49
mereka yang berprofesi sebagai pegawai negeri baik guru maupun non guru. Tokoh masyarakat yang kebanyakan berasal dari pegawai negeri ataupun
pensiunan juga memiliki status yang baik di masyarakat, karena peranannya dalam masyarakat. Para tokoh masyarakat ini biasanya di tunjuk sebagai ketua
RT Rukun Tetangga, pengurus kelompok pengajian, pengurus lembaga yang ada di tingkat desa seperti LPMD Lembaga Pemeberdayaan Masyarakat Desa,
Badan Perwakilan Desa BPD, dan sebagainya. Sementara strata ketiga ditempati oleh pedagang, petani dan buruh. Gambaran stratifikasi sosial yang
ada di Desa Wonokromo dapat dilihat dalam Gambar 2 berikut ini:
Gambar. 2: Stratifikasi Sosial Masyarakat Desa Wonokromo
4.4.2. Kepemimpinan
Kepemimpinan yang ada di Desa Wonokromo terdiri atas pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal adalah Kepala Desa dan Kepala Dusun
dukuh yang dipilih oleh masyarakat melalui pemilihan yang diadakan setiap delapan tahun sekali. Dalam kehidupan sosial, fungsi kepemimpinan Kepala
Desa adalah pemimpin wilayah dan administratif. Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap Kepala Desa lebih rendah bila dibandingkan dengan
kepatuhan terhadap kepemimpinan informal. Oleh karena itu Kepala Desa sering meminta bantuan pemimpin informal kyai untuk mendukung program-program
pemerintah. Kepemimpinan informal merupakan pemimpin yang tidak diangkat melalui
prosedur pemilihan, melainkan pemimpin yang muncul secara alamiah di dalam masyarakat. Pemimpin informal muncul karena karisma yang dimiliki seseorang
Aparat Desa, PNS, dan Tokoh Masyarakat
Petani, Pedagang dan buruh Kyaipemuka agama
50
sehingga setiap anggota masyarakat menghormati dan mematuhi apa yang diucapkannya. Pemimpin informal yang ada di Desa Wonokromo adalah Kyai
yang sudah dianggap senior dalam masyarakat dan mempunyai pengalaman yang banyak dalam kehidupan. Pemimpin informal sering dijadikan rujukan oleh
anggota masyarakat, aparat desa, tokoh masyarakat bahkan masyarakat yang berada di luar desa.
4.5. Organisasi, Kelembagaan dan Adat Istiadat Lembaga yang ada di Desa Wonokromo meliputi lembaga yang bergerak
di bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, kesehatan keagamaan, dan kekerabatan. Lembaga yang bergerak di bidang pemerintahan adalah
Pemerintahan Desa, LPMD Lembaga Pemberdayaaan Masyarakat Desa, BPD Badan Perwakilan Desa, Pudusunanpedukuhan dan RT. Pemerintahan
Desa lebih berfungsi administratif seperti membayar pajak, pengurusan KTP, akte kelahirankematian, dan sebagainya. BPD merupakan lembaga yang
berperan sebagai pengontrol jalannya pemerintahan desa. LPMD merupakan lembaga yang berperan dalam upaya membangun desa dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pedusunan dan RT merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah desa yang mengatur kehidupan masyarakat dalam wilayah yang
lebih sempit. Namun demikian, dari keterangan beberapa tokoh masyarakat BPD dan LPMD masih kurang berfungsi dikarenakan kesibukan para pengurus dan
anggotanya yang sebagian besar berprofesi sebagai pegawai negeri. Bahkan dalam BPD sendiri tercipta dua kubu, yaitu yang pro Kepala Desa dan tidak
setuju dengan kebijakan Kepala Desa. Lembaga ekonomi yang ada di desa Wonokromo diantaranya adalah Bank
Pasar, KSM Kelompok Swadaya Masyarakat, BKM Badan Keswadayaan Masyarakat. Bank Pasar merupakan cabang dari Bank Pasar yang ada di
ibukota Kabupaten Bantul dan merupakan bank milik Pemerintah Kabupaten Bantul. Bank ini terletak di sudut perempatan Wonokromo dan bersebelahan
dengan Pasar Desa Wonokromo. KSM merupakan kelompok-kelompok usaha bentukan pemerintah yang menerima pinjaman kredit melalui Program P2KP.
