Kebutuhan akan kepercayaan Kebutuhan untuk mengekspresi keyakinan pribadi Kebutuhan untuk mempertahankan praktek spiritual Rasa bersalah spiritual guilt Kehilangan spiritual loss Standar Operasional Prosedur SOP Spiritual Care

b. Cinta dan hubungan yang harmonis

Tanpa adanya cinta dan hubungan yang harmonis dengan orang lain misalnya pasangan kita atau teman dekat, kita akan merasa sendiri dan kehilangan sentuhan, rasa aman dan cinta.

c. Kebutuhan akan pengampunan .

Dalam kehidupan kita pasti akan mengalami hal-hal yang dapat mengganggu dan adanya konflik. Akibatnya kita marah dan merasa bersalah, yang dapat mengakibatkan gangguan fisik, psikologis, sosial, dan kesejahteraan spiritual. Untuk menjaga keseimbangan ini, kita mencoba untuk menyelesaikan konflik dalam hidup kita dengan cara memaafkan dan dimaafkan.

d. Kebutuhan akan kreativitas

Kemampuan untuk menemukan makna, ekspresi dan nilai dalam aspek kehidupan seperti kegiatan sastra, seni, dan musik yang berasal dari kreativitas setiap individu memberikan ekspresi, makna, serta sarana komunikasi. Kreativitas akan menciptakan emosi seseorang dan perasaan yang indah dalam bentuk kreasi.

e. Kebutuhan akan kepercayaan

Individu akan merasa terisolasi dan diabaikan ketika kehilangan kepercayaan. Kepercayaan merupakan dasar untuk membangun persahabatan dan membina hubungan dengan orang lain.

f. Kebutuhan untuk mengekspresi keyakinan pribadi

Dalam kehidupan, ada kebutuhan yang mendasar untuk mengekspresikan keyakinan pribadi seseorang. Ketidakmampuan untuk mengekspresikan keyakinan pribadi dapat menyebabkan frustasi dan akhirnya permusuhan. Universitas Sumatera Utara

g. Kebutuhan untuk mempertahankan praktek spiritual

Kegiatan akan kebutuhan ini adalah berdoa, menghadiri kebaktian gereja, mesjid atau kuil. Selama periode sakit atau dirawat inap, pasien berharap kebutuhan ini tetap terpenuhi.

h. Keyakinan pada Tuhan atau dewa

Hal ini merupakan dimensi penting dari spiritual untuk beberapa individu. Mereka yakin akan adanya kekuatan dari Tuhan atau dewa yang menciptakan dunia. Dalam mengidentifikasi kebutuhan spiritual pasien, perawat harus memiliki pemahaman dasar tentang kebutuhan spiritual pasien, menghormati setiap keinginan pasien, menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual pasien bukan mempromosikan agama, perawat harus memahami spiritual mereka sendiri sebelum mereka memenuhi kebutuhan spiritual pasien, memiliki komitmen dan benar-benar berusaha untuk memahami kebutuhan pasien. Kebutuhan spiritual pasien dapat diketahui perawat dengan mendengarkan secara aktif apa yang disampaikan atau dikeluhkan oleh pasien melalui terciptanya komunikasi yang efektif dan pengamatan terhadap pasien Sartori, 2010.

