32
Tabel .1: Pedoman Pengambilan Data Lapangan
Data Kajian Aspek
Sumber Data Metode
Peta Sosial Desa Wonokromo
Lokasi Kependudukan
Struktur Komunitas Organisasi dan
Kelembagaan Sumber Daya Lokal
Masalah Sosial Data Desa, tokoh
masyarakat, aparat Desa, anggota
masyarakat Studi
dokumentasi, observasi, dan
wawancara mendalam
dengan kasus dan informan kunci
Tinjauan terhadap Program P2KP
Deskripsi Kegiatan Pengembangan Ekonomi
Lokal Pengembangan Modal
Sosial dan Gerakan Sosial
Kebijakan dan Perencanaan Sosial
Laporan kegiatan, Juknis dan Juklak
P2KP, aparat desa, tokoh masyarakat,
pengurus BKM, anggota KSM,
Bappeda Badan Perencana
Pembangunan Daerah Kabupaten
Bantul Studi
dokumentasi, observasi,
wawancara mendalam
dengan kasus dan informan kunci
Kapasitas kelembagaan KSM
• Tujuan dan harapan
kelompok •
Struktur kelompok •
Norma kelompok •
Manajemen kelompok
• Manajemen
keuangan •
Pembelajaran •
Pengadaan sarana kelompok
• Jaringan
Anggota kelompok Wawancara
mendalam dengan kasus dan
informan kunci, laporan kegiatan,
FGD Focused Group Discussion
Penyusunan program pengembangan
kapasitas kelembagaan KSM
• Tujuan dan harapan
kelompok •
Struktur kelompok •
Norma kelompok •
Manajemen kelompok
• Manajemen
keuangan •
Pembelajaran •
Pengadaan sarana kelompok
• Jaringan
Anggota kelompok, aparat Desa
Wonokromo dan Pengurus BKM
FGD Focused Group Discussion
3.3. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh melalui kajian ini merupakan data kualitatif dan dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah upaya yang berlanjut,
berulang dan terus menerus Sitorus dan Agusta, 2004:26. Analisis data kualitatif meliputi tiga jalur, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sitorus dan Agusta, 2004:26. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan,
33
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan akhir
dapat diambil. Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penarikan kesimpulan juga mencakup verifikasi atas kesimpulan. Kesimpulan- kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara: 1 memikir
ulang selama penulisan, 2 tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, 3 peninjauan kembali dan tukar pikiran antar tema n sejawat untuk
mengembangkan “kesepakatan intersubyektif”, dan 4 upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain.
Ketiga kegiatan analisis reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dilakukan merupakan proses siklus dan interaktif.
3.4. Cara Penyusunan Program
Penyusunan program pengembangan kapasitas kelembagaan KSM dilakukan dengan Focused Group Discussion FGD. FGD merupakan proses
pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok Sumarjo dan Saharudin, 2005:41. FGD pada
dasarnya adalah wawancara kelompok yang dipandu oleh seorang moderator, berdasarkan topik diskusi yang merupakan permasalahan penelitian. FGD lebih
ditujukan untuk mencari masukan mengenai suatu masalah tanpa berniat untuk mengambil keputusan mengenai langkah-langkah penyelesaiannya.
Alasan pemakaian FGD adalah 1 adanya keyakinan bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami dengan metode survei atau wawancara individu, 2
untuk memperoleh data kualitatif yang bermutu dalam waktu relatif singkat, 3 sebagai metode yang dirasa cocok untuk permasalahan yang bersifat sangat
lokal dan spesifik. Adapun alasan praktis penggunaan FGD adalah semua peserta memiliki kesempatan untuk dapat berbagi pengalaman, pendapat atau
ide, sehingga mudah menelusuri mengapa orang berpikir dan bersikap tertentu. Disamping itu FGD sangat kondusif untuk kegiatan penelitian di pedesaan
dengan kebudayaannya yang menghargai kebersamaan yang terwujud dalam kegiatan ritual desa, kerja bakti dan gotong royong Sumarjo, 2005:43.
