Hasil Pemodelan dan Simulasi

91 a b Gambar 48. Prediksi produksi per trip setelah penempatan atraktor cumi pada Zona 1-HR 0,35 a dan zona 2-HR 0,2 b pada berbagai tingkat mortalitas alami 1 = kondisi awal; 2 = mortalitas alami 0.41; 3 = mortalitas alami 0.27; dan 4 = mortalitas alami 0.14 Penempatan atraktor cumi apabila dilakukan di zona 2 maka produksi per trip pada periode simulasi 2017-2044 akan meningkat dari 0,142 tontrip menjadi 0,155 tontrip pada mortalitas alami 0,41, dari 0,144 tontrip menjadi 0,188 Tabel 21. Prediksi produksi per trip menurut zona, hatching rate dan mortalitas alami Zona dan HR Mortalitas alami Produksi per trip ton produksitrip 2044 dari kondisi awal 2017 2044 Zona 1 - HR 0,35 0,14 0,144 0,201 139,58 0,27 0,143 0,175 121,53 0,41 0,141 0,145 100,69 Zona 2 - HR 0,20 0,14 0,145 0,219 152,08 0,27 0,144 0,188 130,55 0,41 0,142 0,155 107,64 Kondisi awal - 0,141 0,144 - Keterangan: produksitrip kondisi awal 0,144 ton 92 tontrip pada mortalitas alami 0,27, dan dari 0,145 tontrip menjadi 0,219 tontrip pada mortalitas alami 0,14. Prediksi produksi per trip menurut tingkat mortalitas alami pada zona 2 disajikan pada Gambar 48 b. Prediksi produksi per trip pada zona 1 dan zona 2 menurut tingkat mortalitas alami disajikan pada Tabel 21. Pendapatan Usaha Penangkapan Cumi Peningkatan produksi per trip sebagai dampak penempatan atraktor cumi pada zona 1 dan zona 2 diprediksi akan meningkatkan pendapatan usaha penangkapan cumi-cumi yang dilakukan nelayan di perairan Kabupaten Bangka. Penempatan atraktor cumi apabila hanya dilakukan di zona 1 maka pendapatan per trip pada periode simulasi 2017 – 2044 akan meningkat dari Rp 3,81 juta per trip menjadi Rp 5,13 juta per trip pada mortalitas alami 0,41, dari Rp 3,87 juta per trip menjadi Rp 6,20 juta per trip pada mortalitas alami 0.27, dan dari Rp 3,90 juta per trip menjadi Rp 7,11 juta per trip pada mortalitas alami 0,14. Prediksi pendapatan per trip menurut tingkat mortalitas alami pada zona 1 disajikan pada Gambar 49 a. a b Gambar 49. Prediksi pendapatan, biaya penangkapan dan keuntungan per trip pengaruh penempatan atraktor cumi pada zona 1; HR 0,35 a dan zona 2; HR 0,2 b pada berbagai tingkat mortalitas alami 1,5,9 = kondisi awal; 2,6,10 = mortalitas alami 0.41; 3,7,11 = mortalitas alami 0.27; dan 4,8,12 = mortalitas alami 0.14 93 Penempatan atraktor cumi di zona 2 akan meningkatkan pendapatan per trip pada periode simulasi 2017 – 2044 dari Rp 3,83 juta per trip menjadi Rp 5,49 juta per trip pada mortalitas alami 0,41, dari Rp 3,89 juta per trip menjadi Rp 6,65 juta per trip pada mortalitas alami 0,27, dan dari Rp 3,92 juta per trip menjadi Rp 7,76 juta per trip pada mortalitas alami 0,14. Prediksi pendapatan per trip pada zona 2 disajikan pada Gambar 49 b. Prediksi pendapatan per trip pada zona 1 dan zona 2 disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Prediksi pendapatan per trip menurut zona, hatching rate dan mortalitas alami Zona dan HR Mortalitas alami Pendapatan per trip Rp juta pendapatantrip 2044 dari kondisi awal 2017 2044 Zona 1 - HR 0,35 0,14 3,90 7,11 139,69 0,27 3,87 6,20 121,81 0,41 3,81 5,13 100,79 Zona 2 - HR 0,20 0,14 3,92 7,76 152,46 0,27 3,89 6,65 130,65 0,41 3,83 5,49 107,86 Kondisi awal - 3,81 5,09 - Keterangan: pendapatantrip kondisi awal Rp 5,09 juta Biaya penangkapan per trip nilainya