2.1.4. Distres Spiritual

Monod 2012 menyatakan distres spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak terpenuhi, sehingga dalam menghadapi penyakitnya pasien mengalami depresi, cemas, dan marah kepada Tuhan. Distres spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006. Universitas Sumatera Utara Kozier 2004 juga mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan dengan distres spiritual seseorang meliputi masalah-masalah fisiologis antara lain diagnosis penyakit terminal, penyakit yang menimbulkan kecacatan atau kelemahan, nyeri, kehilangan organ atau fungsi tubuh atau kematian bayi saat lahir, masalah terapi atau pengobatan antara lain anjuran untuk transfusi darah, aborsi, tindakan pembedahan, amputasi bagian tubuh dan isolasi, masalah situasional antara lain kematian atau penyakit pada orang-orang yang dicintai, ketidakmampuan untuk melakukan praktek spiritual Carpenitto, 2002 dalam Kozier et al, 2004. Karakteristik pasien yang mengalami distres spiritual menurut Dover 2001 antara lain: pasien putus asa, tidak memiliki tujuan dalam hidupnya, menganggap dirinya dijauhi Tuhan, dan tidak melakukan kegiatan ibadah. Ketika sakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan spiritual dapat membantu seseorang untuk sembuh. Selama sakit atau kehilangan, misalnya saja, individu merasa kurang mampu untuk merawat diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain. Distres spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa yang terjadi, dan dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terasing. Untuk itu diharapkan perawat mengintegrasikan perawatan spiritual kedalam proses keperawatan Potter Perry, 2004. 2.1.5. KesehatanKesejahteraan Spiritual Kesehatan spiritual atau disebut juga kesejahteraan spiritual adalah rasa keharmonisan, saling adanya kedekatan antara diri sendiri dengan orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi. Rasa keharmonisan ini tercapai ketika Universitas Sumatera Utara seseorang menemukan adanya keseimbangan antara nilai, tujuan, dan keyakinan mereka akan hubungannya dengan diri sendiri dan orang lain Potter Perry, 2004. Ellison 1983 dan Pilch 1988 dalam Kozier et al, 2004 mendefenisikan kesehatan spiritual adalah suatu cara hidupyang penuh makna, berguna, menyenangkan dan bebas untuk memilih setiap ada kesempatan yang sesuai dengan nilai-nilai spiritual. Manusia memelihara dan meningkatkan spiritualnya dengan berbagai cara, ada yang memfokuskan pada pengembangan dirinya sendiri yaitu dialognya dengan Tuhan melalui doa, meditasi, melalui mimpi, berkomunikasi dengan alam, atau melalui ekspresi dibidang seni seperti drama, musik dan menari, sementara yang lain lebih memfokuskan pada dunia luar yaitu dengan mencintai orang lain, melayani orang lain, gembira, tertawa, terlibat dalam pelayanan keagamaan, persahabatan dan aktivitas bersama, rasa haru, empati, pengampunan, dan harapan Kozier et al, 2004. Hasil penelitian Dover 2001 dan Monod 2012 menyimpulkan ketika penyakit menyerang seseorang maka kesehatan spiritualnya dapat membantu untuk sembuh karena yakin semua usaha yang dilakukannya akan berhasil, pasien mampu melewati masa-masa sulit dalam hidupnya, dan tidak menyerah dengan penyakitnya.

2.2. Peran Perawat Dalam Spiritual Care

Dahulu spiritual carebelum dianggapsebagai suatu dimensiNursing Therapeutic, tetapi dengan munculnya Holistic Nursing maka Spiritual care menjadi aspek yang harus diperhatikan dan pengkajian kebutuhan spiritual pasien berkembang dan dikenal sebagai aktivitas-aktivitas legitimasi dalam domain Universitas Sumatera Utara keperawatan O ′Brien, 1999. Perawat merupakan orang yang selalu hadir ketika seseorang sakit, kelahiran, dan kematian. Pada peristiwa kehidupan tersebut kebutuhan spiritual sering menonjol, dalam hal ini perawat berperan untuk memberikan spiritual care Cavendish, 2003. Balldacchino 2006 menyimpulkan bahwa perawat berperan dalam proses keperawatan yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana dan implementasi keperawatan serta melakukan evaluasi kebutuhan spiritual pasien, perawat juga berperan dalam komunikasi dengan pasien, tim kesehatan lainnya dan organisasi klinispendidikan, serta menjaga masalah etik dalam keperawatan. Peran perawat dalam proses keperawatan terkait dengan spiritual caredijelaskan sebagai berikut :