Tiap-tiap KSM beranggotakan lima sampai 15 orang menerima dengan pinjaman berkisar antara lima juta sampai dengan 28 juta rupiah dengan jaminan kredit
51
sistem tanggung renteng. BKM merupakan lembaga yang diberi wewenang untuk mengelola dana Bantuan Langsung Masyarakat dalam program P2KP
Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan. Lembaga-lembaga yang bergerak dibidang pendidikan adalah tujuh buah
TK, tujuh buah SD, dua buah SLTP, dua buah SLTA, satu buah perpustakaan dan 15 buah pondok pesantren 15 buah serta satu buah Perguruan Tinggi
Swasta yang baru saja berdiri. Tersedianya berbagai sarana tersebut membuat masyarakat Desa Wonokromo tidak mengalami kendala untuk melanjutkan
pendidikan dan biaya pendidikannya relatif murah bila dibandingkan di kota. Bahkan, Pondok Pesantren tidak memungut biaya pendidikan sedikitpun bagi
masyarakat yang ingin menimba ilmu agama. Lembaga yang bergerak di bidang kesehatan adalah Puskesmas Pusat
Kesehatan Masyarakat yang letaknya sangat strategis dan mudah dijangkau dengan kendaraan pribadi atau angkutan umum karena terletak di pinggir jalan
raya. Ongkos berobat di Puskesmas sebesar tiga ribu rupiah perorang sudah termasuk biaya pendaftaran dan obat. Puskesmas ini setiap hari ramai dikunjungi
oleh masyarakat, meskipun di Desa Wonokromo ada dokter umum dan dokter gigi yang membuka praktek. Masayarakat Desa Wonokromo yang kebanyakan
berpenghasilan rendah lebih memilih berobat ke Puskesmas yang biayanya murah.
Lembaga keagamaan yang ada di desa Wonokromo adalah Takmir Masjid yang ada di setiap dusun. PRISMA Persatuan Remaja Islam Masjid dan PHBI
Persatuan Hari Besar Islam merupakan dua oraganisasi keagamaan yan ada di Dusun Wonokromo I dan II dan saling bekerja sama dalam meningkatkan
kegiatan keagamaan dalam masyarakat seperti mengaji, ibadah di bulan Ramadhan dan sebagainya.
Lembaga yang bergerak di bidang sosial adalah Yayasan Al-Ikhlas yang merupakan organisasi yang bertujuan memberi santunan kepada kepada
anggota masyarakat yang tidak mampu, fakir miskin dan anak yatim. Dana santunan diambilkan dari zakat malharta dan infaq yang dikeluarkan orang-
orang yang mampu. Lingkup kegiatan dari Yayasan Al Ikhlas masih di tingkat dusun, yaitu Dusun Wonokromo I dan II.
52
Selain lembaga-lembaga di atas, ada juga kelompok Karang Taruna, Dasa Wisma, dan PKK yang dibentuk oleh pemerintah desa. Pada prakteknya,
lembaga-lembaga ini kurang mempunyai fungsi di masyarakat. Petemuan rutin yang dilakukan digunakan sebagai sarana untuk arisan oleh warga masyarakat.
Lembaga sosial lain yang ada di Desa Wonokromo adalah Gotong Royong dan Kelompok Ronda. Meskipun tidak ada aturan tertulis, seti ap warga
masyarakat mematuhi norma-norma yang telah menjadi kesepakatan. Bila ada pembangunan sarana umum seperti pembuatan saluran air, pengerasan jalan,
masyarakat dengan sukarela secara gotong royong akan mengeluarkan tenaga dan biaya untuk membangun sarana tersebut. Disamping itu, bila ada salah
seorang anggota masyarakat yang mempunyai hajatan, tetangga-tetangga terdekatnya akan membantu hingga hajatan tersebut selesai dan tanpa
mengharap imbalan apapun. Begitu pula jika ada salah satu anggota masyara kat yang meninggal dunia, maka para tetangganya akan membantu wahli warisnya
untuk mengurus jenasah hingga penguburannya dan selamatan tujuh hari hingga seribu hari. Bahkan kain kafan dan dan perlengkapannya sudah tersedia
yang berasal dari uang kas RT. Gotong royong di masyarakat Desa Wonokromo tidak berlaku pada
pembangunan rumah yang sifatnya pribaditidak ada hubungan saudara atau pengerjaan sawah. Pembangunan rumah dilakukan dengan sistem upah yang
disesuaikan dengan standar upah yang berlaku. Begitu pula dengan pengerjaan sawah seperti mencangkul, membajak, menuai padi dikerjakan dengan sistem
upah. Selain upah, para tukang dan buruh mendapatkan makan, minum, dan rokok ala kadarnya. Frekuensi pemberian makan ini tergantung kemampuan dan
kerelaan yang membangun rumah dan pemilik sawah. Kelompok kekerabatan yang lain adalah kelompok ronda. Dalam satu RT
terdiri atas tujuh kelompok ronda sesuai dengan jumlah hari dalam satu minggu. Setiap anggota masyarakat bebas memilih kelompokhari sesuai
dengan jadwal kesibukannya. Kelompok Ronda ini bertujuan untuk menjaga keamanan lingkungan tempat tinggal masyarkat. Setiap anggota masyarakat
sudah bersepakat menyediakan uang minimal seratus rupiah per rumah setiap malam uang jimpitan untuk dikumpulkan para peronda yang sedang berkeliling.