34
3.5.Refleksi Penerapan Metodologi Penelitian
Kajian ini bersifat kualitatif dan data diambil dengan metode non survei. Untuk memperoleh data kualitatif yang akurat diperlukan kesabaran, dilakukan
secara terus menerus dan berulang-ulang untuk mengecek kebenaran. Namun demikian, waktu yang digunakan dalam pengambilan data sejak dari Praktek
Lapangan I, Praktek Lapangan II dan penyusunan kajian dirasakan sangat kurang. Untuk mengatasinya pengkaji meminta bantuan seorang rekan untuk
melakukan analisis data yang telah diperoleh pengkaji di lapangan. Hal ini disebabkan karena setiap hari pengkaji harus menemui para informan kunci dan
mencari data sekunder untuk memperoleh data yang diperlukan. Di tengah keterbatasan waktu, pengkaji telah berusaha secara maksimal untuk
memperoleh data yang akurat. Berikut ini akan diuraikan refleksi penerapan metodologi penelitian pada masing-masing jenis data berdasarkan tujuan
penelitian. 1. Peta Sosial Desa Wonokromo
Pengambilan data tentang peta sosial masyarakat Desa Wonokromo meliputi lokasi, kependudukan, struktur komunitas, organisasi dan kelembagaan,
sumber daya lokal dan masalah sosial. Pengambilan data -data tersebut dimulai pada praktek lapangan I yang dilakukan pada bulan Nopember 2004 dan
dilengkapi pada Praktek Lapangan II. Yang menjadi nara sumber dari data primer adalah aparat pemerintahan Desa Wonokromo, tokoh masyarakat dan
anggota masyarakat. Adapun pengambilan data primer dilakukan de ngan wawancara mendalam sementara data sekunder diperoleh melalui Data Desa
dan Monografi Desa. Kesulitan yang dihadapi dalam pengambilan data adalah pelaksanaan
Praktek Lapangan I yang bersamaan waktunya Hari Raya Idul Fitri dan waktu yang sangat kurang sekitar dua minggu yang dikurangi dengan libur hari raya.
Di samping itu, kesulitan juga dialami dalam memperoleh informasi tentang struktur komunitas karena harus menterjemahkan bahasa akedemis ke dalam
bahasa yang mudah dimengerti oleh sumber informasi
35
Yang menjadi informan kunci dalam pengambilan data tentang peta sosial Desa Wonokromo adalah Kepala Desa, Sekretaris Desa, beberapa aparat Desa
Wonokromo, tokoh masyarakat dan beberapa anggota masyarakat yang dianggap mengetahui banyak tentang Desa Wonokromo. Kesulitan tidak dialami
ketika melakukan wawancara mendalam karena para informan kunci cukup ramah dan terbuka kepada pengkaji. Namun demikian, pengkaji harus dengan
sabar mendengarkan cerita para informan kunci, karena mereka bisa bercerita sampai dua jam lebih. Untuk mempermudah pengambilan data melalui
wawancara, pengkaji menggunakan panduan wawancara dan bantuan tape recorder. Hasil rekaman kemudian dimasukkan dalam catatan harian. Catatan
harian kemudian dianalisis melalui reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
2. Tinjauan terhadap P2KP Data primer tentang program P2KP diperoleh melalui wawancara
mendalam dengan aparat Desa Wonkromo, pengurus BKM Badan Keswadayaan Masyarakat, anggota KSM Kelompok Swadaya Masyarakat,
tokoh masyarakat, Fasilitator Kelurahan, PJOK Penanggung Jawab Operasional Kegiatan dan staf Bappeda Badan Perencana Pembangunan Daerah
Kabupaten Bantul. Adapun data sekunder diperoleh dari laporan kegiatan P2KP di tingkat desa dan kabupaten.
Pengambilan data tentang P2KP dilaksanakan pada waktu Praktek Lapangan II yang dilaksanakan pada tanggal 28 Februari sampai dengan 5
Maret 2005 dan dilengkapi pada waktu Praktek Lapangan III. Kesulitan juga dialami dalam pelaksanaan Praktek Lapangan II karena waktu yang dijadwalkan
sangat singkat dua minggu, sementara data yang harus diperoleh cukup banyak. Untuk menemui para anggota KSM satu persatu tidak dimungkinkan
karena keterbatasan waktu. Untuk mengatasinya pengkaji datang ke kantor BKM yang buka tiga kali dalam sebulan dan menunggu para anggota KSM biasanya
ketua KSM ketika membayar angsuran pinjaman P2KP untuk diwawancarai. Sementara untuk menemui pengurus BKM tidak mengalami kesulitan karena
mereka siap memberi informasi kapan saja, termasuk di rumah. Fasilitator Kelurahan juga sulit ditemui karena hanya beberapa kali datang ke kantor BKM,
36
sehingga harus membuat perjanjian terlebih dulu sebelum mengadakan wawancara. Wawancara dengan staf Bappeda Badan Perencana
Pembangunan Daerah juga tidak mengalami kesulitan karena mereka cukup terbuka dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan. Informasi tentang
P2KP yang diperoleh dari aparat Desa Wonokromo hanya sedikit, hal ini dikarenakan keterlibatan mereka dalam pelaksanaan P2KP hanya pada waktu
sosialisasi saja. 3. Profil dan Kapasitas KSM
Pengambilan data tentang profil KSM dan kapasitas kelembagaan KSM dilaksanakan pada waktu Praktek Lapangan III yang berlangsung pada
pertengahan bulan Juli hingga awal bulan September 2005. Data diperoleh melalui FGD dan wawancara mendalam dengan anggota KSM. FGD dilakukan
dengan dua KSM yaitu KSM Maju Lancar pada tanggal 15 Juli 2005 dan KSM Teratai pada tanggal 10 Juli 2005. Di samping itu, FGD juga bertujuan untuk
mengetahui permasalahan baik di tingkat kelompok maupun di tingkat individu anggota KSM. Setelah dilakukan FGD dilakukan wawancara mendalam dengan
beberapa anggota KSM dengan tujuan menggali permasalahan yang dihadapi anggota KSM dalam menjalankan usahanya.
