Model PBL dengan Teknik Radiant Thinking

4.2.1 Model PBL dengan Teknik Radiant Thinking

Pada model PBL peran guru tidak lagi menjadi sumber informasi, melainkan sebagai fasilitator, motivator, mediator, dan pembimbing yang mengarahkan siswa untuk mampu menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan yang telah dimiliki siswa. Pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa belajar dalam kelompok kecil untuk mendiskusikan penyelesaian dari masalah yang disajikan. Masalah disajikan dalam LTS, yang dirancang sedemikian rupa dan disajikan langkah-langkah penyelesaian masalah yang harus dilakukan siswa. Langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan adalah langkah-langkah pemecahan masalah oleh Polya. Sebelum siswa dapat melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah, penyelidikan dengan mengumpulkan informasi terkait masalah perlu dilakukan oleh siswa. Pengumpulan informasi dipandu dengan LKS yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat membantu siswa untuk menemukan kembali konsep dari materi dengan melakukan manipulasi simbolik sehingga siswa dapat benar-benar memahami konsep tersebut tidak hanya sekadar menghafalkan informasi. Oleh karena itu, agar siswa dapat memperoleh pengetahuan baru siswa harus aktif dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan teori kontruktivisme Piaget yang menyatakan bahwa agar siswa memperoleh pengetahuan siswa harus aktif mengkontruksi informasi yang diperoleh. Selanjutnya perwakilan kelompok menyajikan jawaban dari masalah dan dilaksanakan diskusi kelas. Diskusi kelompok dan diskusi kelas memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan interaksi sosial. Hal ini sesuai dengan teori Piaget, bahwa belajar melalui interaksi sosial dapat mengembangkan kognitif. Pada setiap langkah pembelajaran guru memberikan bimbingan pada siswa. Pelaksanaan diskusi kelompok dan pemberian bimbingan oleh guru sesuai dengan teori Bruner bahwa seorang siswa memerlukan bantuan dari guru atau orang yang lebih mampu untuk mengatasi masalah dan menguasai keterampilan yang sedikit di atas tingkat perkembangannya. Pada penelitian ini penggunaan teknik radiant thinking diwujudkan melalui pembuatan mind map. Siswa membuat mind map dari materi prisma dan limas. Mind map yang dibuat siswa digunakan oleh siswa untuk belajar di rumah. Tidak digunakannya mind map dalam proses belajar mengajar di kelas dikarenakan keterbatasan waktu penelitian dan proses untuk membuat mind map membutuhkan waktu yang lama. Selain itu siswa baru mengenal mind map, sehingga belum memungkinkan untuk menggunakannya untuk mencatat dalam diskusi. Namun, penggunaan mind map untuk merangkum materi dan menggunakannya untuk belajar mandiri di rumah ini sudah dapat disebut bahwa mind map digunakan dalam pembelajaran. Hal ini berdasarkan pendapat Boyson 2009, sebagaimana dikutip dari ThinkBuzan.com, bahwa penggunaan mind map dalam mengajar dan pembelajaran dapat dilakukan dengan mengenalkan mind map sebagai format pembuatan catatan untuk siswa. Secara umum pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen baik. Setiap fase-fase pada model pembelajaran terlaksana. Persentase keterlaksanaan aktivitas pembelajaran pada kelas eksperimen adalah 74,48 . Rata-rata skor aktivitas guru dalam pembelajaran menggunakan model PBL dengan teknik radiant thinking adalah 3,72 dengan kategori baik. Dapat dilihat pula bahwa aktivitas guru mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dikarenakan pada setiap pertemuan dilakukan evaluasi berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa dan guru untuk memperbaiki kualitas pelaksanaan. Sehingga dapat dinyatakan bahwa guru semakin baik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Hasil pengamatan aktivitas guru dapat dilihat pada lampiran 59. Pertemuan I dilaksanakan pada 19 Mei 2015. Peneliti memulai mengajar dari materi luas permukaan prisma dan limas dengan berbantuan LKS 1 dan LTS 1. LKS yang digunakan disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa memiliki pengalaman siswa untuk menemukan konsep luas permukaan dan volume prisma serta limas dengan melakukan manipulasi simbolik. Pada LKS siswa diingatkan kembali dengan materi sebelumnya, yakni pengertian dan unsur- unsur prisma serta limas. Selain itu siswa juga diingatkan dengan materi luas dan keliling bangun datar yang menjadi materi prasyarat bagi materi luas permukaan prisma dan limas. Hal ini berdasarkan teori belajar bermakna Ausubel, bahwa agar terjadi pembelajaran bermakna, informasi dan konsep harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada. Pengaitan konsep yang dapat menambah pemahaman siswa terhadap suatu konsep, sehingga diharapkan siswa tidak hanya menghafal. Berdasarkan hasil pengamatan pada pembelajaran di kelas uji coba 1, guru berusaha mengefisienkan waktu pelaksanaan pembentukan kelompok, pembagian tugas dalam kelompok, serta penyelesaian LKS dan LTS agar kuis dapat dilaksanakan dan sebelum menyajikan masalah guru mengingatkan siswa pada teorema Pythagoras melalui serangkaian tanya jawab dan menuliskannya di papan tulis. Hasilnya pembagian kelompok di kelas eksperimen dilaksanakan oleh guru dengan lebih jelas, terarah dan runtun sehingga keadaan kelas lebih kondusif dan waktu yang digunakan lebih sedikit jika dibandingkan saat di kelas uji coba 1. Selain itu pada tahap penyelesaian LTS siswa lebih mudah memahami soal karena di awal sudah diingatkan kembali dengan materi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal. Ini sesuai dengan pendapat Ausubel bahwa siswa informasi atau konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada. Namun, pada pertemuan I ini siswa masih kesulitan dalam mengisi LKS 1 dikarenakan siswa belum terbiasa mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Guru sebagai fasilitator, membimbing siswa dengan mengarahkan agar siswa membaca dan memahami materi luas permukaan prisma serta limas pada buku paket BSE hal 232 yang ditulis pada langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran yang dicantumkan pada LKS 1. Selain itu saat siswa mengajukan suatu pertanyaan, guru tidak langsung menjawabnya. Melainkan mengarahkan siswa untuk menjawab sendiri dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. LTS-nya pun disusun terdiri dari soal-soal yang terkait dengan masalah dunia nyata, sehingga tidak terlalu abstrak bagi siswa. Selain itu guru memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam pengisian LKS dan LTS dan dan memberi penguatan dengan meminta siswa untuk menandai nama teman dalam kelompoknya yang tidak melaksanakan tugasnya. Namun, sama seperti pada kelas uji coba 1, tidak semua kegiatan yang direncanakan dalam RPP dapat dilaksanakan. Hambatannya masih sama, yakni waktu pembelajaran terbatas. Diskusi yang menyita banyak waktu menyebabkan kuis yang direncanakan dilaksanakan pada tiap pertemuan untuk mengukur kemampuan problems solving siswa tidak terlaksana. Sehingga peneliti memutuskan jika kuis tidak terlaksana maka soal kuis akan digunakan sebagai tugas rumah bagi siswa. Pertemuan pertama ini dilaksanakan di jam terakhir. Peneliti memanfaatkan waktu di luar waktu pembelajaran untuk menjelaskan cara pembuatan dan penggunaan mind map dengan menanyakan kesediaan siswa yang disanggupi oleh siswa. Pertemuan II pada kelas eksperimen dilaksanakan pada 23 Mei 2015. Materi pembelajarannya adalah volume prisma. Pada awal pertemuan ini guru meminta siswa untuk mengumpulkan mind map dan membahas tugas rumah pada pertemuan 1. Ada 23 siswa yang mengumpulkan mind map. Berdasarkan pelaksanaan pertemuan II di kelas uji coba 1, diketahui bahwa siswa mengalami kesulitan pada bilangan yang digunakan pada LTS. Berdasarkan pertimbangan bahwa siswa kesulitan untuk melakukan pembulatan dan perhitungan bentuk akar dan soal tersebut memfasilitasi siswa untuk menambah pengetahuan dan memberikan pengalaman melakukan perhitungan terkait pembulatan bilangan desimal dan perhitungan bentuk akar, peneliti