Pertumbuhan Hasil .1 Rasio Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
42 penelitian Sriwana 2007 di perairan Kabupaten Polewali Mandar ukuran panjang
Loligo sp antara 30 – 160 mm.
Ukuran panjang cumi-cumi di lokasi penelitian lebih pendek jika dibanding dengan hasil penelitian di luar negeri. Hasil penelitian Yunrong et al. 2013 di
Teluk Beibu, China, menemukan bahwa cumi-cumi Uroteuthis chinensis memiliki ukuran panjang mantel antara 49 – 438 mm. P. chinensis merupakan spesies
cumi-cumi yang berukuran besar dengan panjang mantel maksimum yang pernah diketahui mencapai 490 mm untuk jantan dan 310 mm untuk betina. Rata-rata
ukuran panjang mantel cumi-cumi jenis ini yaitu 200 mm.
Cumi-cumi yang terukur di lokasi penelitian memiliki ukuran bobot tubuh antara 9 - 349 g. Hasil penelitian Yunrong et al. 2013 di Teluk Beibu, China,
menemukan bahwa cumi-cumi Uroteuthis chinensis memiliki bobot tubuh berkisar antara 7,3 – 723 g.
Pola pertumbuhan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka baik jantan maupun betina bersifat allometrik negatif atau pertambahan panjangnya lebih
kecil dibanding pertambahan bobotnya karena nilai b lebih dari 3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Perangin-angin et al.2015 untuk
jenis cumi yang sama di TPI Tambaklorok Semarang dimana nilai b sebesar 2,19. Hasil penelitian Yunrong et al. 2013 di Teluk Beibu, China, untuk jenis cumi
yang sama diperoleh nilai b = 2,19, serta hasil penelitian Sitompul et al. 2015 di Kelurahan Kawal Provinsi Kepulauan Riau untuk jenis cumi yang sama diperoleh
kesimpulan bahwa pertumbuhannya bersifat alometrik negatif karena nilai b sebesar 2,62.
Dari persamaan pertumbuhan antara cumi-cumi jantan dan betina terlihat bahwa cumi-cumi jantan dapat mencapai ukuran yang lebih besar dibandingkan
cumi-cumi betina. Pertumbuhan cumi-cumi betina diselesaikan seluruhnya sebelum matang gonad, sedang pada cumi-cumi jantan pertumbuhannya masih
berlangsung setelah matang gonad. Nilai b cumi-cumi betina lebih besar dibanding jantan. Hal ini menunjukan pertumbuhan cumi-cumi betina lebih cepat
dibanding jantan. Ini berarti cumi-cumi betina lebih cepat mencapai ukuran maksimum dibanding jantan.
Nilai faktor kondisi cumi-cumi jantan 0,69 – 1,13 dan betina 0,57 – 1,04. Berdasarkan nilai tersebut diketahui bahwa secara keseluruhan P. chinensis yang
dikaji berbentuk kurang pipih karena faktor kondisi memiliki nilai antara satu hingga tiga.
Rendahnya angka kisaran faktor kondisi dapat diartikan bahwa kondisi perairan tertangkapnya spesies tersebut kurang baik dalam mendukung
pertumbuhan. Hal ini diduga terkait dengan banyak penambangan timah baik yang legal maupun ilegal di perairan Kabupaten Bangka, dimana penambangan
tersebut sangat berpengaruh negatif terhadap kondisi perairan pesisir daerah ini. Dari hasil perhitungan juga diketahui bahwa semakin besar ukuran panjang P.
chinensis
memiliki nilai faktor kondisi yang semakin tinggi yang menunjukan bahwa kondisi makanan yang relatif semakin baik.
Makanan cumi-cumi dipengaruhi oleh ukurannya, cumi-cumi kecil hanya makan organisme plankton
dan cumi-cumi yang lebih besar makanannya krustacea dan ikan kecil. Kondisi makanan cumi-cumi juga dipengaruhi oleh perubahan musim dan perbedaan
geografis. Hasil penelitian Jackson 1995 menunjukan adanya pengaruh musim terhadap pertumbuhan statolith P. chinensis. Pada musim panas ditemukan
peningkatan yang cepat pada panjang statolith dalam waktu singkat dari hari ke
43 60-100. Sebaliknya pertumbuhan pada musim dingin lebih lambat, dimana
panjang statolith meningkat secara bertahap pada hari ke 80-170. Dari hasil perhitungan pertumbuhan diperoleh bahwa panjang maksimum
cumi-cumi yang dapat tertangkap di perairan Kabupaten Bangka yaitu 421,71 mm, koefeisen pertumbuhan 0,47 per bulan, dan umur teoritis atau t
yang dihitung menggunakan rumus empiris Pauly 1984 nilainya 0,17 bulan. Pada umur 0 - 4
bulan pertumbuhan panjang cumi-cumi sangat cepat yaitu rata-rata tumbuh 84,89 mm per bulan. Pertumbuhan semakin lambat ketika bulan kelima dan seterusnya.
Panjang cumi-cumi mencapai asimptot ketika umur cumi-cumi 49 bulan dengan L
∞
421,71 mm. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sitompul et al. 2015 dan Muzakkir 2012 menunjukan hasil yang relatif berbeda untuk parameter K, L
∞
dan t . Komparasi parameter disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Komparasi parameter pertumbuhan P. chinensis Peneliti
Lokasi Parameter pertumbuhan
K L
∞
t Sitompul et al. 2015
Perairan Pulau Bintan 0,22
32,00 -4,52
Muzakkir 2012 Perairan Kab Barru, Sulsel
0,21 26,70
0,82 Peneliti
Perairan Kab Bangka 0,47
42,17 0,17
Mortalitas total cumi-cumi di lokasi penelitian memiliki nilai 1,10. Nilai mortalitas total yang tinggi tersebut disebabkan oleh tingginya mortalitas
penangkapan dengan nilai 0,95. Laju eksploitasi sumberdaya ikan pada suatu perairan dipengaruhi oleh nilai dugaan mortalitas alami M dan mortalitas
penangkapan F. Berdasarkan nilai laju eksploitasi sebesar 0,86, maka diduga laju eksploitasi cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka sudah mencapai
tangkap lebih overfishing karena nilanya sudah melampaui batas penangkapan optimum dimana E
opt
yaitu 0,5. Menurut Susilo 1995 penangkapan optimum terjadi ketika populasi berada dalam keadaan seimbang yaitu pada saat jumlah
peremajaan sama dengan kematian, serta migrasi dan emigrasi sama dengan nol.