Kelompok Swadaya Masyarakat TINJAUAN TEORI

21 kemamp uan lembaga dengan cara mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dan keuangan yang tersedia, dan menciptakan pola baru kegiatan dan perilaku. Selanjutnya Israel 1992:14 mengatakan bahwa pengembangan kapasitas kelembagaan meliputi sistem manajemen, struktur dan perubahan organisasi, kebijaksanaan pengaturan staf dan personalia, pelatihan staf, manajemen keuangan dan perencanaan, penyusunan anggaran, akunting, auditing, perawatan dan pengadaan sarana dan fasilitas kelompok. Menurut Setiabudi 2002:7, ada enam fitur utama dari kelompokinstitusi masyarakat yang sehat, kuat dan mandiri, yaitu: 1 adanya visimisiharapantujuan kelompok; 2 adanya sistem manajemen kelompok; 3 adanya sistem manajemen keuangan kelompok; 4 adanya norma akuntabilitas kelompok; 5 adanya linkagejaringan; dan 6 adanya upaya pembelajaran dan evaluasi. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan kapasitas kelembagaankelompok meliputi: 1 tujuan dan harapan kelompok, 2 struktur kelompok, 3 manajemen kelompok, 4 manajemen keuangan, 5 norma kelompok, 6 pembelajaran, 7 jaringan, dan 8 pengadaan saranafasilitas kelompok. Pengembangan kapasitas kelembagaan kelompok merupakan salah satu bentuk pemberdayaan melalui media kelompok, karena di dalamnya terdapat aspek pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan SDM anggotanya. Di samping itu, pemberdayaan pada umumnya dilakukan secara kolektif Parson et al yang dikutip oleh Suharto, 2005:68.

2.6. Kelompok Swadaya Masyarakat

KSM adalah kelompok yang terbentuk karena adanya program P2KP yang mensyaratkan menjadi anggota KSM bagi anggota masyarakat yang ingin memperoleh pinjaman modal. KSM terdiri atas anggota masyarakat yang memiliki usaha ekonomi produktif. Pembentukan KSM dapat didasarkan atas kesamaan dalam hal tujuan ekonomi, domisili, tujuan sosial dan tujuan pembelajaran. Tujuan pembentukan KSM adalah: 1 memudahkan tumbuh 22 kembangnya ikatan -ikatan dan solidaritas sosial serta semangat kebersamaan antar masyarakat; 2 mendorong warga masyarakat agar lebih dinamis dalam mengembangkan kegiatan, nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan; 3 mendorong agar proses pemberdayaan berjalan lebih efektif dan efisien; 4 mendukung terjadinya proses saling asah dan saling asuh antar sesama anggota; 5 terjadinya konsolidasi kekuatan bersama antar yang lemah maupun antar yang kuat dan yang lemah di suatu KSM; 6 mengembangkan dan melembagakan tanggung renteng, membangun jaminan karakter antar anggota, wadah proses belajarinteraksi antar anggota, menggerakkan keswadayaan dan modal, meningkatkan dan menertibkan angsuran pinjaman, menguatkan dan mengembangkan usaha anggota dan sebagainya tanpa nama, 2004:46. KSM dituntut untuk mempunyai kemampuan administratif, baik internal maupun eksternal. Kemampuan internal administratif berkaitan dengan penggunaan sumber daya manusia, sarana dan teknologi yang diperlukan guna melaksanakan fungsi kelembagaannya. Sedangkan kemampuan administratif eksternal meliputi proses kegiatan dan hubungan dengan lembaga dan kelompok lain di luar administratif suatu lembaga, terutama untuk memperoleh bantuan pengetahuan dan ketrampilan teknis yang diperlukan bagi pengembangan kemandiriannya Supriatna, 1997:126. Upaya untuk memperbaiki KSM didasarkan pada empat asumsi dasar, yaitu: 1 produktivitas pengambilan keputusan yang tidak tersentralisir, 2 program yang terencana dengan memperluas partisipasi, 3 program yang dapat diajarkan dan dimanfaatkan bagi peningkatan kualitas kelompok, dan 4 pengembangan potensi kepemimpinan kelompok yang dapat menularkan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman. Yang menjadi kunci pokok proses pengembangan dan pendidikan ketrampilan KSM, agar mereka mampu mengidentifikasi masalah, proses pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan penentuan perencanaan program, sumber dana dan daya maupun pelaksanaan programnya Zaltman dan Duncan yang dikutip oleh Supriatna, 1997:126. 