Teori Bruner Teori Piaget

akan diajarkan materi prasyarat.

2.1.6.2 Teori Bruner

PBL kontemporer juga menyandarkan diri pada konsep scaffolding dari Bruner. Scaffolding adalah proses seorang pelajar yang dibantu seorang guru atau orang yang lebih mampu untuk mengatasi masalah atau menguasai keterampilan yang sedikit di atas tingkat perkembangannya saat ini. Bagi Bruner, dialog dalam proses belajar juga penting. Guru sebagai fasilitator dalam PBL dapat memberikan scaffolding melalui soal dengan memberi contoh modelling, mengajari coaching, untuk kemudian secara nyata menghilangkan beberapa bantuannya. Pemberian Scaffolding disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Informasi mengenai kebutuhan siswa diperoleh guru dengan mengawasi jalannya diskusi. Pada penelitian ini sebagai fasilitator peneliti mengawasi jalannya diskusi dan memberikan bantuan pada siswa dengan mendorong siswa untuk berpikir mendalam melalui jenis pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa menanya pada dirinya sendiri.

2.1.6.3 Teori Piaget

Perspektif kognitif-kontruktivis yang menjadi landasan Problem Based Learning PBL banyak meminjam pendapat Piaget. Perspektif ini menyatakan seperti apa yang dikatakan oleh Piaget bahwa pelajar pada umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan mengontruksikan pengetahuannya sendiri. Jadi, pada saat pembelajaran agar siswa mendapatkan pengetahuan siswa harus aktif mengkontruksi informasi yang diperolehnya. Sehingga jika siswa tidak aktif, maka akan sulit untuk menjadikan suatu pengetahuan menjadi miliknya atau siswa tidak akan menguasai materi yang sedang dipelajari. Sehingga dalam pembelajaran menurut Piaget, yang dikutip oleh Duckworth yang kemudian dikutip Arends 2011: 41: Harus melibatkan penyodoran berbagai situasi di mana anak bisa bereksperimen, yang dalam artinya yang paling luas menguji cobakan berbagai hal untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi benda-benda; memanipulasi simbol-simbol; melontarkan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; merekonsiliasikan apa yang ditemukannya pada suatu waktu dengan apa yang ditemukannya di waktu yang lain; membandingkan temuannya dengan anak-anak lain. Berdasarkan pendapat Piaget tersebut dapat disimpulkan bahwa selain keaktifan siswa, dalam pembelajaran perlu pula diciptakan suasana belajar yang memungkinkan terjadi interaksi di antara subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama akan membantu perkembangan kognitif anak. Dengan interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan diperkaya dengan macam-macam sudut pandangan dan alternatif tindakan. Tanpa interaksi sosial perkembangan kognitif anak akan tetap berpusat pada dirinya egosentris. Penerapan prinsip belajar yang kedua ini pada PBL adalah dengan membandingkan jawaban dari suatu masalah dengan jawaban dari kelompok lain melalui penyajian hasil diskusi kelompok dan diskusi dengan kelompok lain. Prinsip ketiga adalah belajar lewat pengalaman. Maksudnya, perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata dari pada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Jika hanya menggunakan bahasa tanpa pengalaman sendiri, perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke verbalisme. Belajar verbal tidak menunjang kognitif anak. Oleh karena itu Piaget sependapat dengan prinsip pendidikan dari kongrit ke abstrak, dari khusus ke umum. Penerapan teori prinsip belajar Piaget yang ketiga tersebut dalam pembelajaran PBL pada penelitian ini adalah penyajian suatu masalah khusus untuk dipecahkan yang selanjutnya mendorong siswa untuk secara berkelompok melakukan investigasi, mengumpulkan dan mempelajari berbagai informasi umum agar dapat memecahkannya. Selanjutnya sebagai pertimbangan pembelajaran PBL dalam penelitian ini adalah subjek penelitiannya. Subyek penelitian pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP yang usianya antara 14-15 tahun. Berdasarkan tingkat perkembangan intelektual oleh Piaget, anak usia lebih dari 11 tahun berada pada tingkat perkembangan intelektual operasi formal Dahar, 2006: 136. Pada tingkat intelektual tersebut anak-anak mampu menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi yang lebih kompleks. Bisa berpikir secara abstrak, tidak perlu pertolongan benda atau peristiwa konkret. Namun, bisa jadi ada anak usia 14-15 tahun yang masih berada pada tingkat di menjadikan bawah tingkat operasi formal. Sehingga pada pembelajarannya masih memerlukan pertolongan benda atau peristiwa konkret. Pada penelitian ini tidak digunakan alat peraga, namun berbantuan lembar kerja siswa LKS dan lembar kerja siswa LTS. LKS yang digunakan disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa memiliki pengalaman siswa untuk menemukan konsep luas permukaan dan volume prisma serta limas dengan melakukan manipulasi simbolik. LTS-nya pun disusun terdiri dari soal- soal yang terkait dengan masalah dunia nyata, sehingga tidak terlalu abstrak bagi siswa. Diharapkan penggunaan LKS dan LTS dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran PBL.

2.1.6.4 Teori Van Hielle

Dokumen yang terkait

Pengaruh metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa

2 17 0

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING ( CPS ) BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII MATERI KUBUS DAN BALOK

4 17 221

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL TABA DENGAN STRATEGI CONCEPT MAPPING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KARAKTER SISWA KELAS VIII

66 247 322

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MODEL DESIGNED STUDENT CENTERED INSTRUCTIONAL TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI PESERTA DIDIK KELAS VIII MATERI LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI DATAR

1 25 255

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN DENGAN PERFORMANCE ASSESSMENT TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI LINGKARAN

2 68 200

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MODEL CORE DENGAN ASESMEN PROYEK TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MATERI GEOMETRI

1 35 323

Keefektifan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester II SMP N 1 Lebaksiu pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar.

0 2 88

Perbandingan Keefektifan Pembelajaran CTL dan Pembelajaran PBL Ditinjau dari Prestasi Belajar Bangun Ruang Sisi Datar, Kemampuan Berpikir Kritis, dan Kepercayaan Diri Siswa SMP Kelas VIII.

0 0 2

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN PROBLEM SOLVING AND REASONING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII SMPN

1 1 19

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 1 6