53
Uang jimpitan ini dikumpulkan untuk membeli barang-barang yang menjadi kebutuhan masyarakat seperti tenda untuk hajatan, sound system dan
sebagainya. Kegiatan ronda ini berlaku di seluruh dusun di Desa Wonokromo dan pengaturannya pelaksanaannya di tiap RT. Tempat yang dijadikan Pos
Ronda bisa di gardu ronda atau di rumah penduduk yang diatur secara bergiliran. Kelembagaan sosial atau pranata sosial diartikan oleh Koentjaraningrat
sebagaimana dikutip oleh Nasdian dan Utomo 2004:6 sebagai suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi
kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Mengacu pada pengertian tersebut, terdapat berbagai kelembagaan atau pranata sosial
yang ada di Desa Wonokromo. Ada kesepakatan tidak tertulis di komunitas desa Wonokromo. Bila ada salah seorang anggota masyarakat di desa Wonokromo
mempunyai hajatan, maka dua atau tiga hari sebelum hajatan menikahkan anak atau sunatan, si empunya hajat mengirimkan nasi beserta sayur dan lauk pauk
ke tetangga-tetangganya atau sanak saudararelasi dekat meskipun tinggalnya cukup jauh. Para tetangga tersebut kemudian datang ke rumah orang yang
mempunyai hajatan untuk “menyumbang” uang yang jumlahnya disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat dan kedekatan hubungan dengan yang
mempunyai hajatan. Bila kebiasaan tersebut tidak dilaksanakan baik yang mempunyai hajatan maupun masyarakat di sekitar orang yang mempunyai
hajatan, maka orang tersebut akan dianggap sebagai ora lumrah wong tidak pantas sebagai anggota masyarakatasosial. Bagaimanapun caranya, setiap
anggota masyarakat akan berusaha melaksanakan kebiasaan tersebut, meskipun dengan cara mencari pinjaman uang. Kebiasaan ini cukup membebani
anggota masyarakat yang berpenghasilan rendah, apalagi pada bulan-bulan musim orang hajatan, seminggu bisa dua sampai empat kali “menyumbang”.
Jumlah uang sumbangan berkisar antara dua puluh hingga lima puluh ribu rupiah tergantung jauh dekatnya hubungan.
Sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Desa Wonokromo bahwa ahli waris dari orang yang telah meninggal dunia mengadakan pertemuan yang
dinamakan dengan tahlilan di rumah almarhumkeluarga almarhum yang bertujuan untuk mendoakan arwah orang yang telah meninggal dunia. Tahlilan
tersebut dilaksanakan pada hari ke tujuh, keempatpuluh, keseratus, setahun, dua
54
tahun dan seribu hari setelah almarhum meninggal dunia. Acara tahlilan dilaksanakan dengan mengundang sejumlah orang minimal satu RT untuk
membaca doa-doa dan ayat-ayat Al-Qur’an. Setelah acara selesai dan makan minum ala kadarnya, setiap orang yang datang dalam acara tersebut membawa
pulang satu besek kotak yang terbuat dari anyaman bambu yang berisi nasi beserta sayur dan lauk, satu kantong plastik beras kurang lebih setengah
kilogram, satu butir telur mentah, satu bungkus mi instan, satu bungkus teh dan gula pasir. Bila ada anggota masyarakat yang tidak melaksanakan kebiasaan
tersebut juga akan dianggap sebagai ora lumrah wong. Meski tidak ada sanksi nyata yang diberikan masyarakat bagi orang yang tidak melaksanakan kebiasaan
tersebut, si pelanggar akan merasa bersalah bila tidak melaksanakan adat istiadat tersebut.
