26
Di dalam kelompok terdapat enam unsur, yaitu sistem norma, rasa kepribadian kelompok, interaksi yang intensif, sistem hak dan kewajiban yang
mengatur interaksi antar anggota kelompok dan harta kelompok, dan adanya pemimpin yang mengatur kegiatan kelompok. Dalam kelompok terdapat
dinamika kelompok yang terdiri yang terdiri atas empat dimensi, yaitu pola interaksi dan komunikasi, kohesifitas, mekanisme kontrol norma, aturan dan
status, dan budaya kelompok.
2.7. Kerangka Kerja Pengembangan Kapasitas Kelembagaan KS M
Berdasarkan Praktek Lapangan I, kemiskinan merupakan permasalahan utama yang ada di Desa Wonokromo, di mana sebagian besar penduduknya
berprofesi sebagai buruh dengan pendapatan yang rendah dan tidak tetap. Sudah banyak program pemerintah yang ada di desa ini, seperti KUT Kredit
Usaha Tani, P2KP Proyek Penanggulangan K emiskinan Perkotaan dan sebagainya. Namun demikian, masalah kemiskinan di desa tersebut belum juga
teratasi. Kemiskinan dapat dipandang dari dua perspektif, yaitu struktural dan
kultural. Dari perspektif kultural, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya sumber daya manusia, etos kerja, kepercayaan diri, ketergantungan, semangat
berkelompok dan sebagainya. Sehingga untuk mengatasi kemiskinan dapat dilakukan dengan meningkatkan sumber daya manusia dan etos kerja,
meningkatkan kepercayaan diri dan menciptakan kemandirian serta mengembangkankan kapasitas kelompok yang ada. Perspektif struktural
memandang bahwa kemiskinan antara lain disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang belum berpihak kepada masyarakat miskin, kurangnya
akses masyarakat miskin terhadap sumber -sumber perekonomian dan sebagainya. Dengan demikian untuk mengatasi kemiskinan antara lain dapat
dilakukan dengan meningkatkan keberpihakan kebijakan pembangunan pada masyarakat miskin,dan memperbesar akses masyarakat miskin terhadap
sumber-sumber perekonomian. Program P2KP merupakan suatu proyek pemerintah yang berupaya
mengatasi masalah kemiskinan, yaitu dengan memberikan BLM Bantuan Langsung Masyarakat yang diserahkan kepada desakalurahan untuk dikelola
27
oleh BKM Badan Keswadayaan Masyarakat. Dana BLM di Desa Wonokromo sebagian kecil digunakan untuk pengerasan jalan dan sisanya dipergunakan
untuk memberikan pinjaman kepada kelompok usaha ekonomi produktif yang sebut dengan Kelompok Swadaya Masyarakat. KSM dibentuk karena ada
sekelompok orang yang memiliki usaha produktif atau baru memulai usaha dan ingin memperoleh pinjaman melalui P2KP Laporan Praktek Lapangan II, 2005
Secara konseptual, tujuan pembentukan KSM ada lah untuk: 1 memudahkan tumbuh kembangnya ikatan-ikatan dan solidaritas sosial serta
semangat kebersamaan antar masyarakat; 2 mendorong warga masyarakat agar lebih dinamis dalam mengembangkan kegiatan, nilai-nilai kemanusiaan
dan kemasyarakatan; 3 mendorong agar proses pemberdayaan berjalan lebih efektif dan efisien; 4 mendukung terjadinya proses saling asah dan saling asuh
antar sesama anggota; 5 terjadinya konsolidasi kekuatan bersama antar yang lemah maupun antar yang kuat dan yang lemah di suatu KSM; 6
mengembangkan dan melembagakan tanggung renteng, membangun jaminan karakter antar anggota, wadah proses belajarinteraksi antar anggota,
menggerakkan keswadayaan dan modal, meningkatkan dan menertibkan angsuran pinjaman, menguatkan dan mengembangkan usah a anggota tanpa
nama, 2004:24. Pada kenyataannya, tujuan-tujuan pembentukan KSM tersebut belum
semuanya dapat tercapai, dan banyak KSM yang belum berfungsi secara optimal. Untuk mengetahui mengapa hal tersebut terjadi, perlu dilakukan ka jian
secara mendalam terlebih dulu terhadap KSM yang ada. Kajian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi dan kapasitas kelembagaan
KSM yang ada di Desa Wonokromo sekarang ini. KSM terdiri atas para pelaku di sektor perdagangan, usaha kecil dan mikro di Desa Wonokromo. Bila sektor-
sektor usaha tersebut dapat berkembang, diharapkan dapat ikut mengatasi masalah kemiskinan yang ada di desa tersebut. Logikanya, bila usaha dapat
berkembang, pendapatan anggota kelompok akan meningkat sekaligus akan dapat menyerap tenaga kerja yang ada dan mampu mengeluarkan mereka dari
kemiskinan.
