Analisis terhadap Permasalahan yang dihadapi KSM di Tingkat Analisis Permasalahan di Tingkat Individu Anggota KSM

102

6.4. Analisis terhadap Permasalahan yang dihadapi KSM di Tingkat

Kelompok Setelah diadakan analisis terhadap kapasitas kelompok yang meliputi delapan aspek, yaitu tujuan dan harapan kelompok, struktur kelompok, norma kelompok, manajemen kelompok, manajemen keuangan kelompok, kerjasamajejaring, pembelajaran dan pengadaan fasilitas kelompok maka dapat diambil kesimpulan bahwa kedua KSM mempunyai sejumlah permasalahan yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel.17: Permasalahan yang dihadapi KSM Maju Lancar dan KSM Teratai Saat ini ditingkat kelompok No. Kelompok Swadaya Masyarakat Aspek kapasitas Kelembagaan Permasalahan 1. Maju Lancar Tujuan dan harapan kelompok Norma kelompok Kerjasama Pembelajaran Tujuan dan harapan kelompok masih terbatas pada keinginan untuk memperoleh pinjaman P2KP. Belum ada norma tertulis dan norma yang ada belum diberlakukan secara tegas. Belum ada kerjasama antar anggota dalam menjalankan usaha dan belum ada kerjasama dengan KSMlembaga lain Belum ada proses pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan anggota. 2. KSM Teratai Tujuan dan harapan kelompok Struktur kelompok Norma kelompok Manajemen keuangan kelompok Pembelajaran Kerjasamajejaring Tujuan dan harapan kelompok masih terbatas pada keinginan untuk memperoleh pinjaman P2KP Belum ada pertemuan rutin Belum ada norma tertulis. Dana kelompok sudah ada, namun belum dikelola dengan baik. Belum ada proses pembelajaran dalam kelompok. Belum ada kerjasama antar anggota dalam menjalankan usaha dan belum ada kerjasama dengan KSM lembaga lain. Sumber: Hasil FGD dan wawancara mendalam dengan KSM Maju Lancar dan KSM Teratai 103

6.5. Analisis Permasalahan di Tingkat Individu Anggota KSM

1. KSM Maju Lancar Analisis terhadap permasalahan anggota KSM yang berkaitan dengan usaha yang mereka jalankan perlu dilakukan mengingat sebagian besar dari usaha anggota KSM belum mengalami kemajuan dan boleh dikatakan mengalami stagnasi meskipun mereka telah memperoleh pinjaman modal dari P2KP. Hal tersebut nampak dari jumlah dan jenis dagangan yang tidak bertambah dari tahun ke tahun. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu Rbd, seorang pemilik warung sembako berikut ini: “Kulo mande sembako kados ngaten sampun gangsal tahun kepengker, sakderengipun kulo mande sekul rames, nanging lajeng mandeg amar gi kulo sayah sanget. Kawit riyin dagangan kulo nggih namung sementen niki, mboten nate tambah, amargi batihnipun kangge urip sabendintenipun” Saya jualan sembako seperti ini sudah mulai lima tahun yang lalu, sebelumnya saya jualan nasi rames, tetapi kemudian berhenti karena saya capai sekali. Dari dulu dagangan saya yang seperti ini, tidak pernah tambah, karena untungnya untuk hidup sehari-hari. Penghasilan mereka rata-rata lima belas hingga dua puluh lima ribu perhari, namun dengan penghasilan tersebut mereka berusaha agar dapat memenuhi kehidupan sehari-hari, kehidupan sosial menengok orang sakit, takziah, mengadiri orang hajatan dan membiayai pendidikan anak. Hal ini dimungkinkan karena biaya hidup di desa yang masih murah dan pola hidup sederhana yang mereka terapkan. Sebagai contoh, belum tentu setahun sekali membeli pakaian dan pola dan jenis makanan yang mereka konsumsi sangat sederhana. Keinginan untuk meningkatkan skala usaha bukan