tetap atau sama dengan simulasi awal yaitu pada awal periode sebesar Rp 1,50 juta per trip dan pada akhir periode naik menjadi Rp 2,21 juta per trip seperti terlihat pada Gambar 49. Nilai ini sesuai dengan prediksi jumlah upaya tangkap yang juga tidak mengalami perubahan pada simulasi awal yaitu sebelum ada skenario introduksi atraktor cumi. Peningkatan produksi per trip sebagai dampak penempatan atraktor cumi pada zona 1 dan zona 2 diprediksi akan meningkatkan keuntungan usaha penangkapan cumi-cumi yang dilakukan nelayan di perairan Kabupaten Bangka. Penempatan atraktor cumi di zona 1 akan meningkatkan keuntungan per trip pada akhir periode simulasi dari Rp 2,12 juta per trip menjadi Rp 2,92 juta per trip pada mortalitas alami 0,41, dari Rp 2,18 juta per trip menjadi Rp 3,99 juta per trip pada mortalitas alami 0,27, dan dari Rp 2,21 juta per trip menjadi Rp 4,90 juta per trip pada mortalitas alami 0,14. Prediksi pendapatan per trip pada zona 1 disajikan pada Gambar 49 a dan Tabel 23. Penempatan atraktor cumi apabila dilakukan di zona 2 maka keuntungan per trip pada periode simulasi 2017 – 2044 akan meningkat dari Rp 2,14 juta per trip menjadi Rp 3,28 juta per trip pada mortalitas alami 0,41, dari Rp 2,19 juta per trip menjadi Rp 4,43 juta per trip pada mortalitas alami 0,27, dan dari Rp 2,23 juta per trip menjadi Rp 5,54 juta per trip pada mortalitas alami 0,14. Prediksi keuntungan per trip menurut tingkat mortalitas alami pada zona 2 disajikan pada Gambar 49 b dan Tabel 23. 94 Tabel 23. Prediksi keuntungan per trip menurut zona, hatching rate dan mortalitas alami Zona dan HR Mortalitas alami Keuntungan per trip Rp juta keuntungantrip 2044 dari kondisi awal 2017 2044 Zona 1 - HR 0,35 0,14 2,21 4,90 170,14 0,27 2,18 3,99 138,54 0,41 2,12 2,92 101,39 Zona 2 - HR 0,20 0,14 2,23 5,54 192,36 0,27 2,19 4,43 153,82 0,41 2,14 3,28 113,89 Kondisi awal - 2,12 2,88 - Keterangan: keuntungantrip kondisi awal Rp 2,88 juta

6.4 Pembahasan

Hasil simulasi awal didapat bahwa stok cumi-cumi pada akhir periode simulasi mencapai 1.900,85 tontahun dengan tingkat upaya 5.700 triptahun dan jumlah nelayan 5.111 orang. Pada tingkat tersebut akan diperoleh produksi 144 kgtrip dan keuntungan Rp 2,88 jutatrip. Hal ini menunjukan bahwa apabila peri- kanan cumi-cumi di Kabupaten Bangka dikelola dengan baik akan menghasilkan tingkat produksi yang terus meningkat dan memberikan keuntungan usaha dalam jangka panjang. Pengelolaan yang dilakukan yaitu dengan membatasi jumlah upaya tangkap pada awalnya 5.544 triptahun, dan setiap tahun upaya tangkap bisa ditingkatkan dalam jumlah terbatas sehingga pada akhir periode simulasi total upaya tangkap meningkat menjadi 5.700 trip. Biomassa atau stok cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka yang mengalami kelebihan tangkap dapat ditingkatkan dengan beberapa cara. Menurut Pauly et al. 2002 dan Hilborn 2007 upaya yang diperlukan untuk meningkatkan biomassa pemijahan dan meningkatkan pasokan larva yaitu melalui perlindungan dan perbaikan habitat ikan, selain pemberian insentif untuk mengurangi upaya dan kapasitas penangkapan. Penempatan atraktor cumi akan membentuk habitat baru bagi cumi-cumi. Keberadaan habitat baru ini dapat meningkatkan daya dukung dengan asumsi tersedia makanan alami untuk mendukung pertumbuhan. Berdasar gambaran tersebut maka penempatan