Ketika diadakan FGD pertama kali, pengkaji terlebih dulu menyampaikan informasi tentang maksud dan tujuan dilakukannya FGD. Pengkaji juga
menyampaikan selamat atas kelancaran pembayaran angsuran pinjaman para anggota KSM. Selama ini para anggota KSM beranggapan bahwa fungsi KSM
hanya sebagai sarana untuk memperoleh pinjaman. Oleh karena itu pengkaji menyampaikan informasi bahwa tujuan pembentukan KSM tidak hanya sebagai
sarana memperoleh pinjaman P2KP tetapi juga dapat dijadikan sarana untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan, saling membantu mengatasi
permasalahan dalam menjalankan usaha, dan sebagainya. Alasan mengapa dipilih KSM Maju Lancar dan KSM Teratai adalah
pengkaji ingin membandingkan kapasitas kelembagaan kedua KSM karena kedua KSM memiliki beberapa perbedaan dalam hal: 1 sebagian besar anggota
KSM Maju Lancar adalah laki-laki sementara semua anggota KSM Teratai terdiri
37
atas perempuan, 2 semua anggota KSM Maju Lancar bergerak di sektor perdagangan sementara sebagian besar anggota KSM bergerak di sektor
industri rumah tangga, dan 3 KSM Maju Lancar sudah mengadakan pertemuan rutin dan KSM Teratai belum pernah mengadakan pertemuan rutin.
Aspek yang digali dari kapasitas kelembagaan KSM meliputi delapan aspek, yaitu tujuan dan harapan kelompok, struktur kelompok, norma kelompok,
manajemen kelompok, manajemen keuangan kelompok, pengadaan sarana kelompok dan jaringankerjasama. Wawancara mendalam dilakukan dengan
tujuan untuk mencocokkan data yang diperoleh melalui FGD dengan data yang diperoleh melalui wawancara secara individual. Wawancara mendalam juga
bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi anggota KSM berkaitan dengan usaha ekonomi produktif yang dimiliki.
FGD dengan KSM Teratai tidak mengalami kendala yang berarti karena hampir semua anggota perempuan semua ikut berpartisipasi dalam proses
diskusi. Mereka dengan lancar mengemukakan permasalahan yang mereka hadapi dan berusaha mencari solusinya. Hanya ada seorang anggota yang
usianya paling tua di antara anggota yang lain yang kurang berpartisipasi dalam diskusi. Untu k mengatasi hal ini pengkaji beberapa kali meminta anggota KSM
tersebut untuk mengemukakan pendapat dalam diskusi. FGD dengan KSM Maju Lancar yang mayoritas anggotanya laki-laki
berjalan cukup lancar. Namun demikian, anggota perempuan sebanyak tiga orang kurang berpartisipasi dalam diskusi. Oleh karena itu pengkaji berusaha
memberi dukungan kepada mereka untuk berbicara. Yang menjadi moderator dalam diskusi dengan KSM Maju Lancar adalah rekan laki-laki pengkaji karena
sebagian besar anggota KSM adalah laki-laki. Hal ini dilakukan dalam rangka menyesuaikan diri dengan budaya Desa Wonokromo dimana peran laki -laki lebih
dominan dibandingkan dengan perempuan. 4. Penyusunan Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan KSM
Penyusunan program pengembangan kapasitas kelembagaan dilakukan bersama -sama dengan anggota kedua KSM dengan cara FGD dan mengundang
aparat desa dan pengurus BKM. FGD dengan KSM Teratai dilakukan pada
38
tanggal 17 Juli 2005 dan FGD dengan KSM Maju Lancar dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2005. FGD diawali dengan pemaparan oleh pengkaji tentang hasil
pertemuan sebelumnya mengenai kapasitas kelembagaan KSM dan permasalahan yang dihadapi para anggota KSM baik di tingkat kelompok
maupun tingkat individu. Hal ini bertujuan untuk mengklarifikasi apakah kesimpulan yang dibuat oleh pengkaji sesuai dengan yang
keadaanpermasalahan yang dihadapai para angggota KSM. Setelah itu para anggota KSM diminta pendapatnya untuk ikut mencari solusi tentang
permasalahan yang ada. Menumbuhkan partisipasi anggota KSM untuk ikut serta dalam
memecahkan masalah yang mereka hadapi bukan merupakan hal yang mudah. Karena mereka belum terbiasa dalam diskusi kelompok. Di samping itu, tingkat
pendidikan juga berpengaruh. Anggota KSM yang tingkat pendidikannya SLTP ke bawah cenderung kurang berpartisipasi dalam diskusi. Untuk mengantisipasi
hal ini, pengkaji berusaha memberi dukungan semaksimal mungkin agar mereka ikut memikirkan dan mencari solusi permasalahan yang mereka hadapi.
39
BAB IV PETA SOSIAL MASYARAKAT