tidak dimiliki para anggota KSM. Mereka senantiasa ingin meningkatkan usaha mereka, mengingat biaya hidup yang semakin tinggi. Motivasi yang kurang dan keterbatasan modal menjadi kendala utama mereka yang bergerak di sektor perdagangan dalam usaha meningkatkan skala usaha, karena keuntungan yang mereka peroleh habis untuk membiayai hidup sehari-hari dan tidak sempat ditabung untuk menambah modal usaha. Meskipun mereka memperoleh pinjaman modal dari P2KP, mereka harus menyisihkan sebagian keuntungan untuk membayar angsuran tiap bulannya. Dengan demikian pinjaman modal yang diperoleh dari P2KP hanya “sebentar” berada di tangan anggota KSM karena dalam waktu 104 setahun harus lunas. Seperti yang dituturkan oleh Ibu Rby seorang pedagang warung kelontong berikut ini: “Kulo pikantuk sambetan saking P2KP Rp 750.000,-, kulo ginakaken kangge kulakan rokok namung angsal sekedik. Dereng ngantos ngembangaken modal meniko, kulo kedah nyisihaken kangge angsuran saben wulanipun” Saya mendapat pinjaman dari P2KP Rp 750.000,-, saya gunakan untuk belanja rokok cuma mendapat sedikit. Belum sempat mengembangkan modal tersebut, saya harus menyisihkan untuk angsuran tiap bulannya. Namun demikian pinjaman, dari P2KP cukup memberikan manfaat yang bagi mereka yang bergerak di sektor perdagangan. Hal ini dikarenakan setelah menerima pinjaman dari P2KP dagangan di warung mereka kelihatan agak penuh dibandingkan sebelum mendapat pinjaman. Hal ini diakui oleh Ibu Atik seorang pemilik warung kelontong: “Kulo remen menawi bibar nampi sambetan saking P2KP, amargi warung kulo ketingal ragi kebak daganganipun, dados mboten nyeliki tiyang blonjo” Saya senang kalau habis menerima pinjaman dari P2KP, kerena warung saya kelihatan agak penuh dagangannya, jadi tidak mengecewakan orang belanja. Bagi mereka yang bergerak disektor perdagangan yang membutuhkan modal agak besar seperti dagang Aqua, LPG, wartel, dan material, pinjaman dari P2KP dirasakan sangat kurang. Seperti yang dituturkan oleh Bp. Zn seorang pedagang LPG berikut ini: “Kulo pikantuk potangan saking P2KP tigang yuto, dipun cicil tigang atus saben wulanipun. Arto tigang yuto kirang sanget kagem paitan sadeyan gas, amargi regi tabungipun sampun awis” Saya mendapat pinjaman dari P2KP tiga juta, diangsur tiga ratus tiap bulannya. Uang tiga juta sangat kurang untuk modal jualan LPG, karena harga tabungnya sudah mahal. Sebagian anggota KSM Maju Lancar yang sudah memiliki tempatkioswarung untuk berjualan ini tidak berani untuk meminjam ke bank karena harus menyediakan agunan dan ketakutan akan kehilangan harta yang diagunkan apabila tidak dapat membayar angsuran. Bagi mereka, pinjaman dari P2KP merupakan alternatif terbaik meskipun jumlah pinjaman yang mereka peroleh relatif kecil. 105 Usaha yang dijalankan para anggota KSM selama ini berlangsung secara alamiah, yaitu hanya mengandalkan naluri dan pengalaman semata. Pembukuan dan catatan tidak pernah mereka lakukan kecuali anggota yang mempunyai usaha kreditan. Dengan demikian mereka tidak mengetahui secara pasti penghasilan atau keuntungan setiap hari atau setiap bulannya. Yang mereka ketahui hanyalah berapa jumlah uang yang mereka terima dalam satu hari dari usaha dagang yang mereka lakukan yang terdiri atasa modal dan keuntungan. Begitu memperoleh uang dari hasil penjualan, kemudian dibelanjakan untuk berjualan lagi. Begitu seterusnya, dan hal ini telah berlangsung sekian