2.2.1. Pengkajian kebutuhan spiritual pasien

Pengkajian spiritual menurut Kozier et al 2004 terdiri dari pengkajian riwayat keperawatan dan pengkajian klinik. Pada pengkajian riwayat keperawatan semua pasien diberikan satu atau dua pertanyaan misalnya ‟apakah keyakinan dan praktek spiritual penting untuk anda sekarang?”, bagaimana perawat dapat memberikan dukungan spiritual pada anda?”. Pasien yang memperlihatkan beberapa kebutuhan spiritual yang tidak sehat yang beresiko mengalami distres spiritualharus dilakukan pengkajian spiritual lebih lanjut. Kozier menyarankan pengkajian spiritual sebaiknya dilakukan pada akhir proses pengkajian dengan alasan pada saat tersebut sudah terbangun hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Untuk itu diharapkan perawat meningkatkan sensitivitasnya, dapat menciptakan suasana yang menyenangkan Universitas Sumatera Utara dan saling percaya, hal ini akan meningkatkan keberhasilan pengkajian spiritual pasien. Pertanyaan yang diajukan pada pasien saat wawancara untuk mengkaji spiritual pasien antara lain : adakah praktik keagamaan yang penting bagi anda?, dapatkah anda menceritakannya pada saya?, bagaimana situasi yang dapat mengganggu praktik keagamaan anda?, bagaimana keyakinan anda bermanfaat bagi anda?, apakah cara-cara itu penting untuk kebaikan anda sekarang?, dengan cara bagaimana saya dapat memberi dukungan pada spiritual anda?, apakah anda menginginkan dikunjungi oleh pemuka agama di rumah sakit?, apa harapan- harapan anda dan sumber-sumber kekuatan anda sekarang?, apa yang membuat anda merasa nyaman selama masa-masa sulit ini?. Pada pengkajian klinik menurut Kozier et al 2004 meliputi : a. Lingkungan yaitu apakah pasien memiliki kitab suci atau dilingkungannya terdapat kitab suci atau buku doa lainnya, literatur-literatur keagamaan, penghargaan keagamaan, simbol keagamaan misalnya tasbih, salib dan sebagainya diruangan? Apakah gereja atau mesjid mengirimkan bunga atau buletin?. b. Perilaku yaitu apakah pasien berdoa sebelum makan atau pada waktu lainnya atau membaca literatur keagamaan? Apakah pasien mengalami mimpi buruk dan gangguan tidur atau mengekspresikan kemarahan pada Tuhan? c. Verbalisasi yaitu apakah pasien menyebutkan tentang Tuhan atau kekuatan yang Maha Tinggi, tentang doa-doa, keyakinan, mesjid, gereja, kuil, pemimpin spiritual, atau topik-topik keagamaan? Apakah pasien menanyakan tentang Universitas Sumatera Utara kunjungan pemuka agama? Apakah pasien mengekspresikan ketakutannya akan kematian? d. Afek dan sikap yaitu apakah pasien menunjukkan tanda-tanda kesepian, depresi, marah, cemas, apatis atau tampak tekun berdoa? e. Hubungan interpersonal yaitu siapa yang berkunjung? Apakah pasien berespon terhadap pengunjung? Apakah ada pemuka agama yang datang? Apakah pasien bersosialisasi dengan pasien lainnya atau staf perawat?. Hamid 2008 mengatakan bahwa pada dasarnya informasi awal yang perlu dikaji secara umum adalah sebagai berikut : a. Afiliasi agama : partisipasi pasien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau tidak, jenis partisipasi dalam kegiatan agama. b. Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi : praktek kesehatan yaitu diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara agama, persepsi penyakit yaitu hukuman, cobaan terhadap keyakinan, dan strategi koping. c. Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi : tujuan dan arti hidup, tujuan dan arti kematian, kesehatan dan pemeliharaannnya, hubungan dengan Tuhan ,diri sendiri dan orang lain. Pedoman pengkajian spiritual menurut Craven Hirnle 1995, dalam Hamid, 2008 mencakup empat area yaitu konsep tentang Tuhan, sumber harapan dan kekuatan, praktek agama dan ritual, hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan. Pertanyaan yang dapat diajukan perawat untuk memperoleh informasi tentang pola fungsi spiritual pasien sebagai data subjektif antara lain, sebagai berikut : apakah agama atau Tuhan merupakan hal yang penting dalam Universitas Sumatera Utara kehidupan anda? Kepada siapa anda biasanya meminta bantuan? Apakah anda merasa bahwa kepercayaan agama membantu anda? Jika ya, jelaskan bagaimana dapat membantu anda? Apakah sakit atau kejadian penting lainnya yang pernah anda alami telah mengubah perasaan anda terhadap Tuhan? Mengapa anda di rumah sakit? Apakah kondisi sakit telah mempengaruhi cara anda memandang kehidupan? Apakah penyakit anda telah mempengarui hubungan anda dengan orang yang paling berarti dalam kehidupan anda? Apakah kondisi sakit yang anda alami telah mempengaruhi cara anda melihat diri anda sendiri? Apakah yang paling anda butuhkan saat ini? Dalam mengkaji spiritual pada anak, Craven Hirnle 1995, dalam Hamid, 2008 membuat pertanyaan sebagai berikut : bagaimana perasaanmu ketika dalam kesulitan? Selain kepada orang tua kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika sedang merasa takut? Apa kegemaran yang dilakukan ketika sedang merasa gembira atau sedih? Engkau tahu siapa Tuhan itu? Pengkajian data objektif dilakukan perawat melalui observasi. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, atau apatis? Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci, atau buku keagamaan? Apakah pasien sering mengeluh, tidak dapat tidur, mimpi buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama? Apakah pasien menyebut nama Tuhan, doa, rumah ibadah, atau topik keagamaan lainnya? Apakah pasien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka agama? Apakah pasien mengekspresikan ketakutannya terhadap kematian, konflik batin tentang keyakinan agama, Universitas Sumatera Utara kepedulian tentang hubungan dengan Tuhan, pertanyaan tentang arti keberadaannnya didunia, arti penderitaan? Siapa pengunjung pasien? Bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung? Apakah pemuka agama datang menjenguk pasien? Bagaimana pasien berhubungan dengan pasien yang lain dan dengan tenaga keperawatan? Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan sembahyang lainnya? Apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan?. Menurut Smyt 2011 pengkajian spiritual pasien dimulai dari pasien atau keluarga pasien dengan cara mendengarkan dan melalui pengamatan termasuk interaksi pasien dengan perawat, keluarga dan pengunjung lainnya, pola tidur, gangguan fisik, dan tekanan emosional. Hasil penelitian Leeuwen et al 2006 menyimpulkan bahwa pengkajian spiritual pasien terbatas pada satu atau dua pertanyaan yaitu apakah pasien merupakan bagian dari komunitas keagamaan atau apakah pasien ingin bertemu dengan pemuka agamanya. Namun dalam beberapa situasi perawat bertanya lebih mendalam misalnya tentang pandangan spiritual pasien atau bagaimana pasien mengatasi suatu kondisi yang sedang dihadapi. Pada pasien tertentu perawat mengakui bahwa pengkajian spiritual dengan wawancara tidak perlu dilakukan, hanya melalui observasi saja, perawat berfikir pasien yang sekarat tidak etis untuk dilakukan wawancara. Perawat dapat mengkaji dan memperoleh kebutuhan spiritual pasien jika komunikasi yang baik sudah terjalin antara perawat dan pasien, sehingga perawat dapat mendorong pasien untuk mengungkapkan hal-hal yang terkait kebutuhan spiritual Sartory, 2010. Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Merumuskan Diagnosa Keperawatan

