3.9.4 Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran merupakan peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang dinyatakan dalam indeks bilangan antara
0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan menunjukkan bahwa soal itu
terlalu sukar karena tidak ada satu pun siswa yang dapat menjawab benar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu mudah karena semua
siswa dapat menjawab dengan benar. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung tingkat kesukaran.
T n k Ke k r n R − r
Skor m k m m p o l Rata-rata yang dimaksud adalah rata-rata skor tiap butir soal. Dicari dengan
menggunakan rumus: R − r
J ml h kor w p d p o l j ml h pe er d d k
Selanjutnya indeks kesukaran berdasarkan hasil perhitungan dibandingkan dengan kriteria berikut:
0,00 – 30,00 : sukar
0,31 – 0,70 : sedang
0,71 – 1,00 : mudah
Arifin, 2012: 148. Pada penelitian ini, hasil analisis tingkat kesukaran tes hasil belajar dari 4
soal diperoleh satu soal dengan kriteria mudah, yakni soal no. 1, satu soal dengan kriteria sedang, yakni soal no. 3, dan dua soal dengan kriteria sukar, yakni no. 2
dan 4. Sedangkan pada tes kemampuan problems solving diperoleh tiga soal dengan kriteria sedang, yakni soal no. 1, 2, dan 3 dan tiga soal dengan kriteria
sukar, yakni 4, 5, dan 6.
3.9.5 Penentuan Instrumen Penelitian
Kriteria tes yang dipakai adalah tes yang valid dan reliabel. Kriteria butir soal yang dipakai adalah soal yang valid; mempunyai tingkat kesukaran mudah,
sedang, atau sukar; serta daya pembeda baik sekali, baik, cukup, dan kurang baik. Tes THB dan TKPS telah dinyatakan valid oleh validator dan reliabel berdasarkan
analisis hasil uji coba. Pada THB semua butir soal digunakan. Butir 3 dapat langsung digunakan.
Butir 1 telah memenuhi semua kriteria, validitas yang tinggi, daya pembeda cukup, tingkat kesukarannya mudah. Soal tersebut diperbaiki dengan menambah
kesulitan soal, diharapkan daya pembedanya akan lebih baik. Butir 2 dan 4 memenuhi kriteria valid, namun daya pembedanya kurang baik, dan tingkat
kesukarannya sukar. Dikarenakan belum ada indikator yang mewakili indikator yang diwakili oleh butir 2 dan 4, maka butir soal tersebut tetap digunakan. Butir 2
dan 4 diperbaiki dengan menurunkan tingkat kesukarannya. Pada TKPS yang digunakan butir 1, 3, 4, 5, dan 6. Butir soal yang dapat
langsung digunakan adalah butir 1 dan 3. Butir 2 tidak digunakan meskipun soal tersebut valid, dan kriterianya sedang dikarenakan daya pembedanya kurang baik.
Selain itu indikator yang diwakili butir 2, yakni menyelesaikan masalah terkait luas permukaan prisma diwakili pula oleh butir 1 yang memenuhi kriteria valid,
daya pembeda baik, dan tingkat kesukaran mudah. Sehingga soal butir 1 yang digunakan untuk mewakili kriteria tersebut. Pada saat mengerjakan tes dirasakan
waktu mengerjakan kurang sehingga jumlah butir soal harus dikurangi.
Butir 4, 5, telah memenuhi kriteria valid, namun daya pembedanya kurang baik dengan indeks daya pembeda sama, yakni 0,14. Daya pembeda soal
kurang baik dikarenakan tingkat kesukaran yang sangat sukar dengan indeks kesukaran 0,08 dan 0,05. Hal ini disebabkan oleh banyaknya siswa yang belum
menjawab butir no. 4, 5. Sebab siswa cenderung mengerjakan urut, meskipun guru sudah menginformasikan bahwa pengerjaan soal tidak harus urut. Alasan
lain dikarenakan waktu pengerjaan soal yang kurang. Mempertimbangkan penyebab rendahnya daya pembeda dan tingkat kesukaran, validitas soal yang
tinggi, dan indikator yang belum terwakili, maka peneliti tetap menggunakan butir 4 dan 5. Namun, butir 4 dan 5 diperbaiki dengan menurunkan tingkat
kesukarannya. Butir soal no. 6 telah valid dan memiliki daya pembeda yang baik,
namun soal masuk kategori sukar, guru memutuskan untuk memperbaiki soal tersebut agar tingkat kesukarannya menurun dikarenakan proporsi soal sukar
dalam tes lebih tinggi. Meskipun sebenarnya itu wajar, karena butir tes yang disusun adalah masalah baru yang belum pernah dihadapi siswa, ini untuk
memenuhi kriteria soal disebut sebagai masalah karena yang akan diukur adalah kemampuan problems solving siswa.
Instrumen tes yang telah diperbaiki hendaknya diujicobakan lagi, namun dikarenakan keterbatasan waktu penelitian uji coba tes kedua tidak dapat
dilakukan. Kisi-kisi, soal, dan pedoman penskoran THB hasil perbaikan dapat dilihat pada lampiran 47 sampai dengan 49. Kisi-kisi, soal, dan pedoman
penskoran TKPS hasil perbaikan dapat dilihat pada lampiran 50 sampai dengan 52.
Instrumen angket yang digunakan telah divalidasi oleh validator dan berdasarkan analisis hasil uji coba, angket kemandirian belajar memiliki
reliabilitas yang tinggi, yakni 0,89. Butir angket yang digunakan adalah butir angket yang memiliki validitas yang cukup, tinggi, dan sangat tinggi. Hasil uji
coba menunjukkan 27 butir yang valid, yakni butir 1, 3, 4, 5, 9, 10, 11, 16, 17, 20, 21, 22, 24, 26, 27, 29, 30, 32, 34, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 42, dan 43. Semua
indikator telah terwakili oleh butir-butir tersebut, sehingga 27 butir yang valid itulah yang digunakan. Kisi-kisi, angket, dan pedoman penskoran angket
kemandirian belajar hasil perbaikan dapat dilihat pada lampiran 53 sampai dengan 55.
3.10 Teknik Analisis Data
Analisis data terdiri dari analisis data awal dan analisis data akhir. Analisis data awal merupakan analisis sebelum diberikan perlakuan yang
bertujuan untuk mengetahui kondisi awal populasi apakah memenuhi syarat dilakukannya pengambilan sampel penelitian atau tidak. Berdasarkan pendapat
Arikunto 2006: 132 pengambilan sampel penelitian dapat dilakukan apabila keadaan subjek di dalam populasi benar-benar homogen. Sehingga pada data awal
dilakukan uji homogenitas. Sedangkan analisis data akhir adalah analisis data setelah diberi perlakuan yang bertujuan untuk mengetahui apakah hasilnya sesuai
dengan hipotesis yang diharapkan. Berikut ini dikemukakan teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data awal dan data akhir.