tahun. Pengeluaran untuk kehidupan sehari-hari mereka ambil dari uang yang diperoleh dari berjualan atau menjual hasil kerajinan. Mereka tidak pernah mengetahui apakah pengeluaran melebihi atau lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh. Seperti yang dikemukakan Ibu Rbd seorang pemilik warung kelontong: “Kulo mboten nate nyatet menopo ingkang kulo sade lan ingkang kulo kulakaken. Arto ingkang wonten kulo kilakaken barang-barang ingkang sampun telas. Kagem urip sabendintenipun mendet saking warung, nyangoni lare lan mbayar sekolah ugi mendet arto saking warung. Sedanden mboten nate kulo catet, mangkeh malah ndamel tambah mumet” Saya nggak pernah mencatat apa yang saya jual dan yang saya belanjakan. Uang yang ada saya belanjakan barang-barang yang sudah habis. Untuk hidup setiap harinya ambil dari warung, memberi uang saku dan membayar sekolah juga mengambil uang dari warung. Semua nggak pernah saya catat, nanti malah bikin pusing. Aspek perencanaan belum nampak pada kegiatan usaha yang dijalankan para anggota. Usaha dagang yang mereka jalankan dan bermodal kecil berjalan seadanya dan belum ada motivasi dari para anggota untuk meningkatkannya. Mereka menyadari semakin ketatnya persaingan, karena semakin banyak orang lain yang menjual dagangan sejenis. Seperti dituturkan Bu Rbd, seorang pemilik warung kelontong berikut ini: “Sakmeniko teng pundi-pundi wonten warung, nanging kulo mboten kuwatir, amargi pun gadhah langganan. Tanggi -tanggi remen blonjo panggenan kulo, amargi saget diutang lan sak wayah-wayah saget blonjo. Kulo mboten ngoyo, sak tekanipun mawon amargi rejeki sampun wonten ingkang ngatur”. Sekarang di mana-mana ada warung, tetapi saya tidak khawatir karena sudah punya langganan.Para tetangga senang belanja di tempat saya karena boleh hutang dan belanja sewaktu- waktu. Saya tidak berambisi, karena rejeki sudah ada yang mengatur 106 Dengan demikian permasalahan yang dihadapi para anggota KSM yang berkaitan dengan usaha yang mereka jalankan adalah 1 kurangnya modal menjadi kendala utama dalam upaya meningkatkan skala usaha, 2 kemampuan manajemen dan perencanaan usaha masih rendah, dan 3 motivasi untuk meningkatkan skala usaha masih rendah. 2. KSM Teratai Hampir semua anggota KSM Teratai memiliki usaha kerajinan dan industri, kecuali dua orang yang memiliki usaha warung kelontong dan jualan makanan di pasar. Dari hasil FGD dan wawancara, diketahui bahwa sebagian besar anggota, terutama mereka yang memiliki usaha kerajinan peci rajut 4 orang mengalami kendala pemasaran dalam menjual hasil produksinya. Hal ini dikarenakan adanya persaingan yang dirasakan para anggota KSM, baik yang bergerak di sektor perdagangan maupun industri rumah tangga. Semakin banyaknya saingan tesebut menimbulkan kesulitan untuk menjual dagangan ataupun memasarkan produk kerajinan. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu Ttk, seorang pengrajin peci rajut berikut ini: “Sakniki wonten pundi-pundi kathah tiyang ingkang ndamel peci lan ingkang gadah modal kathah wantun nyade mirah. Sakniki nyade peci rekaos lan mirah sanget mboten kados riyin, saget pajeng slangkung setunggalipun, sakniki paling awis namung pajeng gangsal welas Sekarang di mana-mana banyak orang yang membuat peci dan yang mempunyai modal besar berani menjual murah. Sekarang menjual peci susah dan murah sekali, tidak seperti dulu, satu peci bisa laku dua puluh lima ribu, sekarang paling