O ′Brien 1998, 69 mengatakan bahwa peran perawat dalam merumuskan diagnosa keperawatan terkait dengan spiritual pasien mengacu pada distresspiritual yaitu spiritual pain, pengasingan diri spiritual alienation, kecemasan spiritual anxiety, rasa bersalah spiritual guilt, marah spiritual anger, kehilangan spiritual loss, putus asa spiritual despair. Distres spiritualselanjutnya dijabarkan dengan lebih spesifik sebagai berikut : a. Spiritual pain Spiritual painmerupakan ekspresi atau ungkapan dari ketidaknyamanan pasien akan hubungannya dengan Tuhan. Pasien dengan penyakit terminal atau penyakit kronis mengalami gangguan spiritual dengan mengatakan bahwa pasien merasa hampa karena selama hidupnya tidak sesuai dengan yang Tuhan inginkan, ungkapan ini lebih menonjol ketika pasien menjelang ajal. b. Pengasingan diri spiritual alienation Pengasingan diri diekspresikan pasien melalui ungkapan bahwa pasien merasa kesepian atau merasa Tuhan menjauhi dirinya. Pasien dengan penyakit kronis merasa frustasi sehingga bertanya : dimana Tuhan ketika saya butuh Dia hadir? c. Kecemasan spiritual anxiety Dibuktikan dengan ekspresi takut akan siksaan dan hukuman Tuhan, takut Tuhan tidak peduli, takut Tuhan tidak menyukai tingkahlakunya. Beberapa budaya meyakini bahwa penyakit merupakan suatu hukuman dari Tuhan karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan semasa hidupnya. Universitas Sumatera Utara

