Pembahasan Model Peningkatan Stok Cumi Cumi (Photololigo Chinensis) Di Perairan Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

44 P. chinensis yang dikaji berbentuk kurang pipih karena faktor kondisi memiliki nilai antara satu hingga tiga. Hal ini berkaitan kondisi perairan tertangkapnya spesies tersebut kurang baik dalam mendukung pertumbuhan. Semakin besar ukuran panjang P. chinensis memiliki pilihan makanan yang semakin banyak sehingga nilai faktor kondisinya semakin tinggi. Panjang maksimum cumi-cumi yang dapat tertangkap di perairan Kabupaten Bangka yaitu 421,71 mm, koefesien pertumbuhan 0,47 per bulan, dan umur teoritis atau t nilainya 0,17 bulan. Pada 4 bulan pertama pertumbuhan panjang cumi-cumi mencapai 84,89 mm per bulan. Pertumbuhan semakin lambat ketika bulan kelima dan seterusnya. Laju pertumbuhan akan mendekati L ∞ pada saat berumur 13 bulan. Panjang cumi-cumi mencapai asimptot ketika umur cumi-cumi 49 bulan dengan L ∞ 421,71 mm. Berdasar nilai parameter laju eksploitasi cumi-cumi 0,86 penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka sudah mencapai tangkap lebih overfishing karena nilainya sudah melampaui batas penangkapan optimum dimana E opt yaitu 0,5. Hal ini menunjukkan tingginya intensitas penangkapan oleh para nelayan. 4 MODEL BIO-EKONOMI PERIKANAN CUMI-CUMI DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

4.1 Pendahuluan

Cumi-cumi merupakan salah satu komoditas tangkapan utama bagi nelayan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pada tahun 2013 produksi cumi-cumi daerah ini mencapai 9.256 ton atau 4,65 dari total produksi perikanan tangkap yang mencapai 199.243 ton KKP 2014. Kontribusi produksi cumi-cumi provinsi ini terhadap produksi cumi-cumi Indonesia sebesar 5,47. Perairan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan 711 yang mencakup perairan Laut Cina Selatan, Laut Natuna dan Selat Karimata. Berdasarkan Kepmen Kelautan Perikanan No KEP.45MEN2011 estimasi potensi sumberdaya perikanan di perairan ini sudah mencapai 1.059 juta ton per tahun. Khusus untuk sumberdaya perikanan cumi- cumi estimasi potensinya sebesar 2.700 ton per tahun. Pada tahun 2012 produksi cumi-cumi WPP 711 mencapai 13.993 ton KKP 2014. Produksi cumi-cumi ini 518,26 dibanding estimasi potensi lestari di WPP ini. Terhadap hal ini Atmaja 2013 menyatakan bahwa perkembangan perikanan cumi-cumi baik di WPP 711 maupun 4 WPP lainnya diluar skenario alokasi sumberdaya ikan dan kondisi stok ikan. Perairan Kabupaten Bangka merupakan salah satu daerah penangkapan cumi-cumi yang potensial. Pada tahun 2013 kontribusi produksi cumi-cumi kabupaten ini mencapai 10 dari produksi cumi-cumi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Perairan kabupaten ini tidak hanya dimanfaatkan oleh nelayan setempat tetapi juga oleh nelayan dari Pangkalpinang, Belitung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat dan Lampung. Kegiatan penangkapan cumi-cumi di daerah ini telah berkembang, baik dengan alat tradisional maupun modern. Nelayan kecil menangkap cumi-cumi menggunakan alat tangkap pancing cumi atau squid jigging yang dibantu dengan menggunakan lampu, sedang nelayan besar menggunakan alat tangkap bagan tancap dan pancing cumi. Nelayan besar juga menggunakan lampu sebagai alat bantu, namun lampu yang digunakan sangat besar intensitasnya. Perikanan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka belum dikelola dengan baik. Hal ini terlihat dari adanya kecenderungan produksi cumi-cumi di PPN Sungailiat yang menurun tajam pada periode 2010 – 2013, dimana produksi pada periode tersebut turun 17,59 per tahun PPN Sungailiat 2014. Masalah lain yang timbul yaitu banyaknya kapal penangkap cumi-cumi dari luar daerah yang menangkap di perairan daerah ini serta adanya kegiatan penambangan timah illegal di perairan pesisir. Sapanli 2009 menyatakan bahwa wilayah perairan Kabupaten Bangka telah mengalami kerusakan yang parah sehingga hasil tangkapan ikan yang diperoleh sudah jauh berkurang. Belum adanya pengelolaan perikanan cumi-cumi di daerah ini dapat mengakibatkan terjadinya tangkap lebih overfishing, meskipun sumberdaya perikanan termasuk dalam kelompok sumberdaya yang dapat pulih. Persoalan mendasar dalam pengelolaan sumberdaya ikan menurut Fauzi 2006 yaitu bagaimana agar sumberdaya tersebut dapat dikelola sehingga 46 menghasilkan manfaat se mengorbankan kelestarian sumberdaya perlu diketahui tersebut. Pengetahun menge serta kondisi optimal dari lebih lagi bagi penentu kebi memperoleh keuntungan ekonom 1986. Sumberdaya cumi-cum dengan baik agar member secara berkelanjutan. Penge potensi sumberdaya cumi-c tersebut maka penelitian ini sumberdaya cumi-cumi; 2 cumi-cumi berdasarkan aspe kebijakan pengelolaan sumbe 4.2 Metode 4.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakuka Kegiatan survey dilakukan April 2014. Lokasi penelit bulan Oktober karena bul produksi cumi-cumi, sedang hasil tangkapan cumi-cum disajikan pada Gambar 22. Gambar 22 Lokasi penelitian sebesar-besarnya bagi masyarakat deng an sumberdaya ikan itu sendiri. Dalam pe ahui berapa besar kapasitas daya dukung sum ngenai perbedaan tingkat pemanfaatan dan upa ri suatu kegiatan perikanan tangkap sangat di ebijakan agar dapat meminimisasi biaya korbana ekonomi optimal yang lestari Hartwick dan -cumi di perairan Kabupaten Bangka harus berikan manfaatkan sebesar-besarnya bagi m engelolaan yang baik dapat dilakukan apabila i-cumi di perairan tersebut. Berdasarkan perm ini bertujuan untuk: 1 mengestimasi paramet 2 menganalisis tingkat pengelolaan optimal sum aspek biologi dan ekonomi; dan 3 memfor mberdaya cumi-cumi. at Penelitian kukan pada bulan bulan April 2013 – Apr an 3 kali yaitu pada bulan April 2013, Oktober elitian yaitu Kabupaten Bangka. Survei dilakuk bulan tersebut merupakan salah satu musim dang bulan April merupakan awal mulai meni umi yang diperoleh nelayan. Peta lokasi 2. ian Sumber: Pemerintah Kabupaten Bangka tah ngan tidak pengelolaan sumberdaya upaya aktual t diperlukan, banan dalam dan Olewiler rus dikelola masyarakat bila diketahui ermasalahan eter biologi sumberdaya formulasikan April 2014. ober 2013 dan akukan pada usim puncak eningkatnya si penelitian tahun 2015