28
Suatu KSM yang sehat, kuat dan mandiri ditandai dengan adanya tujuan dan harapan kelompok, sistem manajemen kelompok, manajemen keuangan,
norma kelompok, adanya jaringan dengan kelompoklembaga lain, ada upaya pembelajaran untuk memperbaiki SDM anggota kelompok. Untuk menuju ke
sana, diperlukan upaya untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan KSM. Pengembangan kapasitas kelembagaan KSM meliputi beberapa hal, yaitu
sistem manajemen, struktur kelompok, sistem atau norma yang mengatur anggota kelompok, peningkatan SDM anggota kelompok, manajemen keuangan
dan pengadaan dan perawatan sarana dan fasilitas yang dimiliki kelompok. Untuk memperkuat kelompok dapat dilakukan mela lui beberapa tahap yaitu
membentuk norma dan aturan yang berfungsi untuk mencapai tujuan kelompok, memberlakukan kepemimpinan yang partisipatif, mengusahakan dana milik
kelompok, mengelola usaha yang menguntungkan dan menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan kelompok lain. Adapun upaya untuk memperbaiki
KSM didasarkan pada empat asumsi dasar, yaitu dalam hal pengambilan keputusan, memperluas partisipasi, peningkatan kualitas kelompok, dan
pengembangan potensi kepemimpinan kelompok. Hal tersebut dapat dilakukan dengan bantuan fasilitatoragen perubahan.
Pengembangan kapasitas kelemb agaan KSM harus mengacu pada konsep pemberdayaan yang menekankan adanya peran serta dan partisipasi
aktif. Penyusunan program Pengembangan kapasitas KSM dilakukan dengan melibatkan peran serta atau partisipasi anggota kelompok secara penuh dengan
dipandu oleh seorang fasilitator. Dengan demikian, segala kepentingan dan kebutuhan anggota kelompok dapat terakomodasi. Bila hal tersebut terjadi,
diharapkan program pengembangan kapasitas KSM dapat sustainable. Hasil akhir yang diharapkan dari pengembangan kapasitas kelembagaan
KSM adalah agar KSM menjadi kuat dan mandiri yang akan berdampak pada peningkatan usaha dan peningkatan pendapatan para anggotanya. Dari uraian di
atas, maka dapat dikemukakan kerangka konseptual dalam bentuk diagram berikut ini:
30
BAB III METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu Kajian
Kajian dilaksanakan di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul. Adapun alasan pemilihan tempat adalah desa tersebut memiliki ciri
khas dibanding desa -desa lain di sekitarnya, yaitu masih kentalnya nilai-nilai religius di desa tersebut dan masih terpeliharanya kelembagaan tradisional
seperti kelompok pengajian, gotong royong, upacara tradisional dan sebagainya. Di samping itu desa tersebut memiliki beberapa potensi seperti
sumberdaya manusia, modal sosi al dan potensi ekonomi yang dapat dikembangkan.
Kajian dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu tahap I adalah Praktek Lapangan I yang dilaksanakan pada tanggal 9 sampai dengan 15 Nopember
2004, tahap II adalah Praktek Lapangan II yang dilaksanakan pada tanggal 28 Februari sampai dengan 5 Maret 2005, dan Praktek Lapangan III yang
merupakan penyusunan program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2005. Dalam praktek
lapangan III juga dilakukan pengambilan data yang dapat melengkapi data yang sudah diperoleh pada Praktek Lapangan I dan II.
3.2. Cara pengumpulan data
Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan pengambilan data menggunakan metode non survei. Data yang digunakan dalam kajian ini
meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dengan mendokumentasikan laporan kegiatan, data desa dan sebagainya. Sementara
pengumpulan data primer dilakukan dengan 1 diskusi Kelompok, 2 wawancara Mendalam dengan kasus dan informan kunci, dan 3 observasi.
Data primer mengenai peta sosial Desa Wonokromo diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam dengan aparat Desa Wonokromo, tokoh
masyarakat dan anggota masyarakat. Data primer mengenai pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo diperoleh melalui observasi dan wawancara
mendalam dengan aparat Desa Wonokromo, pengurus BKM, anggota KSM, Fasilitator Kelurahan, dan staf Bappeda Badan Perencana Pembangunan