memutuskan tidak mengubah bilangan pada LTS. Ini memberi konsekuensi guru harus mengingatkan siswa pada materi pembulatan bilangan desimal dan perhitungan bentuk akar serta penyelesaian dan diskusi LKS dan LTS akan membutuhkan waktu yang lama. Hal ini berakibat kuis di pertemuan ini kembali tidak terlaksana dan soal kuis dijadikan tugas rumah bagi siswa. Terkait dengan kesulitan siswa untuk mengaitkan masalah dengan materi guru memberikan petunjuk bagi penyelesaian masalah. Pada pertemuan kedua ini siswa aktif bertanya dan berpartisipasi menyelesaikan tugasnya dalam kelompok. Pertemuan III pada kelas eksperimen dilaksanakan pada 26 Mei 2015. Materi pembelajarannya adalah volume limas. Pada pertemuan ketiga ini beberapa siswa masih mengalami kesulitan dengan tugas rumah yang diberikan, sehingga tugas rumah dibahas bersama. Pada pertemuan ini juga guru menyampaikan hasil evaluasi terhadap mind map buatan siswa yang dikumpulkan pada pertemuan II. Berdasarkan pelaksanaan pertemuan III di kelas uji coba 1 dan hasil evaluasi mind map guru membagikan mind map buatan siswa, dan meminta siswa untuk memperbaiki sesuai dengan ketentuan mind map di buku panduan dan melengkapi materi serta menekankan pada siswa untuk membaca materi prisma dan limas dalam buku paket dalam membuat mind map. Pada pertemuan III ada 12 siswa yang mengumpulkan mind map. Mind map yang baru dikumpulkan siswa tidak langsung dikembalikan untuk keperluan evaluasi. Mind map akan dikembalikan pada siswa di hari lain sebelum pertemuan selanjutnya agar dapat digunakan untuk belajar sebelum menghadapi tes. Pada pertemuan III ini guru mengingatkan siswa pada unsur-unsur limas dan rumus luas daerah belah ketupat dan sifat belah ketupat. Siswa sudah mulai terbiasa dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Aktivitas siswa meningkat dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Siswa sudah mampu melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah. Guru semakin mengurangi intensitas bimbingan dibandingkan pada pertemuan sebelumnya. Namun tetap mengawasi kegiatan diskusi siswa. Setelah siswa mempresentasikan jawabannya guru memberi penguatan terhadap jawaban siswa. Pada pertemuan ini kuis tidak dilaksanakan dan soal kuis dijadikan tugas rumah untuk dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya setelah tes.

4.2.2 Hasil Tes Kemampuan Problems Solving Siswa yang Dikenai Model

Dokumen yang terkait

Pengaruh metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa

2 17 0

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING ( CPS ) BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII MATERI KUBUS DAN BALOK

4 17 221

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL TABA DENGAN STRATEGI CONCEPT MAPPING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KARAKTER SISWA KELAS VIII

66 247 322

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MODEL DESIGNED STUDENT CENTERED INSTRUCTIONAL TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI PESERTA DIDIK KELAS VIII MATERI LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI DATAR

1 25 255

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN DENGAN PERFORMANCE ASSESSMENT TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI LINGKARAN

2 68 200

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MODEL CORE DENGAN ASESMEN PROYEK TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MATERI GEOMETRI

1 35 323

Keefektifan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester II SMP N 1 Lebaksiu pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar.

0 2 88

Perbandingan Keefektifan Pembelajaran CTL dan Pembelajaran PBL Ditinjau dari Prestasi Belajar Bangun Ruang Sisi Datar, Kemampuan Berpikir Kritis, dan Kepercayaan Diri Siswa SMP Kelas VIII.

0 0 2

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN PROBLEM SOLVING AND REASONING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII SMPN

1 1 19

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 1 6