manusia tidak hanya material saja yang tampak dari luar, manusia juga membutuhkan hal-hal yang berkaitan dengan jiwa dan kehidupan
rohani yang berpengaruh pada kehidupannya. Anak merupakan manusia yang membutuhkan hangatnya kasih sayang dari orang tua maupun keluarganya,
menginginkan pelukan hangat pada saat ia bersedih maupun bergembira dan menginginkan bermain bersama teman-teman tanpa beban untuk bekerja sewaktu
kecil. Tetapi banyak anak yang tidak merasakan kebahagian seperti itu semasa kecilnya. Tanpa kita sadari, anak-anak yang hidup dalam situasi tertekan tidak
punya gairah untuk beradaptasi dengan lingkungannya bermain dengan teman sebaya. Mereka seperti dihantui ketakutan yang luar biasa di keluarga, sekolah,
maupun lingkungan sekitar.
3
Wiliam A. Haviland, Antropologi Edisi Keempat Jild 2, 1993. Erlangga.Jakarta
Universitas Sumatera Utara
Mengambil satu contoh kasus kekerasan anak dalam rumah tangga di Medan Belawan, seorang ayah tega membanting anak tirinya hanya karena
jengkel mendegar rengekan anaknya yang masih berusia lima tahun, Bayu. Akibat tindakan ayah tirinya, Bayu menderita patah tulang tangan kanan. Saat ini
ayahnya telah menjadi tahanan di POLRES, Pelabuhan Belawan
4
. Selain patah tulang yang dialami Bayu, secara psikologis Bayu juga mengalami trauma akibat
perlakuan kejam sang ayah yang akan membuat Bayu mengalami ketakutan pada orang dewasa dan teman bermainnya dan hal ini dapat menganggu mental dan
kejiwaannya. Kekerasan terjadi tidak pernah memandang tempat, kekerasan anak dalam rumah tangga juga dirasakan oleh anak di perbatasan bagian timur
Indonesia, Papua Nugini di Daerah miskin Dataran Tinggi Barat. Gadis remaja Papua Nugini ini nekad memenggal kepala ayahnya setelah dirinya diperkosa di
rumah sementara si ibu pergi mengunjungi rumah famili. Saat kejadian itu mau dilakukan berulang lagi ketika si ibu tidak dirumah, si gadis langsung mengambil
pisau hutan dan memenggal kepala ayahnya. Usai melakukan tindakan sadis itu, si gadis melaporkan tindakannya ke kepala adat. Pastor yang telah bekerja disana
berjanji akan membela si gadis tersebut dengan alasan yang dilakukan gadis tersebut sekedar tuntuk melindungi dirinya
5
. Fenomena nyata sering terjadinya kekerasan biasanya terjadi pada
keluarga miskin akibat faktor ekonomi pada sebuah keluarga. Anak yang hidup dalam keluarga menengah jarang merasakan kekerasan dibanding anak yang
hidup dalam keluarga miskin atau ekonomi rendah, karena dari segi penghasilan mereka yang hidup dalam ekonomi menengah mampu memenuhi kebutuhan diri
4
19 Juni 2013 “ Ayah Banting Anak Hingga Patah Tulang” Pos Metro.
5
19 Juni 2013 “ Berulang kali diperkosa, gadis beli PNG nekad memenggal kepala ayahnya”. Harian Analisa.
Universitas Sumatera Utara
si anak. Tetapi tidak menghilangkan kemungkinan bahwa kekerasan bisa terjadi pada keluarga menengah atas dengan berbagai faktor penyebab karena kekerasan
pada anak terjadi pada semua lapisan masyarakat tanpa pandang bulu. Masalah sosial anak yang terjadi akibat adanya proses dan dinamika pembangunan tidak
terjadi pada anak dalam keluarga saja, tetapi kekerasan juga dialami anak jalanan, anak jermal
6
, anak buruh, dan pekerja anak lainnya. Masalah sosial lainnya dalam laporan menurut UNICEF menyatakan bahwa Indonesia memiliki jumlah anak
dengan keterlambatan pertumbuhan terbanyak kelima di dunia. Dari hasil laporan tersebut dapat disimpulkan sekitar 7,8 juta anak usia dibawah lima tahun di
Indonesia terhambat pertumbuhannya
7
. Hal ini menunjukan standarisasi kesehatan di Indonesia untuk ibu dan anak kurang perhatian dari pemerintah.