banyak hanya laku lima belas ribu. Menghadapi persaingan yang semakin tinggi banyak anggota KSM yang bergerak pada industri rumah tangga yang ingin mengembangkan usaha dengan jenis produksi yang lain. Untuk itu mereka merasa perlu untuk memperoleh keterampilan baru untuk mendukung usaha tersebut. Namun untuk mengikuti kursus pendidikan keterampilan mereka tidak memiliki biaya. Seperti yang dikemukakan oleh Ibu St seorang pengrajin bordir dan peci rajut berikut ini: “Sabendinten kulo ndamel bordir utawi peci rajut, namung bathinipun sekedik sanget. Sedintenipun namung pikantuk kirang langkung sedoso ewu. Kulo pengin nggadhahi keterampilan sanes, supados saget nambah blonjo sabendintenipun. Nanging menawi badhe tumut kursus ragatipun awis lan repot amargi taksih gadhah lare alit” Setiap hari saya membuat bordir atau peci rajut, 107 tetapi keuntungannya sedikit sekali. Seharinya hanya dapat kurang lebih sepuluh ribu. Saya ingin memiliki keterampilan lain, agar dapat menambah uang belanja setiap hari. Tetapi kalau ikut kursus biayanya mahal dan repot karena masih mempunyai anak kecil. Kendala lain yang dihadapi anggota KSM Teratai adalah masalah permodalan. Anggota yang memiliki usaha pembuatan batu-bata dan material memerlukan modal dana yang cukup besar untuk menjalankan usahanya. Selama ini pinjaman yang diperoleh dari P2KP yang berkisar antara satu hingga dua setengah juta rupiah dirasakan masih sangat kurang. Dari delapan anggota KSM Teratai, hanya satu orang yang mempunyai akses ke perbankan, yaitu anggota yang memiliki usaha batu-bata karena suaminya seorang anggota Polri yang bisa meminjam ke BRI tanpa menggunakan jaminan. Anggota KSM yang memiliki usaha kerajinan, dagang, dan industri material tidak memiliki akses ke perbankan dikarenakan penghasilan yang tidak tetap dan tidak mempunyai barang berharga yang dapat digunakan untuk jaminan. Bagi mereka, pinjaman dari P2KP marupakan andalan utama. Manajemen yang dilakukan anggota KSM Teratai dalam menjalankan usahanya masih sederhana dan berdasar pada pengalaman. Seorang pedagang sayur matang di pasar misalnya, sudah menjalankan usahanya bertahun-tahun namun tidak pernah meningkat usahanya dan jenis dan macam dagangannya tidak pernah berubah, karena dagangan yang dianggapnya laku adalah dagangan yang dijualnya sekarang ini. Dengan demikian permasalahan utama yang dihadapi para anggota KSM Teratai adalah 1 kesulitan pemasaran hasil kerajinan karena semakin banyak saingan dan rendahnya kualitas produk, 2 permodalan baik yang berupa keterampilan maupun dana, 3 kemampuan manajemen usaha masih lemah. Permasalahan yang dihadapi di tingkat individu kedua KSM dapat dilihat dalam tabel berikut ini: 108 Tabel.18: Hasil Analisis Permasalahan di Tingkat Individu Anggota KSM Maju Lancar dan KSM Teratai saat ini No. Kelompok Swadaya Masyarakat Permasalahan 1. KSM Maju Lancar 1. Kurangnya modal menjadi kendala utama dalam upaya meningkatkan skala usaha. 2. kemampuan manajemen usaha masih rendah. 3. Motivasi untuk meningkatkan skala usaha masih rendah 2. KSM Teratai 1. kesulitan pemasaran hasil kerajinan karena semakin banyak saingan dan rendahnya kualitas produk. 2. permodalan masih kurang baik yang berupa keterampilan maupun dana. 3. manajemen usaha masih lemah. 4. Motivasi untuk meningkatkan skala usaha masih rendah. Sumber: Hasil FGD dan wawancara mendalam dengan anggota KSM Maju Lancar dan Teratai

6.5. Ikhtisar