78
Tabel.12: Inventarisasi Permasalahan dalam Pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo
Pelaksanaan dan Manajemen Program
Sasaran Kebutuhan
Lokal Kesiapan infrastruktur
penopang Peran Pemerintah
Daerah dalam pelaksanaan P2KP
masih terbatas sebagai penyalur bantuan,
memonitor kelancaran pengembalian
pinjaman, dan menyediakan biaya
operasional bagi Pemerintah Daerah,
Kecamatan dan Desa.
Peran Pemerintah Desa dalam
pelaksanaan P2KP hanya pada waktu
sosialisasi program dan setelah BKM terbentuk
pelaksanaan P2KP diserahkan kepada
BKM seluruhnya tanpa ada upaya untuk
membantu BKM dan KSM dalam mengatasi
permasalahan yang ada.
Pinjaman da na P2KP hanya dapat dinikmati
oleh sebagian kecil dari komunitas miskin yang
ada di Desa Wonokromo, yaitu
mereka yang memiliki usaha ekonomi
produktif industri rumah tangga dan mereka
yang bergerak di sektor perdagangan.
Sementara mereka yang bergerak di sektor
pertanian, perikanan dan peternakan belum
dapat memperoleh fasilitas pinjaman.
Kebutuhan masyarakat miskin di Desa
Wonokromo tidak hanya dana semata,
melainkan juga pendampingan untuk
meningkatkan perekonomian.
BKM masih terbatas fungsinya sebagai
lembaga penyalur pinjaman.
Pembentukan KSM masih berfungsi
sebagai sarana untuk memperoleh pinjaman
Belum ada sanksiaturan yang
jelas terhadap KSM yang tidak bisa
mengembalikan pinjaman.
Sektor swasta yang ada di Desa
Wonokromo belum dilibatkan dalam
pelaksanaan P2KP
Sumber: Hasil wawancara mendalam dengan Ketua BKM, anggota KSM, tokoh masyarakat dan anggota masyarakat
5.6. Saran terhadap Pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo
Dari beberapa kelemahan yang ada dalam pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1 meningkatkan
peran dan fungsi Pemerintah Daerah dan Kecamatan dalam mendampingi BKM dan KSM dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat Desa
Wonokromo, 2 pemerintah Desa Wonokromo menjalin kerjasama dengan BKM dalam upaya meningkatkan usaha para anggota KSM, 3 BKM meningkatkan
kinerjanya, sehingga tidak hanya sebagai lembaga penyalur pinjaman dan dapat membantu meningkatkan usaha anggota KSM, 4 mengoptimalkan fungsi KSM
sehingga tidak hanya sebagai sarana untuk memperoleh pinjaman, 5 meningkatkan peran KMW Konsultan Manajemen Wilayah dan Fasilitator
Kelurahan dalam mendampingi BKM dan KSM, 6 Pemerintah Daerah,
79
Kecamatan dan Desa melibatkan sektor swasta dalam pelakanaan P2KP, dan 7 pinjaman P2KP juga diperuntukkan bagi mereka yang memiliki usaha
pertanian, peternakan dan perikanan disamping mereka yang memiliki usaha perdagangan dan industri rumah tangga, dengan jangka waktu pengembalian
yang disesuaikan dengan masa panenpenuaian hasil. Saran yang dapat diberikan kepada Pemerintah Pusat adalah 1
mengubah pandangan bahwa upaya untuk mengatasi kemiskinan selalu identik dengan pemberian bantuan, 2 memperhatikan aspek kultural dalam upaya
mengatasi kemiskinan, 3 terlebih dahulu mencari informasi tentang kebutuhan riil masyarakat yang menjadi sasaran program sebelum program dilaksanakan,
dan 4 merubah pendekatan top down menjadi bottom up dalam pelaksanaan program pembangunan dan pengentasan kemiskinan, karena pendekatan yang
top down menyebabkan masyarakat kurang berpartisipasi yang berdampak pada keberlanjutan program.