Tersorot dengan laporan anak dan ibu yang diperoleh UNICEF, kebijakan dan strategi UNICEF dalam hal perlindungan anak EIEC199614 April 1996
yang telah disetujui oleh dewan eksekutif mengindentifikasikan enam kategori kondisi sulit yang dapat merugikan anak-anak sehingga mereka membutuhkan
perlindungan khusus, keenam kategori tersebut adalah 1 kondisi merugikan pekerja anak; 2 perang dan segala bentuk kekerasan terhadap anak; 3 eksploitasi
atau perlakuan secara seksual; 4 diksriminasi terhadap anak; 5 kehilangan keluarga atau pengasuh utama secara permanen atau temporer; 6 hukum yang
kurang menguntungkan atau perlakuan salah dalam proses hukum dan
6
Jermal adalah Unit pembangunan tempat penangkapan ikan dibangun ditengah perairan lautan selat malaka yang berada pada kawasan sepanjang Panntai Timur Sumatera
7
7,8 juta anak Indonesia kekurangan gizi kronik: http:life.viva.co.idnewsread368844-7-8-juta- anak-indonesia-kekurangan-gizi-kronik diakses tanggal 11 Febuari 2013
Universitas Sumatera Utara
pengadilan
8
. Bentuk dari kekerasan pada anak dalam kondisi sulit harus mendapatkan perlindungan yang layak dari orangtua, masyarakat, dan pemerintah
sesuai UUD 1945. Munculnya kesadaran untuk melindungi anak dari ancaman dan bahaya
yang dapat terjadi kapan pun, sejumlah LSM di kota Medan membuat beberapa program perlindungan anak. Kesadaran untuk melindungi anak khusunya di
Sumatera Utara berdasarkan pada catatan lembaga perlindungan anak yaitu PKPA pada tahun 1999 terdapat 239 kasus kekerasan terhadap anak, dengan rincian:
kekerasan 95 kasus, pembunuhan 26 kasus, penyiksaan 19 kasus, pelecehan seksual 17 kasus, serta beberapa kasus penculikan dan perdangangan trackfiking
anak untuk tujuan komersial seperti pelacuran. Tahun 2000, PKPA mencatat tidak kurang 203 kasus dan tahun 2001 sebanyak 242 kasus, dengan rincian: perkosaan
84 kasus, penculikan dan perdangangan untuk tujuan komersial 31 kasus, penganiayaan 30 kasus, pembunuhan 28 kasus, dan berbagai kasus kekerasan
lainnya
9
. Catatan kekerasan pada anak di Sumatera Utara juga dimiliki oleh
Yayasan Pusaka Indonesia salah satu lembaga perlindungan anak juga yang letaknya tidak jauh dari PKPA. Dalam laporannya mengenai kasus kekerasan
terhadap anak tahun 2012 mencatat 143 kasus kekerasan pada Januari hingga Juni di Sumatera Utara yang didominasi tindak kekerasan fisik dan seksual yang
berjumlah 97 kasus dan penganiayaan 24 kasus, sedangkan kasus lain sejenis
8
Irwanto, Muhammad Farid, dan Jeffry Anwar , Anak yang membutuhkan Perlindungan Khusus di Indonesia:Analisis Situasi 1998. Jakarta.
9
Pendidikan Hak Anak PHA, 2002. Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA.Medan.
Universitas Sumatera Utara
pembunuhan dan penculikan masih kecil
10
. Hasil laporan tersebut menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi pada anak kian marak bertambah. Di Medan kasus
kekerasan pada anak meningkat 55 dengan kasus yang sering ditangani oleh LSM maupun pihak yang berwajib adalah kasus penganiayaan dan pemerkosaan
pada anak dengan usia korban yang masih13-18 tahun. Rentannya kekerasan seksual yang terjadi pada usia 13-18 tahun disebabkan pada usia tersebut seorang
anak baru memasuki tahap menstruasi dan mimpi basah
11
. Pemerkosaan dan sodomi yang dilakukan oleh keluarga terdekat maupun tidak dikenal
meninggalkan luka trauma dan ketakutan yang tidak dapat dilupakan anak, Berdasarkan catatan kekerasan pada anak yang ada di LSM, kepolisian,
dan di kejaksaan, menyimpulkan kota Medan belum dapat dikatakan sebagai kota ramah anak, mengapa? Karena seiring jalannya hari seiring itulah kekerasan anak
terjadi walaupun tidak sampai ke lembaga anak, kepolisian, dan pengadilan, tetapi setiap harinya ada luka baru yang dirasakan anak baik cacian, omelan, pukulan,
dan cubitan. Didukung dengan data yang tercatat di kepolisian terdapat 50 kasus anak yang mengalami tindak kekerasan di Sumatera Utara, tepatnya di Kabupaten
Deli Serdang 23 korban, Kabupaten Serdang Berdagai 15 korban
12
. Kota Medan menjadi salah satu kota tertinggi kasus TPPO Trafficking Perdagangan Orang
dengan Tujuan Prostitusi dan ESA Eksploitasi Seksual Anak di Indonesia sebagai daerah transit, tujuan, dan rekruitmen. Pada kasus ini PKPA menerima
laporan pada tahun 2012 terdapat 11 perempuan yang menjadi korban TPPO.
10
Upaya Perlindungan Anak, Surat Medan Orbit, Kamis, 13 September 2012
11
Menstruasi adalah salah satu proses alami seorang perempuan yaitu proses deskuamasi atau meluruhnya dinding rahim bagian dalam endometrium yang keluar melalui vagina
Prawirohardjo, 2007; Suwarni, 2009. http:arnesvhe.blogspot.com201204definisi-menstruasi- dan-gangguanya.html
12
Surat Kabar Analisa, 19 Juli 2012
Universitas Sumatera Utara
Wanita kerap kali menjadi sasaran TPPO dan ESA dimana 75 korban kekerasan merupakan anak perempuan dan 25 anak laki-laki. Untuk kasus KDRTA
mendapat perhatian dari Badan Pengurus Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA Ahmad Sofyan, “Bahwasanya tingkat kekerasan yang ada di Kota Medan
sedikitnya dalam setahun ada 1000 tindak kekerasan yang dialami anak” Analisa, 5 Oktober 2012.
Kasus kekerasan seperti fenomena gunung es, secara kultural kasus ini sulit untuk dilihat dan dideteksi karena dianggap sebagai persoalan rumah tangga.
Kasus kekerasan yang diibaratkan seperti fenomena gunung es ini menjelaskan bahwa fenomena kekerasan yang terjadi didalam masyarakat tampak kecil, namun
dibawah permukaan air laut fenomena kekerasan begitu besar dan luas. Kasus- kasus kekerasan anak yang terjadi didalam lapisan masyarakat disebabkan adanya
dominasi patriarki, dimana posisi anak selalu menjadi inferior, anak tidak mempunyai hak untuk membantah orangtua, anak tidak punya hak untuk
berpendapat, ini menempatkan posisi anak semakin tersudut di keluarga dan membuat hak-hak anak terabaikan.
Gambar 1: Fenomena Gunung Es
Universitas Sumatera Utara
Kedudukan seorang anak lebih diposisikan pada asuhan ibunya ketimbang ayahnya disebabkan daya kreativitas wanita secara alami dapat dipenuhi melalui
proses melahirkan. Keterlibatan wanita dalam kegiatan produksi membatasi mereka pada fungsi-fungsi sosial yang juga lebih dekat kepada alam. Dalam artian
merujuk pada pembatasan wanita dalam wilayah dosmetik
13
. Peran wanita yang dekat kepada alam ini yang membuat wanita dihubungkan kedalam konteks
pengasuhan anak. Segala kesalahan yang dilakukan anak, pihak ayah akan menyalahkan pihak ibu yang salah mendidik anak. Adanya jenjang yang berbeda
laki-laki dan wanita membuat wanita selalu berada dalam posisi bawah sampai pada zaman modern seperti ini. Seorang ibu akan selalu berusaha melindungi
anaknya dari ancaman dan perlakuan kasar ayahnya tidak mengherankan bila korban KDRT juga dialami oleh seorang isteri yang berusaha melindungi
anaknya. Karena perbuatan kasar dari sang ayah kepada anak membuat ayah kerap dijadikan objek yang sangat dibenci anak karena ketegasannya dalam
mendidik. Anak akan selalu patuh terhadap perintah orang tuanya diselangi faktor ketakutan. Hal ini didukung karena tidak selamanya ibu berada dalam pembelaan
untuk melindungi anak. Kekerasan yang dirasakan anak dalam rumah tangga baik kekerasan fisik,
non fisik, ekonomi ,seksual, maupun struktural yang bisa kapan saja dirasakan oleh anak akan menyebabkan kekecewaan yang luar biasa terhadap orang tua
maupun anggota keluarga lainnya bahkan trauma yang membekas pertama kali dirasakan anak dalam keluarga. Keluarga merupakan awal anak bersosialisasi
dengan hal apapun sejak anak dilahirkan. Walaupun anak tidak merasakan
13
Henrietta L.Moore”Feminist dan Antropologi” 1998. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Universitas Sumatera Utara
kekerasan fisik semasa kecilnya dari orang tua maupun anggota keluarga tetapi saat anak menerima omelan ataupun cacian dari keluarga, ini merupakan bentuk
kekerasan non fisik yang dialami sianak. Seperti misalnya saat anak dikatakan “tidak tahu diuntung, dasar anak haram, wanita murahan, pembawa aib”. Kata-
kata kasar seperti ini hanya dapat diingat dan disimpan anak dalam hati tanpa dapat memberikan satu kata penolakkan karena mengingat posisinya hanyalah
sebagai anak. Contoh lainnya yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, anak memecahkan piring lalu dengan cekatan si ibu mencubit dan menjewar
telinga anak hingga membiru membuat anak menjerit kesakitan lalu disertai omelan dan tatapan mata yang tajam membuat anak menjadi takut dan menangis.
Ini bentuk kekerasan fisik yang sering terjadi walaupun kasus tidak sampai ke lembaga anak. Kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak atau sering disebut
KDRTA harus mendapatkan perhatian yang serius dari orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
1.2 Tinjauan Pustaka