atraktor cumi merupakan upaya yang sama dengan stock enhancement atau restocking tanpa menebar benih, tetapi hanya menyediakan habitat atraktor cumi yang akan menjadi spawning ground dan nursery ground cumi-cumi. Mengacu pada uraian Bartley dan Leber 2004 peningkatan ketersediaan stok cumi-cumi dengan introduksi atraktor cumi lebih sesuai disebut dengan restocking , meskipun juvenilnya tidak dihasilkan dari kegiatan budidaya. Juvenil cumi-cumi pada model ini dihasilkan secara alamiah oleh cumi-cumi, dimana tindakan yang dilakukan oleh pengelola perikanan hanya menyediakan atraktor cumi cumi-cumi pada perairan yang sesuai serta menetapkan areal perairan tersebut sebagai kawasan lindung sanctuary area selama musim pemijahan cumi-cumi. Restocking mencakup penebaran benih ke dalam populasi untuk memperbaiki beberapa biomassa yang terkuras hingga ke suatu tingkat dimana 95 populasi tersebut dapat kembali lagi menghasilkan produksi secara teratur. Sedang stock enhancement dibuat untuk menambah produktivitas suatu perikanan dengan menambah asupan alami benih dan mengoptimalkan panen dengan mengatasi keterbatasan rekrutmen Bartley dan Bell 2008. Namun dalam prakteknya, menurut Bartley dan Leber 2004, istilah-istilah marine stocking, marine stock enhancement, hatchery enhancement dan sea ranching tidak dibedakan dan digunakan untuk menjelaskan pelepasan benih ke alam. Penyusunan model stok cumi-cumi menurut Anderson dan Seijo 2010 harus memperhatikan periode puncak bertelur, menetas dan rekrutmen. Hal ini karena cumi-cumi termasuk dalam kelompok spesies yang memiliki daur hidup pendek yaitu antara 1-3 tahun sehingga proses berelur, menetas dan rekrutmen bisa berlangsung secara sekuensial pada periode tersebut seperti terlihat pada Gambar 50. Berdasar hasil kajian penelitian ini diprediksi umur cumi-cumi P. chinensis yang dikaji dalam penelitian ini sekitar 13 bulan, meskipun untuk mencapai asimptot atau L ∞ umur cumi-cumi bisa mencapai 49 bulan pada saat panjang badanya mencapai 421.71 mm. Gambar 50. Ilustrasi musim bertelur, penetasan telur dan rekrutmen spesies berdaur hidup pendek 1 – 3 tahun Sumber: Anderson dan Seijo 2010 Upaya pemulihan stok melalui stock enhancement pertama kali diterapkan pada tahun 1762 untuk ikan air tawar dan tahun 1962 untuk perikanan laut, dimana keduanya dilakukan di Jepang Masuda dan Tsukamoto 1998. Jepang telah menebar 35 jenis organisme akuatik pada tahun 1995. Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini terus meningkat dari US 850.000 pada tahun 1968 menjadi US 59 juta pada tahun 1996 Saotome 1997. Upaya stock enhancement ikan red sea bream yang dilakukan di Jepang mulai tahun 1977 berhasil mempertahankan produksi pada tingkat 20.000an ton sejak tahun 1986 sampai 1995 seperti disajikan pada Gambar 51. 96 Gambar 51 Perkembangan produksi dan stocking ikan red sea bream di Jepang tahun 1960-1995 Masuda dan Tsukamoto 1998 Pada tahun 1990an jumlah negara yang menerapkan stock enhancement bertambah Bell et al. 2008. Diantara kegiatan ini yang berhasil yaitu pengka- yaan scallop di Selandia Baru Lorenzen 2008, stock enhancement udang Penaeus esculentus di Australia Barat Loneragan et al. 2006, pengkayaan stok Salmon Masuda dan Tsukamoto 1998 dan ikan lainnya Kitada dan Kishino 2006 di Jepang. Hasil kajian Lorenzen 2005 terhadap kelayakan stock enhan- cement ikan North Sea sole menemukan secara keseluruhan hasilnya tidak memuaskan. Secara teknis kegiatan pengkayaan berjalan efektif, tetapi manfaat ekonominya kecil. Stock enhancement juga menghadapi permasalahan yang terkait dengan pengetahuan, metodologi dan teknik yang digunakan Bell et al. 2008. Permasalahan lain diantaranya yaitu masalah adaptasi ikan budidaya di habitat baru tempat pelepasan Brown dan Day 2002, parasit yang terbawa dari fasilitas budidaya Bartley et al. 2006 dan penangkapan stok yang dilepas sebelum mencapai ukuran layak jual Liao 1997. Pengkayaan stok cumi-cumi dengan teknologi atraktor cumi tidak akan menghadapi permasalahan seperti yang dihadapi model pengkayaan stok dengan benih dari hasil budidaya. Dengan model pengkayaan stok ini tidak akan ada masalah adaptasi dan masalah parasit karena tidak perlu ada upaya menghasilkan benih dari hasil budidaya. Benih cumi-cumi akan ada dengan cara alamiah, yang perlu diupayakan adalah 1 menyediakan atraktor cumi; 2 mencari lokasi perairan untuk penempatan atraktor cumi pada kedalaman 3 – 10 m yang berada di daerah tempat cumi-cumi menempelkan telur; dan 3 menempatkan atraktor cumi pada perairan tersebut. Perairan yang menjadi lokasi atraktor cumi sebaiknya ditetapkan sebagai kawasan lindung guna melindungi pertumbuhan telur dan proses penetasan cumi-cumi. Luas efektif perairan yang dapat dimanfaatkan pada zona 1 yaitu 1,95 km 2 dan pada zona 2 yaitu 3,75 km 2 . Penempatan atraktor cumi merupakan upaya penyediaan atau perbaikan habitat lokasi tempat pemijahan cumi-cumi. Cumi-cumi akan beruaya ke perairan yang lebih dangkal atau ke pesisir pada saat akan memijah. Satu minggu setelah kawin, cumi-cumi betina akan mencari substrat untuk menempelkan kapsul- kapsul telur. Menurut Choe dan Oshima 1961 jenis substrat tempat penempelan kapsul telur cumi diantaranya yaitu batu kecil, kulit kerang dan alga coklat. 97 Kapsul telur cumi juga menempel pada koral atau tumbuhan lamun Tsuchiya 1981. Jika atraktor cumi tersedia, maka tentunya kapsul telur akan ditempelkan pada atraktor cumi tersebut. Penyediaan atraktor cumi diduga akan meningkatkan jumlah kapsul telur yang menempel dan meningkatkan keberhasilan penetasan telur hatching rate, apalagi jika perairan tersebut dijadikan kawasan lindung. Berdasarkan hasil simulasi dengan introduksi atraktor cumi pada zona 1 kedalaman perairan 3 – 7 m sebanyak 4.875 paket atraktor cumi dan zona 2 kedalaman perairan 3 – 10 m sebanyak 9.375 paket rumpom akan diperoleh adanya peningkatan stok, produksi per trip, pendapatan per trip dan keuntungan per trip. Penempatan atraktor cumi pada zona 1 diprediksi akan meningkatkan ketersediaan stok antara 0,78 - 39,63 dan pada zona 2 peningkatannya antara 7,91 - 52,33 dari kondisi stok cumi-cumi awal yaitu 1.900,85 ton. Peningkatan stok yang dihasilkan dari penempatan atraktor cumi diduga akan menggeserkan kurva stok cumi-cumi ke sebelah kanan karena adanya peningkatan daya dukung perairan. Gambar pergeseran kurva stok pada zona 1 dan zona 2 disajikan pada Gambar 52. a b Gambar 52. Prediksi pergeseran kurva stok cumi-cumi setelah penempatan atraktor cumi pada zona 1-HR 0,35 a dan pada zona 2-HR 0,2 b pada berbagai tingkat mortalitas alami --- = kondisi awal; --- = mortalitas alami 0,41; --- = mortalitas alami 0,27; dan --- = mortalitas alami 0,14