Upacara selamatan lain yang ada di Desa Wonokromo. Upacara selamatan pada bulan ke tujuh kehamilan anak pertama diadakan dengan
mengundang tetangga dan sanak saudara untuk membaca doa bagi keselamatan janin yang sedang dikandung yang dilanjutkan dengan makan
mainum ala kadarnya dan setiap orang membawa satu besek berisi nasi dan makanan yang je nisnya telah ditentukan. Setelah bayi lahir diadakan lagi
upacara selamatan yang dinamakan puputan lepasnya tali pusar dan selapanan hari ke 35 setelah bayi lahir. Ajaran agama Islam untuk
melaksanakan aqiqah atau menyembelih kambing bagi mereka yang mampu biasanya disamakan waktunya dengan salah satu acara puputan atau
selapanan. Upacara selamatan juga dilakukan pada waktu selesai membangun
rumah. Upacara tersebut dilakukan di rumah yang baru di bangun dengan membaca doa-doa sesuai dengan agama Islam hampir seluruh penduduk Desa
Wonokromo beragama Islam yang diikuti dengan makan minum ala kadarnya dan pembagian besek kepada para hadirin.
Menjelang datangnya bulan Ramadhan, masyarakat Desa Wonokromo mempunyai kebiasaan mengadakan ruwahannyadran dilaksanakan pada bulan
Ruwah dalam perhitungan Jawa. Dalam ruwahan tersebut setiap rumahKepala Keluarga membawa satu besek berisi nasi dan lauk pauk dan ketidak
55
ketinggalan nasi ketan, kolak dan kue apem ke masjid untuk mendoakan leluhur dan keluarga yang sudah meninggal. Setelah pembacaan doa selesai dan
minum dan makan makanan kecil yang sudah disediakan takmir masjid, mereka pulang ke rumah masing-masing dengan membawa besek yang mereka bawa
tadi ke rumah masing-masing untuk dimakan sekeluarga. Kebiasa an lain yang ada di desa Wonokromo adalah mengunjungi
tetangga dan kerabat yang dianggap lebih tuadituakan pada Hari Raya Idul Fitri untuk meminta maaf dan bersilaturahmi, setelah melaksanakan Sholat ‘Id di
masjid atau lapangan. Kebiasaan tersebut berlangsung selama satu minggu. Upacara adat yang ada di Desa Wonokromo adalah Rebo Pungkasan.
Upacara ini dilaksanakan setahun sekali , yaitu pada hari Selasa malam Rabu terakhir bulan Sapar dalam penanggalan jawa jam 20.00 hingga selesai.
Upacara ini sudah berlangsung secara turun temurun dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul berusaha melestarikan acara tersebut sebagai aset pariwisata.
Seminggu sebelum pelaksanaan upacara tersebut di adakan pasar malam di lapangan Desa Wonokromo dan festival Hadroh salah satu jenis kesenian Islam
se Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Acara pasar malam dan festival Hadroh ditutup dengan pengajian akbar pada malam Selasa di halaman
Balai Desa Wonokromo. Pada hari Selasa malam Rabu diadakan arak-arakan Lemper Raksasa “Boga Wiwaha” dan “Gunungan” yang merupakan hasil bumi
Desa Wonokromo. Di belakangnya, ada beberapa kelompok kesenian setempat yang ikut memeriahkan upacara tersebut seperti Slawatan Montro, slawatan
Rodat dan sebagainya. Pengiring dan pembawa lemper raksasa terdiri atas satu orang Manggala, 43 orang prajurit Keraton Yogyakarta dan sembilan orang
penabuh musik serta kelompok kesenian setempat yang berjumlah kurang lebih 90 orang.
Sudah menjadi kebiasaan dan tradisi pada masyarakat Desa Wonokromo bahwa bukanlah hal yang tabu jika anak yang sudah menikah dan mempunyai
anak masih tinggal bersama orang tuanya, hingga anak tersebut mampu membangun rumah sendiri dan tinggal terpisah dengan orang tuanya. Lokasi
membangun rumahpun masih dekat dengan rumah orang tuanya karena tanahnya merupakan tanah warisan orang tuanya. Jarang sekali dan hampir
56
tidak ada anak yang sudah menikah langsung tinggal terpisah dengan orang tua atau mertuanya. Oleh karena itu, dalam satu rumah bisa dihuni oleh beberapa
Kepala Keluarga dan mereka hidup dengan rukun dan saling membantu sama lain.
Pola pengasuhan yang ada pada masyarakat Desa Wonokromo adalah masih menganut sistem keluarga batih. Hal ini dikarenakan sebagian besar
rumah masih dihuni oleh beberapa keluarga inti. Sehingga kakek, nenek, bibi dan paman masih berperan dalam pengasuhan anak disamping orang tua dari anak
sendiri.
4.6. Sumber Daya Lokal