23 Agen perubahan atau fasilitator sangat dibutuhkan bagi penumbuhan kemampuan administratif kelompok masyarakat dari segi pengembangan pengetahuan dan ketrampilan bagi proses penyusunan program dan pelaksanaannya. Disamping itu fasilitator atau agen perubahan dapat berfungsi untuk mempercepat pelaksanaan otonomi dan kemampuan administratif kelompok masyarakat Supriatna, 1997:127. Bantuan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman dari para konsultan selaku fasilitator pendidikan masyarakat dapat bersumber dari pemerintah, pekerja sosial, penyuluh lapangan kesehatan, penyuluh pertanian, pendidikguru, atau LSM dan Perguruan Tinggi. Kelompok yang disiapkan dan diberdayakan dengan baik akan berfungsi sebagai wahana proses belajar mengajar anggota, wahana untuk menajamkan masalah bersama yang dihadapi, wahana pengambilan keputusan untuk menentukan strategi menghadapi masalah bersama, dan wahana memobilisasi sumber daya para anggota. Untuk mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi, kelompok harus terus menerus didorong untuk meningkatkan pendapatan, keterbukaan wawasan, aktif bekerja sama dan meningkatkan sikap demokratis-partisipatif dalam penyelenggaraan kelompok. Upaya peningkatan pendapatan ditandai dengan seringnya penyelenggaraan pemupukan modal, tabungan, serta usaha produktif anggota. Keterbukaan ditandai oleh kesediaan anggota kelompok untuk menerima gagasan dan kelembagaan baru. Kegotongroyongan ditandai dengan adanya upaya pemberian bantuan dari keluarga yang sudah sejahtera kepada keluarga yang belum sejahtera. Sementara demokrasi ditandai oleh kepemimpinan kelompok yang dipilih dari dan oleh anggota serta pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah Supriatna, 1997:129. Koentjaraningrat sebagaimana dikutio oleh Soekanto 2003:137 menyatakan bahwa suatu kelompok sekurang-kurangnya mempunyai enam unsur, yaitu: 1 sistem norma yang mengatur tingkah laku, 2 rasa kepribadian kelompok yang disadari semua anggotanya, 3 interaksi yang intensif antara warga kelompok, 4 sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antar anggota kelompok, 5 adanya pemimpin yang mengatur kegiatan kelompok, 24 dan 6 sistem hak dan kewajiban terhadap harta produktif, harta konsumtif atau harta pusaka tertentu. Dalam kelompok terjadi fenomena yang dinamakan dengan dinamika kelompok. Menurut Rivas dan Toseland 2001:70, ada empat dimensi dalam dinamika kelompok, yaitu pola interaksi dan komunikasi, kohesifitas, mekanisme kontrol norma, aturan dan status, dan budaya kelompok. Menurut Northen sebagaimana dikuti p oleh Rivas dan Toseland 2001:70, interaksi sosial adalah sebuah istilah untuk menandai dinamika kelompok yang saling mempengaruhi dimana kontakhubungan antara individu mewujud dalam sikap, perilaku dan partisapasi. Ada dua komponen interaksi sosial, yaitu komunikasi verbal dan non verbal. Kohesi kelompok adalah semua kekuatan anggota yang ada dalam kelompok. Sebuah kelompok yang kohesif ditandai oleh beberapa hal, yaitu memuaskan kebutuhan anggota untuk berafiliasi, mengenali kebutuhan anggota, mempromosikan kemampuan anggota, meningkatkan perasaan memiliki terhadap kelompok, anggota kelompok tertarik pada kelompok ketika anggota merasa partisipasinya dihargai dan merasa disukai, dan menjaga perasaan aman. Kelompok akan lebih kohesif jika dapat memberikan perasaan aman pada anggotanya. Schachter sebagaimana dikuti oleh Rivas dan Toseland 2001:79 mengatakan bahwa ketakutan dan keterasingan meningkatkan kebutuhan seseorang untuk berafiliasi. Sosial kontrol adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses dimana sebuah kelompok sebagai sebuah satu kesatuan yang bertujuan memenuhi harapan-harapan dari para anggota untuk mampu meraih tujuan. Kontrol sosial terdiri dari beberapa faktor yang saling berinteraksi, termasuk norma yang berkembang dalam kelompok dan aturan serta status individu sebagai anggota kelompok. Tanpa ada keteraturan yang pasti, interaksi kelompok akan menjadi kacau dan tidak terprediksi, dan kelompok tidak akan berfungsi secara efektif. Keteraturan sosial dan stabilitas dan adalah prasyarat untuk pembentukan dan penjagaan sebuah kelompok yang kohesif. Kontrol sosial dapat digunakan untuk menjaga kelompok dari anggota kelompok yang menyimpang. Kontrol sosial yang terlalu ketat dapat 25 mengurangi kohesifitas kelompok dan menimbulkan konflik kelompok dan ketidakpuasan anggota. Kontrol sosial terdiri atas norma, peran, status. Toseland dan Rivas, 2001:82 Norma adalah harapan dan kepercayaan yang mengendalikan perilaku anggota dalam kelompok. Norma mengacu pada perilaku anggota secara khusus dan perilaku tersebut dapat diterima di kelompoknya. Norma menstabilisasi dan mengatur perilaku anggota dalam kelompok. Dengan menyediakan petunjuk untuk perilaku yang diterima, norma akan meningkatkan stabilitas dan memprediksi serta membuat rasa aman bagi anggotanya. Selain itu norma juga akan menolong untuk memudahkan mengorganisasi dan mengkoordinasi perilaku untuk mencapai tujuan Toseland dan Rivas, 2001:83. Peran merupakan hal yang penting mempengaruhi anggota kelompok. Peran sangat erat hubungannya dengan norma. Norma adalah harapan yang ada pada kelompok, sementara peran adalah fungsi individu dalam kelompok. Tidak seperti norma yang mendefinisikan perilaku pada situasi tertentu, peran mendefinisikan perilaku berkaitan dengan tugas-tugas khusus yang ada dalam kelompok sebagai anggota. Peran mewujud dalam keterlibatan anggota dalam kelompok tersebut. Peran penting dalam sebuah kelompok karena mengantarkan individu masuk dalam divisi kerja dan menggunakan tenaganya Toseland dan Rivas, 2001:84 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa KSM dituntut untuk mempunyai kemampuan administratif, baik internal ma upun eksternal. Adapun upaya untuk memperbaiki KSM didasarkan pada empat asumsi dasar, yaitu dalam hal pengambilan keputusan, memperluas partisipasi, peningkatan kualitas kelompok, dan pengembangan potensi kepemimpinan kelompok. Hal tersebut dapat dilakukan dengan bantuan fasilitatoragen perubahan. Untuk mencapai kemajuan, kelompok harus terus menerus didorong untuk meningkatkan pendapatan, keterbukaan wawasan, aktif bekerja sama dan meningkatkan sikap demokratis-partisipatif dalam penyelenggaraan kelompok. 26 Di dalam kelompok terdapat enam unsur, yaitu sistem norma, rasa kepribadian kelompok, interaksi yang intensif, sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antar anggota kelompok dan harta kelompok, dan adanya pemimpin yang mengatur kegiatan kelompok. Dalam kelompok terdapat dinamika kelompok yang terdiri yang terdiri atas empat dimensi, yaitu pola interaksi dan komunikasi, kohesifitas, mekanisme kontrol norma, aturan dan status, dan budaya kelompok.

2.7. Kerangka Kerja Pengembangan Kapasitas Kelembagaan KS M