Analisis Kritis terhadap P2KP

75 membuat perencanaan sesuai dengan kondisi dan masalah sosial yang ada dengan memperoleh pendampingan dari Faskel Fasilitator Kelurahan dan KMW Konsultan Manajemem Wilayah.

5.5. Analisis Kritis terhadap P2KP

Proyek Penanggulangan kemiskinan di Perkotaan P2KP disusun oleh pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Kimpraswil bersama penyandang dana Bank Dunia dan tidak diketahui oleh orang banyak, apalagi Pemerintah DesaKelurahan dan orang miskin sendiri. Yang paling mengerti dan bertanggung jawab terhadap penyusunan program adalah pemilik sumber dana Bank Dunia dan Pemerintah Pusat yang dalam hal ini diwakili oleh Departemen Kimpraswil, sementara Pemerintah di tingkat Propinsi dan Kabupaten tinggal menerima Petunjuk Umum dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan P2KP. Pendekatan yang top down dalam pelaksanaan P2KP telah menimbulkan beberapa masalah pada pelaksanaan program P2KP, yaitu: 1 Pemerintah propinsi hingga desa kurang memiliki tanggung jawab pada pelaksanaan program yang berakibat pada kurangnya komitmen untuk memantau dan mendampingi secara sungguh-sungguh pelaksanaan P2KP di tingkat desa, 2 kebutuhan riil masyarakat desa tidak diketahui oleh Pemerintah Pusat karena selalu beranggapan bahwa penangangan kemiskinan selalu identik dengan pemberian bantuan dana, 3 ketergantungan masyarakat akan bantuan dana pemerintah semakin tinggi dan kurang memiliki inisiatif untuk mandiri, 4 pembentukan KSM yang secara konseptual memiliki tujuan yang ideal ternyata pada kenyataannya hanya sebagai media untuk memperoleh pinjaman P2KP. Pelaksanaan P2KP melibatkan unsur Pemerintah dan Perguruan Tinggi yang menyediakan jasa konsultan mulai dari tingkat pusat hingga tingkat desa. Namun demikian, peran Perguruan Tinggi yang dalam hal ini diwakili Fasilitator Kelurahan masih dirasa sangat kurang dalam mendampingi pelaksanaan P2KP. Data di lapangan menunjukkan bahwa setelah BKM dan KSM terbentuk, yang menjadi fokus perhatian dari Faskel adalah kelancaran pengembalian pinjaman. Pendampingan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja BKM dan usaha anggota KSM belum dilakukan. 76 Pelaksanaan P2KP melalui jalur yang cukup panjang, yaitu dari pemerintah pusat hingga ke tingkat desa. Dengan demikian Biaya Operasional Proyek BOP yang harus disediakan untuk membantu orang miskin dan bersumber dari APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tentu sangat besar. Pada kenyataannya biaya yang sangat besar tersebut tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh masyarakat atas peran yang diberikan pemerintah. Setelah dana BLM Bantuan Langsung Masyarakat diterima masyarakat desa, masyarakat diberi kebebasan untuk mengelola dana tersebut selama tidak melanggar rambu-rambu yang ada dalam Petunjuk Teknis yang ada. Seorang Fasilitator Kelurahan ditugaskan untuk mendampingi kegiatan masyarakat dalam pelaksanaan P2KP. Sampai sejauh ini peran fasilitator belum seperti yang diharapkan, karena masih berorientasi pada kelancaran pembayaran angsuran dan belum memberi pendampingan kepada BKM dan KSM untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Wonokromo. Menurut keterangan dari Ketua BKM Desa Wonokromo, Fasilitator Kelurahan sering berganti-ganti orang sampai saat ini sudah empat kali, sehingga pendampingan yang dilakukan tidak berjalan efisien. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan P2KP di desa Wonokromo yang dimulai sejak tahun 2000 sudah berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan: 1 bantuan dana dari pemerintah dapat membantu peningkatan modal dan menjadi modal awal masyarakat khususnya yang mempunyai usaha ekonomi produktif disektor perdagangan dan industri rumah tangga, 2 sedikitnya kredit macet yang dikelola oleh Badan Keswadayaan Masyarakat BKM dibandingkan dengan desa-desa lain yang ada di Kabupaten Bantul, 3 dana BLM yang dipinjamkan kepada KSM telah berkembang hampir mencapai 200 persen, sehingga keuntungan yang diperoleh dari bunga pinjaman dapat digunakan untuk pengembangan modal, memberi beasiswa murid SD, renovasi kantor BKM dan Perpustakaan Desa. Sedikitnya kredit macet dari dana yang dikelola oleh Badan Keswadayaan Masyarakat BKM antara lain disebabkan masyarakat Desa wonokromo yang masih memegang teguh nilai-nilai agama, sehingga mereka jujur dan disiplin dalam membayar angsuran. Berdasarkan wawancara dengan KSM yang 77 mengalami kemacetan dalam membayar angsuran kredit menunjukkan bahwa KSM yang memiliki usaha budidaya ikan gurame tersebut mengalami kegagalan usaha. Namun demikian kelompok tersebut akan tetap berusaha melunasi pinjaman. Di samping keberhasilan pelaksanaan P2KP seperti yang telah diuraikan di atas, ada beberapa persoalan yang berkaitan dengan pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo. Hasil wawancara dengan Ketua BKM dan tokoh masyarakat menunjukkan bahwa: 1 peran Pemerintah Daerah dan Kecamatan dalam mendampingi Masyarakat Desa Wonokromo dalam pelaksanaan P2KP masih kurang dan hanya terbatas melakukan monitoring kegiatan dan belum ada keinginan yang sungguh-sungguh untuk membantu meningkatkan usaha ekonomi produktif yang dilakukan masyarakat, 2 peran Pemerintah Desa dalam membantu BKM dan memberdayakan KSM belum ada, dan membiarkan BKM dan KSM berjalan sendiri, 3 BKM masih berfungsi hanya sebagai lembaga yang menyalurkan pinjaman, padahal tujuan dibentuknya BKM lebih luas, 4 pembentukan KSM masih berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh pinjaman kredit dan belum berfungsi seperti yang dicita-citakan, 5 Peran KMW dan fasilitator masih dirasa kurang, terutama dalam memberdayakan BKM dan KSM, 6 Sektor swasta yang diharapkan ikut berperan dalam kegiatan P2KP ternyata tidak terealisir, dan 7 pinjaman dana melalui P2KP hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat miskin di Desa Wonokromo, yaitu masyarakat yang memiliki usaha ekonomi produktif khususnya perdagangan dan industri rumah tangga. Sementara masyarakat yang tidak memiliki usaha ekonomi produktif, terutama petani dan para buruh belum dapat merasa kan manfaat Proyek P2KP. Beberapa permasalahan dari pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo dapat dilihat dalam tabel berikut ini: 78 Tabel.12: Inventarisasi Permasalahan dalam Pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo Pelaksanaan dan Manajemen Program Sasaran Kebutuhan Lokal Kesiapan infrastruktur penopang Peran Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan P2KP masih terbatas sebagai penyalur bantuan, memonitor kelancaran pengembalian pinjaman, dan menyediakan biaya operasional bagi Pemerintah Daerah, Kecamatan dan Desa. Peran Pemerintah Desa dalam pelaksanaan P2KP hanya pada waktu sosialisasi program dan setelah BKM terbentuk pelaksanaan P2KP diserahkan kepada BKM seluruhnya tanpa ada upaya untuk membantu BKM dan KSM dalam mengatasi permasalahan yang ada. Pinjaman da na P2KP hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil dari komunitas miskin yang ada di Desa Wonokromo, yaitu mereka yang memiliki usaha ekonomi produktif industri rumah tangga dan mereka yang bergerak di sektor perdagangan. Sementara mereka yang bergerak di sektor pertanian, perikanan dan peternakan belum dapat memperoleh fasilitas pinjaman. Kebutuhan masyarakat miskin di Desa Wonokromo tidak hanya dana semata, melainkan juga pendampingan untuk meningkatkan perekonomian. BKM masih terbatas fungsinya sebagai lembaga penyalur pinjaman. Pembentukan KSM masih berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh pinjaman Belum ada sanksiaturan yang jelas terhadap KSM yang tidak bisa mengembalikan pinjaman. Sektor swasta yang ada di Desa Wonokromo belum dilibatkan dalam pelaksanaan P2KP Sumber: Hasil wawancara mendalam dengan Ketua BKM, anggota KSM, tokoh masyarakat dan anggota masyarakat

5.6. Saran terhadap Pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo