Faktor Kondisi Hasil .1 Rasio Jenis Kelamin dan Kelompok Umur

41 Tabel 6 Nilai dugaan mortalitas dan laju eksploitasi cumi-cumi P. chinensis di perairan Kabupaten Bangka Parameter populasi Nilai dugaan per tahun Mortalitas total Z 1,10 Mortalitas alami M 0,15 Mortalitas penangkapan F 0,95 Laju eksploitasi E 0,86 Berdasarkan nilai Z dan M yang didapat maka laju mortalitas penangkapan F nilainya yaitu 0,95. Selanjutnya juga dapat dihitung laju eksploitasi E dengan nilai 0,86. Hal ini menunjukan bahwa di perairan Kabupaten Bangka berdasarkan data bulan April – Agustus mortalitas karena penangkapan lebih dominan dibandingkan mortalitas alami. Hal ini diduga karena kegiatan penangkapan cumi-cumi di perairan daerah ini sangat intensif dilakukan oleh para nelayan. Dari hasil wawancara diketahui bahwa musim penangkapan cumi-cumi di perairan ini dilakukan sepanjang tahun oleh para nelayan. Penangkapan cumi- cumi juga dilakukan dengan alat tangkap bagan yang bersifat kurang selektif. Hal ini terlihat dari adanya cumi-cumi berukuran kecil yang tertangkap.

3.4 Pembahasan

Rasio jenis kelamin cumi-cumi yang tertangkap di perairan Kabupaten Bangka seimbang antara jantan dan betina. Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa rasio jenis kelamin cumi-cumi ada yang seimbang dan ada yang tidak seimbang. Penelitian yang dilakukan Saharan menemukan bahwa rasio jenis kelamin oktopus 1 : 1 de Laguna 1989. Arnold dan William- Arnold 1977 menyatakan bahwa secara umum rasio jenis kelamin cumi-cumi 1 : 1. Hasil penelitian Yunrong et al. 2013 di Teluk Beibu, China, untuk Uroteuthis chinensis jumlah cumi jantan dan betina hampir sebanding dimana rasionya 1 : 1,01. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cumi-cumi di lokasi penelitian memiliki 3 kelompok umur berdasarkan ukuran panjang. Kelompok umur 1 memiliki ukuran panjang 83,5 – 237,5 cm, kelompok umur 2 ukuran panjang 248,5 – 281,5 cm, dan kelompok umur 3 ukuran panjang 292,5 – 369,5 cm. Pada kelompok umur 1 selang ukuran panjang lebih besar dibanding kelompok umur 2 dan 3. Hal ini diduga terkait pola pertumbuhan cumi-cumi, dimana cumi-cumi muda lebih cepat pertumbuhannya dibanding cumi-cumi lebih tua seperti disajikan pada Gambar 4.8. Pada gambar tersebut terlihat bahwa cumi-cumi pada umur 0 - 4 bulan memiliki pertumbuhan panjang cumi-cumi sangat cepat yaitu rata-rata tumbuh 84,89 mm per bulan. Cumi-cumi yang terukur di lokasi penelitian memiliki ukuran panjang mantel yang lebih besar dibanding hasil penelitian lain yang ada di Indonesia. Panjang mantelnya yaitu antara 78 – 370 mm. Hasil penelitian Sitomput et al. 2015 mendapatkan ukuran sampel Loligo sp yang didaratkan di Kelurahan Kawal Provinsi Kepulauan Riau memiliki ukuran panjang antara 3,5 – 23,6 cm. Hasil penelitian Perangin-angin et al. 2015 untuk cumi P. chinensis di TPI Tambaklorok Semarang ukuran panjangnya antara 56,6 – 130,1 mm. Hasil 42 penelitian Sriwana 2007 di perairan Kabupaten Polewali Mandar ukuran panjang Loligo sp antara 30 – 160 mm. Ukuran panjang cumi-cumi di lokasi penelitian lebih pendek jika dibanding dengan hasil penelitian di luar negeri. Hasil penelitian Yunrong et al. 2013 di Teluk Beibu, China, menemukan bahwa cumi-cumi Uroteuthis chinensis memiliki ukuran panjang mantel antara 49 – 438 mm. P. chinensis merupakan spesies cumi-cumi yang berukuran besar dengan panjang mantel maksimum yang pernah diketahui mencapai 490 mm untuk jantan dan 310 mm untuk betina. Rata-rata ukuran panjang mantel cumi-cumi jenis ini yaitu 200 mm. Cumi-cumi yang terukur di lokasi penelitian memiliki ukuran bobot tubuh antara 9 - 349 g. Hasil penelitian Yunrong et al. 2013 di Teluk Beibu, China, menemukan bahwa cumi-cumi Uroteuthis chinensis memiliki bobot tubuh berkisar antara 7,3 – 723 g. Pola pertumbuhan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka baik jantan maupun betina bersifat allometrik negatif atau pertambahan panjangnya lebih kecil dibanding pertambahan bobotnya karena nilai b lebih dari 3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Perangin-angin et al.2015 untuk jenis cumi yang sama di TPI Tambaklorok Semarang dimana nilai b sebesar 2,19. Hasil penelitian Yunrong et al. 2013 di Teluk Beibu, China, untuk jenis cumi yang sama diperoleh nilai b = 2,19, serta hasil penelitian Sitompul et al. 2015 di Kelurahan Kawal Provinsi Kepulauan Riau untuk jenis cumi yang sama diperoleh kesimpulan bahwa pertumbuhannya bersifat alometrik negatif karena nilai b sebesar 2,62. Dari persamaan pertumbuhan antara cumi-cumi jantan dan betina terlihat bahwa cumi-cumi jantan dapat mencapai ukuran yang lebih besar dibandingkan cumi-cumi betina. Pertumbuhan cumi-cumi betina diselesaikan seluruhnya sebelum matang gonad, sedang pada cumi-cumi jantan pertumbuhannya masih