kooperatif tipe jigsaw terhadap kemandirian siswa lebih baik dari pada pendekatan berbasis masalah saja dan konvensional.
3
Penelitian Maemanah 2014, meneliti pengaruh PBL terhadap kemampuan pemecahan masalah dan kemandirian siswa. Hasil yang diperoleh
menunjukkan ada pengaruh positif penerapan Model Problem Based Learning PBL terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik
serta
kemandirian belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika tergolong kategori tinggi.
4 Penelitian yang dilakukan Yuspriyati 2014 berjudul “Pembelajaran
Matematika dengan Pemberian Tugas Mind Map Peta Pikiran untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa
” menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan pemberian tugas mind map dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dan pada umumnya siswa menunjukkan respon positif terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan
pendekatan pemberian tugas Mind Map. Siswa menjadi lebih aktif dalam mengemukakan
pendapat, jawaban,
dan pertanyaan
ketika proses
pembelajaran berlangsung.
2.3 Kerangka Berpikir
Matematika memiliki potensi yang besar untuk memberikan berbagai macam kemampuan dan sikap yang diperlukan oleh manusia agar bisa hidup
secara cerdas di dalam lingkungannya. Salah satunya adalah kemampuan problems solving atau pemecahan masalah yang ditetapkan dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional RI No. 22 tahun 2006, sebagai salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah.
Namun tujuan pembelajaran tersebut belum tercapai secara optimal di SMPN 4 Batang. Kemampuan problems solving siswa SMPN 4 Batang dalam
masalah kontekstual dengan menggunakan matematika masih rendah. Rendahnya kemampuan problems solving siswa dapat dilihat dari hasil UAN. Rata-rata nilai
UN matematika di SMPN 4 Batang pada tahun 20132014 sebesar 5,45 Balitbang, 2015. Rata-rata tersebut lebih tinggi daripada rata-rata nilai UAN matematika di
tingkat Kabupaten Batang yang sebesar 4,97, tetapi masih lebih rendah daripada rata-rata nilai UAN matematika di tingkat Provinsi dan Nasional yang besarnya
berturut-turut 5,53 dan 6,01. Berkaitan dengan kemampuan problems solving siswa di SMPN 4
Batang, siswa di sekolah tersebut lemah dalam memecahkan masalah geometri khususnya pada materi bangun ruang. Materi bangun ruang adalah salah satu
materi pokok yang dipelajari oleh siswa kelas VIII. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan salah satu guru matematika kelas VIII SMP Negeri 4
Batang, diketahui bahwa siswa masih kesulitan untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah. Selain itu, dari hasil wawancara diketahui bahwa materi
prisma dan limas adalah salah satu materi yang sulit bagi siswa. Fakta ini didukung oleh laporan Puspendik, yakni bahwa persentase daya serap siswa pada
materi luas permukaan dan volume bangun ruang pada UAN 20122013 dan 20132014, dua tahun berturut-turut masih rendah.
Selain ranah kognitif, perlu diperhatikan pula ranah afektif. Matematika memiliki potensi sebagai media pendidikan karakter, maka dalam tujuan
formalnya disebutkan pembelajaran matematika menekankan kepada penataan nalar dan membentuk kepribadian siswa. Diantaranya membentu pribadi siswa
yang mandiri dalam belajar. Kemandirian belajar bagi sangat penting siswa untuk menghadapi kehidupan yang semakin kompleks. Kemandirian menjadi sangat
penting untuk memilah yang baik untuk dilakukan dan menepis hal-hal yang tidak baik untuk dilakukan.
Kemampuan problems solving mutlak dimiliki seseorang agar bisa selalu penuh inisiatif, mandiri dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Namun,
seseorang dengan kemampuan problems solving belum tentu pribadi yang mandiri. Oleh karena itu selain kemampuan problems solving, kemandirian pun
ditanamkan dalam proses pendidikan siswa dan diharapkan menghasilkan siswa- siswa yang mandiri. Berbagai model dirancang untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan problems solving dan kemandirian siswa. Salah satunya adalah model pembelajaran Problem Based Learning yang dari berbagai
penelitian dinyatakan efektif untuk pembelajaran matematika dan dapat menghasilkan problem solver dan memang dimaksudkan untuk membantu siswa
menjadi pembelajar yang mandiri. Pelaksanaan pembelajaran dengan model PBL, disajikan pada siswa
suatu masalah yang menantang untuk diselesaikan, selanjutnya siswa secara berkelompok berdiskusi untuk menyelesaikan masalah tersebut dan melakukan
pengumpulan informasi yang diperlukan untuk mencari solusi dari masalah yang
diberikan. Selanjutnya siswa mempresentasikan hasil pemecahan masalahnya. Terakhir, guru bersama dengan siswa mengevaluasi proses dan hasil pemecahan
masalah yang dipresentasikan untuk kemudian diperoleh penyelesaian yang paling tepat. Jelas, bahwa selama pembelajaran dengan PBL siswa dituntut untuk aktif
belajar secara mandiri. Tugas guru hanyalah sebagai fasilitator saja. Pada model tersebut selain dituntut keaktifannya, siswa dituntut pula
untuk memahami konsep-konsep dari materi yang mendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Oleh sebab itu diperlukan suatu
teknik agar siswa lebih mudah dalam memahami konsep. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa menulis menulis lebih mencerdaskan siswa. Selain itu, mind map
terbukti efektif untuk belajar, karena dapat memudahkan penyimpanan informasi di otak, mengorganisir penyimpanan informasi, dan mempermudah mengingat
lagi informasi. Dari berbagai penelitian tersebut peneliti menduga untuk memudahkan siswa untuk memahami konsep dapat digunakan teknik radiant
thinking dengan membuat mind map peta pikiran dari materi yang dipelajari. Berdasarkan permasalahan di atas maka Problem Based Learning, untuk
mempermudah siswa memahami konsep, maka siswa ditugaskan untuk membuat mind map yang pembuatannya menggunakan teknik radiant thinking karya
pemikiran dari Buzzan. Maka model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model Problem Based Learning dengan teknik radiant thinking. Diharapkan
pembelajaran tersebut dapat efektif terhadap kemampuan problems solving dan kemandirian belajar siswa pada pembelajaran bangun ruang kelas VIII. Berikut ini
adalah skema dari kerangka berpikir tersebut.
Gambar 2.7 Bagan Alur Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian