Kemampuan Problems Solving Kajian Teori

balok adalah prisma. Namun, kemampuan deduktif ini belum berkembang secara penuh. 4 Tahap deduksi Pada tingkat ini siswa sudah memahami peranan pengertian-pengertian pangkat, definisi-definisi, aksioma- aksioma, dan teorema-teorema pada geometri. Siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tingkat ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif- aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut. 5 Tahap akurasi Pada tahap ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika termasuk sistem-sistem geometri, tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pembelajaran yang dilaksanakan pada penelitian ini mengacu pada tahapan-tahapan tersebut. Pada penelitian ini subjek penelitian adalah anak SMP, sehingga tahap pembelajaran geometri siswa baru sampai tahap pengurutan deduksi informal. Selanjutnya siswa dituntun untuk menganalisis sifat dan bagian-bagian dari prisma dan limas. Sehingga soal-soal yang digunakan tidak ada jenis soal pembuktian formal.

2.1.7 Kemampuan Problems Solving

Perlu dipahami pengertian dari kemampuan dan problems solving untuk dapat memahami tentang kemampuan problems solving. Menurut Gagne, sebagaimana dikutip oleh Dahar 2006: 118, kemampuan adalah penampilan- penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008:979, “kemampuan” artinya kesanggupan kecakapan, berasal dari kata dasar “mampu”, yang artinya bisasanggup melakukan sesuatu. Keterampilan memiliki makna kecakapan untuk menyelesaikan tugas KBBI, 2008:1688. Berasal dari kata dasar “terampil” yang artinya mampu dan cekatan. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, jelas bahwa kemampuan hampir semakna dengan keterampilan, namun keterampilan memperhitungkan kecekatan yang berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Jadi, kemampuan adalah kecakapan kesanggupan menyelesaikan tugas yang dapat diamati sebagai hasil dari belajar. Sedangkan problems solving dalam bahasa Indonesia adalah pemecahan masalah, yang artinya adalah menemukan solusi atau penyelesaian dari suatu masalah. Romizowski sebagaimana dikutip Uno 2008: 199, mengelompokkan keterampilan menjadi empat jenis yakni, 1 keterampilan kognitif; 2 keterampilan reaktif; 3 keterampilan interaktif; 4 keterampilan psikomotorik. Menurut Hudojo 2005: 19 kemampuan dan keterampilan dalam ranah kognitif merupakan tingkat yang lebih tinggi dari sekadar ingat. Prosesnya melibatkan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Dari kedua pendapat tersebut jelas bahwa kemampuan problems solving adalah suatu keterampilan kognitif. Selain itu perlu dipertimbangkan pula pendapat Woolfolf [sic], sebagaimana dikutip Uno 2008: 134, bahwa “keterampilan pemecahan masalah problems solving adalah keterampilan seseorang siswa dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternatif penyelesaian, dan memilih pemecahan masalah yang paling efektif”. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan problems solving dalam pembelajaran matematika adalah hasil belajar berupa kesanggupan kecakapan untuk menemukan solusi dari suatu masalah dengan menggunakan kemampuan berpikirnya melalui pengumpulan fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternatif penyelesaian, dan memilih pemecahan masalah secara efektif. Selain itu, kemampuan problems solving merupakan suatu keterampilan intelektual dan keterampilan kognitif, sehingga kemampuan problems solving masuk ranah kognitif. Hasil belajar matematika diantaranya adalah kemampuan pemecahan masalah. Dalam bukunya How to Solve it, Polya menyatakan bahwa pemecahan masalah problem solving dapat diajarkan sebagai seni, tindakan penemuan, dan menguatkan matematika sebagai ilmu pengetahuan yang eksperimental dan induktif Kring, 2014. Polya juga menyatakan seseorang dikatakan mempunyai kemampuan problems solving jika a dapat memecahkan masalah non rutin, b dapat menyelesaikan masalah dengan berbagai cara, c dapat menyelesaikan dengan benar, dan d dapat mengkoneksikan dengan kehidupan sehari-hari. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan yang harus dimiliki siswa. Selain merupakan salah satu dari The Four Face of Mathematics menurut Devlin, sebagaimana dikutip oleh Asikin 2011: 8, pemecahan masalah memainkan peran penting dalam matematika dan seharusnya mempunyai peran utama di dalam pendidikan matematika dari siswa K-12 Dossey et al., 2008. Perlu dipahami pula bahwa pada hakekatnya siswa adalah bagian dari masyarakat yang dalam kehidupannya akan berhadapan dengan masalah-masalah yang harus diselesaikan dan pengambilan keputusan. Hudojo 2005: 152 menyatakan bahwa bila siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka siswa akan mampu untuk mengambil keputusan; termotivasi untuk mempelajari materi pelajaran; dan belajar bagaimana melakukan penemuan. Jelaslah bahwa mengajarkan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika sangat penting. Masalah yang harus diselesaikan oleh siswa dalam pembelajaran matematika biasanya dinyatakan dalam suatu pertanyaan yang disebut dengan soal. Namun, tidak semua soal dapat disebut sebagai suatu masalah. Suatu soal merupakan suatu masalah atau tidak bergantung kepada individu dan waktu. Hudojo 2005: 149 menyebutkan syarat suatu masalah bagi seorang siswa, yakni: 1 pertanyaan harus dapat dimengerti siswa, namun menantang bagi siswa untuk menjawabnya; 2 pertanyaan tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa, karena itu faktor waktu untuk menyelesaikan masalah jangan dipandang sebagai hal yang esensial. Terdapat dua jenis masalah di dalam matematika menurut Polya 1973, yakni: 1 masalah menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret; dan 2 masalah membuktikan. Polya menyatakan bahwa masalah menemukan lebih penting dalam matematika elementer. Jadi, kemampuan problems solving siswa akan diukur menggunakan tes tertulis berupa posttest di akhir pembelajaran yang berisi soal-soal tipe masalah untuk menemukan yang dikoneksikan dengan kehidupan sehari-hari. Pedoman penskoran yang digunakan mengacu pada langkah-langkah pemecahan masalah oleh Polya. Langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya 1973: 33 adalah sebagai berikut. 1 Understanding the problem memahami masalah, langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan dan menjawab pertanyaan berikut: a apakah yang tidak diketahui, keterangan apa yang diberikan, atau bagaimana keterangan soal?; b apakah keterangan yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan?; c apakah keterangan tersebut tidak cukup, atau keterangan itu berlebihan?; serta membuat gambar atau tulisan notasi yang sesuai. 2 Devising a plan merencanakan penyelesaian, langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan dan menjawab pertanyaan berikut: a pernahkah anda menemukan soal seperti ini sebelumnya, pernahkah ada soal yang serupa dalam bentuk lain; b rumus mana yang akan digunakan dalam masalah ini; c memperhatikan apa yang ditanyakan; d dapatkah hasil dan metode yang lalu digunakan disini. 3 Carying out the plan melaksanakan rencana penyelesaian, langkah ini menekankan pada pelaksanaan rencana penyelesaian yang meliputi: a memeriksa setiap langkah apakah sudah benar atau belum; b bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar; c melaksanakan perhitungan sesuai dengan rencana yang dibuat. 4 Looking back memeriksa kembali proses dan hasil merupakan bagian terakhir dari langkah Polya yang menekankan pada bagaimana cara memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh, pemeriksaan dapat dilakukan dengan a memeriksa sanggahannya; b mendapatkan jawaban itu dicari dengan cara lain; c menganalisa perlu tidaknya menyusun strategi baru yang lebih baik; d menuliskan jawaban dengan lebih baik.

2.1.8 Kemandirian Siswa

Dokumen yang terkait

Pengaruh metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa

2 17 0

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING ( CPS ) BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII MATERI KUBUS DAN BALOK

4 17 221

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL TABA DENGAN STRATEGI CONCEPT MAPPING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KARAKTER SISWA KELAS VIII

66 247 322

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MODEL DESIGNED STUDENT CENTERED INSTRUCTIONAL TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI PESERTA DIDIK KELAS VIII MATERI LUAS PERMUKAAN BANGUN RUANG SISI DATAR

1 25 255

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TIME TOKEN DENGAN PERFORMANCE ASSESSMENT TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI LINGKARAN

2 68 200

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MODEL CORE DENGAN ASESMEN PROYEK TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MATERI GEOMETRI

1 35 323

Keefektifan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII Semester II SMP N 1 Lebaksiu pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar.

0 2 88

Perbandingan Keefektifan Pembelajaran CTL dan Pembelajaran PBL Ditinjau dari Prestasi Belajar Bangun Ruang Sisi Datar, Kemampuan Berpikir Kritis, dan Kepercayaan Diri Siswa SMP Kelas VIII.

0 0 2

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION DAN PROBLEM SOLVING AND REASONING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII SMPN

1 1 19

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR - Repository Universitas Muhammadiyah Semarang

0 1 6