5.7. Ikhtisar
Pelaksana Program P2KP secara nasional adalah Departemen Kimpraswil yang dimulai pada tahun 2000 sebagai salah satu upaya pemerintah
untuk mengatasi kemiskinan. Pendekatan yang digunakan dalam P2KP masih bersifat top down, artinya program dirancang oleh pemerintah pusat tanpa
memperhatikan kebutuhan riil masyarakat dari sasaran program. Bila kebutuhan riil masyarakat tidak dapat dipenuhi oleh program pemerintah, maka akan
mengakibatkan masyarakat kurang berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan program. Akibatnya, program tidak akan sustainable. Pendekatan
bottom up yang berorientasi pada kebutuhan riil masyarakat seharusnya digunakan pemerintah dalam menyusun program pembangunan dan
pengentasan kemiskinan. Karena, program yang muncul dari bawah atau berdasarkan kebutuhan riil masyarakat, akan memunculkan rasa memiliki dan
tanggung jawab dari masyarakat yang menjadi sasaran program, sehingga akan bersifat sustainable. Program pengembangan kapasitas kelembagaan KSM yang
disusun bersama-sama dengan anggota KSM diharapkan akan bersifat sustainable karena disusun berdasarkan kebutuhan riil anggota KSM.
80
Desa Wonokromo merupakan salah satu desa dari dua desa di Kecamatan Pleret yang menjadi lokasi pelaksanaan program P2KP.
Pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo yang dimulai pada awal tahun 2000 boleh dikatakan berhasil bila dilihat dari sedikitnya kredit macet dan pinjaman
yang diberikan dapat dijadikan tambahan modal usaha bagi mereka yang memiliki usaha ekonomi produktif, khususnya mereka yang bergerak dalam
perdagangan dan usaha ekonomi produktif. Disamping itu jumlah dana sebesar 195 juta rupiah yang dipinjamkan kepada KSM telah berkembang hampir
mencapai 200 persen dan sebagian keuntungan dari bunga yang diperoleh digunakan untuk memberi beasiswa murid SD dan merenovasi kantor BKM dan
gedung perpustakaan desa. Disamping keberhasilan, pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo juga
mengandung beberapa kelema han. Pembentukan KSM yang diharapkan dapat menjadi wadah bagi para anggotanya untuk saling bekerjasama dalam
meningkatkan usaha ternyata hanya berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh pinjaman dari P2KP dan kerjasama diantara anggota KSM belum
terjalin. Tujuan pembentukan KSM yang sangat ideal secara konseptual ternyata belum dapat terwujud.
81
BAB VI PROFIL DAN KAPASITAS KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT
6.1. Profil Kelompok Swadaya Masyarakat
Desa Wonokromo menjadi salah satu dari dua desa yang menjadi lokasi pelaksanaan program P2KP di Kecamatan Pleret, karena merupakan salah satu
desa yang termasuk dalam kategori “kota” di Kecamatan Pleret. Desa Wonokromo mendapat BLM Bantuan Langsung Masyarakat dari program P2KP
sebesar 250 juta rupiah. Sebagian dari dana tersebut, yaitu sebesar 55 juta rupiah digunakan untuk membangun sarana fisik, yaitu pengerasan jalan yang
ada 12 dusun yang ada di Desa Wonokromo. Sementara sisanya dipinjamkan kepada masyarakat yang memiliki usaha ekonomi produktif dan masuk dalam
kategori miskin. Adapun syarat untuk memperoleh pinjaman tersebut adalah membentuk kelo mpok yang dinamakan dengan Kelompok Swadaya Masyarakat
KSM. KSM bermunculan setelah adanya sosialisasi bahwa ada pinjaman dari
pemerintah melalui program P2KP dengan sistem tanggung renteng mensyaratkan anggota masyarakat yang termasuk kategori miskin untuk
bergabung dalam kelompok bila ingin memperoleh pinjaman. Pada awal sosialisasi, belum banyak yang berminat untuk mengajukan pinjaman, sehingga
seorang aparat desa memiliki usaha material ikut membentuk kelompok guna memperoleh pinjaman tersebut, termasuk beberapa orang tokoh masyarakat
yang memiki usaha. Seperti yang dikemukakan oleh Bp. Drs. Swt, M.Pd Ketua BKM Wonokromo berikut ini:
“Pada masa-masa awal dikenalkan program pinjaman dari P2KP, masih sedikit masyarakat yang berminat untuk mengajukan pinjaman. Sehingga
beberapa aparat desa dan tokoh masyarakat yang sebetulnya tidak termasuk dalam kategori miskin ikut mengajukan pinjaman”.
Namun demikian, seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak masyarakat yang memiliki usaha ekonomi produktif dan berasal dari golongan
miskin yang berminat untuk memperoleh pinjaman dan pada tahun 2005 ada 31 KSM yang memperoleh pinjaman dari P2KP.