13
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu rendahnya etos kerja, rendahnya
pendidikan dan sumber daya manusia, masalah emosional, lemahnya kepribadian malas, sikap pasrah, ketidakmampuan individu karena faktor-faktor
di luar keinginannya, ketimpangan struktur sosial dan politik, ketidakadilan sosial, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat miskin, krisis
ekonomi, diskriminasi rassosialjenis kelamin, kecilnya kesempatan kerja, upahgaji di bawah standar minimum, bencana alam, kegagalan panen, tidak
adanya suara yang mewakili dan membela masyarakat miskin, ancaman atau intimidasi dan sebagainya.
2.1.4. Upaya Mengatasi Kemiskinan
Sejak jaman Orde Baru, pemerintah telah berusaha mengatasi masalah kemiskinan. Program-program pemerintah yang berusaha menanggulangi
kemiskinan adalah KUT Kredit Usaha Tani, IDT Inpres Desa Tertinggal, KUBE Kelompok Usaha Bersama, dan masih banyak lagi. Namun demikian, beberapa
ahli mengatakan bahwa program-progam di atas kurang dan bahkan tidak melibatkan masyarakat miskin dan menjadikan masyarakat miskin sebagai ob jek
dari program-program tersebut. Akibatnya, masyarakat enggan untuk berpartisipasi yang berdampak pada ketidakberlanjutan program.
Hasil penelitian Suharto et al 2003:52-53 terhadap berbagai program pengentasan kemiskinan di 17 propinsi di Indonesia menunjukkan kesimpulan
sebagai berikut: 1 sebagian besar responden 88 persen menyatakan bahwa berbagai program pengentasan kemiskinan belum dapat meningkatkan
pendapatan keluarga secara maksimal, 2 sebagian besar responden 80 persen menyatakan bahwa program yang bertujuan meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan, karena hampir semua program kurang memberikan bimbingan ketrampilan yang
memadai, terdapat beberapa program yang tidak mengalokasikan dananya untuk kegiatan bimbingan ketrampilan karena sifat progamnya yang bersifat
pencegahan, 3 menurut sebagian besar responden, program anti kemiskinan tidak dapat menciptakan kemandirian penerima bantuan. Bahkan beberapa
program seperti RASKIN Beras untuk Orang Miskin dan JPS Jaring Pengaman Sosial dapat menciptakan ketergantungan dan kepasifan penerima bantuan.
14
Untuk mengatasi kemiskinan, seharusnya ter lebih dulu memperhatikan perspektif yang digunakan untuk melihat masalah tersebut. Menurut Usman
2003:68, jika akar masalah kemiskinan berkaitan dengan faktor kultural, maka yang diperlukan adalah menyusun strategi yang mampu meningkatkan etos kerja
kelompok miskin, meningkatkan pendidikan supaya lebih memiliki pola pikir yang melihat ke masa depan, dan menata kembali institusi-institusi ekonomi supaya
dapat mengakomodasi kelompok miskin. Sementara bila melihat kemiskinan berakar pada masalah struktural, strategi pembangunan perlu dirumuskan
kembali dan tidak mementingkan pertumbuhan tetapi lebih mementingkan pemerataan kesempatan.
Usman sebagaimana dikutip oleh Jamasy 2004:xvi - xviii mengatakan bahwa ada beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk pengentasan kemiskinan
yang berorientasi pemberdayaan, yaitu: 1
Peningkatan sumber daya manusia di tingkat lokal dengan cara mengembangkan ketrampilan dengan metode
a dispersed approach, yaitu dengan melatih semua pihak yang terlibat dalam
kegiatan pengentasan dan penanggulangan kemiskinan aparat pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat miskin untuk mengenali
strategi dan inovasi yang akan diintroduksi. 2
Penguatan pemimpin dan kepemimpinan di tingkat lokal. Dalam hal ini pemimpin harus mampu menjadi panutan masyarakat sekaligus
diakui kepemimpinannya oleh elit lokal lain, memiliki perbendaharaan pengetahuan sosial, ekonomi, dan politik lokal,
sehingga mampu menterjemahkan berbagai kebutuhan kelompok miskin dan mampu menawarkan alternatif solusi ketika menghadapi
berbagai masalah sosial. Proses penguatan pemimpin dan kepemimpinan memerlukan waktu yang lama, namun harus
dilakukan karena masyarakat yang tidak memiliki pemimpin yang kuat akan mudah terombang ambing oleh berbagai gesekan dan
perubahan pemikiran. 3
Penguatan kapasitas lembaga lokal, yaitu dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga adat yang sudah berkembang dalam
masyarakat. Dalam hal ini diperlukan pihak luar yang mampu
15
berperan sebagai katalisator dan agen perubahan. Penguatan kapasitas lembaga perlu dilakukan dengan membangun jaringan
vertikal dan horisontal. Jaringan horisontal dilakukan dengan lembaga pada level yang kurang lebih yang sama. Sementara
jaringan ver tikal dilakukan dengan lembaga-lembaga lain yang cakupan kegiatannya lebih luas atau posisinya lebih tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya mengatasi kemiskinan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melihat perspektif yang
digunakan. Bila menggunakan perspektif kultural, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan etos kerja, pendidikan, dan menata institusi ekonomi agar dapat
mengakomodasi kelompok miskin. Sementara bila menggunakan perspektif struktural, yang perlu dilakukan adalah merumuskan kembali strategi
pembangunan agar lebih mementingkan pemerataan kesempatan dan tidak mementingkan pertumbuhan. Upaya mengatasi kemiskinan yang berorientasi
pemberdayaan dapat dilakukan dengan peningkatan sumber daya manusia di tingkat lokal, penguatan kepemimpinan dan pemimpin lokal dan penguatan
kapasitas lembaga lokal.
2.2. Pengembangan Masyarakat