d. Rasa bersalah spiritual guilt

Pasien mengatakan bahwa dia telah gagal melakukan hal-hal yang seharusnya dia lakukan dalam hidupnya atau mengakui telah melakukan hal-hal yang tidak disukai Tuhan. e. Marah spiritual anger Pasien mengekspresikan frustasi, kesedihan yang mendalam, Tuhan kejam. Keluarga pasien juga marah dengan mengatakan mengapa Tuhan mengijinkan orang yang mereka cintai menderita.

f. Kehilangan spiritual loss

Pasien mengungkapkan bahwa dirinya kehilangan cinta dari Tuhan, takut bahwa hubungannya dengan Tuhan terancam, perasaan yang kosong. Kehilangan sering diartikan dengan depresi, merasa tidak berguna dan tidak berdaya.

g. Putus asa spiritual despair

Pasien mengungkapkan bahwa tidak ada harapan untuk memiliki suatu hubungan dengan Tuhan, Tuhan tidak merawat dia. Secara umum orang-orang yang beriman sangat jarang mengalami keputusasaan. Diagnosa keperawatan terkait kebutuhan spiritual menurut NANDA 2012 antara lain: a distress spiritual yang berhubungan dengan konflik nilai, isolasi oleh orang lain, rasa takut, terpisah dari komunitas keagamaan, b cemas yang berhubungan dengan ancaman kematian, perubahan status kesehatan, c keputusasaan yang berhubungan dengan kehilangan keyakinan kepada Tuhan, diabaikan oleh keluarga. Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Menyusun rencana keperawatan

Rencana keperawatan membantu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam diagnosa keperawatan. Rencana keperawatan merupakan kunci untuk memberikan kebutuhan spiritual pasien dengan menekankan pentingnya komunikasi yang efektif antara pasien dengan anggota tim kesehatan lainnya, dengan keluarga pasien, atau orang-orang terdekat pasien. Memperhatikan kebutuhan spiritual pasien memerlukan waktu yang banyak bagi perawat dan menjadi sebuah tantangan bagi perawat disela-sela kegiatan rutin di ruang rawat inap, sehingga malam hari merupakan waktu yang disarankan untuk untuk berkomunikasi dengan pasien Govier, 2000. Pada fase rencana keperawatan, perawat membantu pasien untuk mencapai tujuan yaitu memelihara atau memulihkan kesejahteraan spiritual sehingga kepuasan spiritual dapat terwujud. Rencanaan keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA 2012 meliputi : a.Mengkaji adanya indikasi ketaatan pasien dalam beragama, mengkaji sumber- sumber harapan dan kekuatan pasien, mendengarkan pendapat pasien tentang hubungan spiritual dan kesehatan, memberikan privasi, waktu dan tempat bagi pasien untuk melakukan praktek spiritual, menjelaskan pentingnya hubungan dengan Tuhan, empati terhadap perasaan pasien, kolaborasi dengan pemuka agama, meyakinkan pasien bahwa perawat selalu mendukung pasien. b. Menggunakan pendekatan yang menenangkan pasien, menjelaskan semua prosedur dan apa yang akan dirasakan pasien selama prosedur, mendampingi pasien untuk memberikan rasa aman dan mengurangi rasa takut, memberikan Universitas Sumatera Utara informasi tentang penyakit pasien, melibatkan keluarga untuk mendampingi pasien, mengajarkan dan menganjurkan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi, mendengarkan pasien dengan aktif, membantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan kecemasan, mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan persepsi. c. Membantu pasien untuk beradaptasi terhadap perubahan atau ancaman dalam kehidupan, meningkatkan hubungan interpersonal pasien, memberikan rasa aman.

2.2.4. Implementasi keperawatan

Perawat dapat menggunakan empat alatinstrumen spiritual untuk membantu perawat dalam melaksanakan spiritual care yaitu perawat perlu mendengarkan pasien, perawat perlu hadir setiap saat untuk pasien, kemampuan perawat untuk menerima apa yang disampaikan pasien, dan menyikapi dengan bijaksana keterbukaan pasien pada perawat. Perawat perlu menyadari bahwa memberikan spiritual care bukan hanya tugas dari pemuka agama, oleh karena itu perawat juga harus mengenali keterbatasan pada diri sendiri dan harus bekerjasama dengan disiplin ilmu lain seperti pembimbing rohani yang ada di rumah sakit, sehingga dapat berperan penting dalam memberikan dukungan terhadap kebutuhan spiritual pasien Govier, 2000. Penelitian Cavendish 2003 dan Narayanasamy 2004 menyimpulkan bahwa kegiatan perawat dalam implementasi spiritual pasien adalah antara lain : mendukung spiritual pasien, pendampingankehadiran, mendengarkan dengan aktif, humor, terapi sentuhan, meningkatkan kesadaran diri, menghormati privasi, Universitas Sumatera Utara dan menghibur misalnya dengan terapi musik. Kozier et al 2004 mengatakan bahwa perawat perlu mempertimbangkan praktek keagamaan tertentu yang akan mempengaruhi asuhan keperawatan, seperti keyakinan pasien tentang kelahiran, kematian, berpakaian, berdoa, dan perawat perlu mendukung spiritual pasien. Kehadiran menurut Zerwekh 1997 dalam Kozier et al, 2004 diartikan bahwa perawat hadir dan menyatu dengan pasien. Osterman dan Schwartz-Barcott 1996 dalam Kozier et al, 2004 mengidentifikasi empat cara pendampingan untuk pasien yaitu presensi yakni ketika perawat secara fisik hadir tetapi tidak fokus pada pasien, presensi parsial yakni ketika perawat secara fisik hadir dan mulai berusaha fokus pada pasien, presensi penuh yakni ketika perawat hadir disamping pasien baik secara fisik, mental maupun emosional, dan dengan sengaja memfokuskan diri pada pasien, presensi transenden yakni ketika perawat hadir baik secara fisik, mental, emosional, maupun spiritual. Membantu berdoa atau mendoakan pasien juga merupakan salah satu tindakan keperawatan terkait spiritual pasien. Berdoa melibatkan rasa cinta dan keterhubungan. Pasien dapat memilih untuk berpartisipasi secara pribadi atau secara kelompok dengan keluarga, teman atau pemuka agama. Pada situasi ini peran perawat adalah memastikan ketenangan lingkungan dan privasi pasien terjaga. Keadaan sakit dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk berdoa. Pada beberapa rumah sakit pasien dapat meminta perawat untuk berdoa dengan mereka dan ada yang berdoa dengan pasien hanya bila ada kesepakatan antara pasien dengan perawat. Karena berdoa melibatkan perasaan yang dalam, perawat Universitas Sumatera Utara perlu menyediakan waktu bersama pasien setelah selesai berdoa, untuk memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya Kozier et al, 2004. Menurut Kozier et al 2004 perawat perlu juga merujuk pasien kepada pemuka agama. Rujukan mungkin diperlukan ketika perawat membuat diagnosa distres spiritual, perawat dan pemuka agama dapat bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien. McSherry 2010 mengatakan bahwa dalam implementasi perawat harus peduli, penuh kasih, gembira, ramah dalam berinteraksi, dan menghargai privasi.

2.2.5. Evaluasi

Untuk melengkapi siklus proses keperawatan spiritual pasien, perawat harus melakukan evaluasi yaitu dengan menentukan apakah tujuan telah tercapai. Hal ini sulit dilakukan karena dimensi spiritual yang bersifat subjektif dan lebih kompleks. Membahas hasil dengan pasien dari implementasi yang telah dilakukan tampaknya menjadi cara yang baik untuk mengevaluasi spiritual care pasien Govier, 2000. Hasil penelitian Narayanasamy 2004 mengatakan bahwa pada tahap evaluasi perawat menilai bagaimana efek pada pasien dan keluarga pasien dimana diharapkan ada efek yang positif terhadap pasien dan keluarganya, misalnya pasien dan keluarganya mengungkapkan bahwa kebutuhan spiritual mereka terpenuhi, mengucapkan terimakasih karena sudah menyediakan pemuka agama. Universitas Sumatera Utara

2.3. Standar Operasional Prosedur SOP Spiritual Care

Penelitian Baldacchino 2006 dan Cavendish et al 2003 menemukan jika perawat melakukan kegiatan spiritual care, jenis dan frekwensi dari intervensi tidak diketahui karena spiritual care jarang bahkan tidak pernah didokumentasikan. Menurut Broten 1997 dalam Cavendish et al 2003 mengatakan beberapa perawat tidak mendokumentasikan kegiatan spiritual care karena tidak ada petunjuk pelaksanaan. Cavendish et al 2003 mengungkapkan bahwa dalam memberikan spiritual care pada pasien, perawat dapat menggunakan petunjuk pelaksanaan Nursing Interventions Classification NIC Labels. Kegiatan perawat dalam memberikan spiritual care dikategorikan menjadi 10 kategori yaitu: fasilitasi pertumbuhan spiritual, dukungan spiritual, kehadiran, mendengarkan dengan aktif, humor, sentuhan, terapi sentuhan, peningkatan kesadaran diri, rujukan, dan terapi musik. Sepuluh kategori tersebut akan diuraikan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Standar Operasional Prosedur Spiritual Care berdasarkan Nursing Interventions Classification NIC Labels NO NIC Label Perencanaan NIC Pelaksanaan NIC 1. Fasilitasi pertumbuhan spiritual a. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya b. Mendorong pasien melakukan praktek spiritual c. Mendukung pasien aktif dalam kegiatan keagamaan d. Mendorong pasien meningkatkan hubungan a. Menanyakan pasien tentang perasaannya b. Mendorong pasien berdoa c. Mendoakan pasien d. Mendorong keluarga, kerabat berdoa bersama pasien e. Meminta keluarga, kerabat agar membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien Universitas Sumatera Utara NO NIC Label Perencanaan NIC Pelaksanaan NIC dengan keluarga, orang lain dan pemuka agama e. Mempromosikan hubungan dengan orang lain untuk kegiatan keagamaan f. Menciptakan lingkungan yang nyaman f. Meminta keluarga, kerabat peduli dengan spiritual pasien g. Memberikan kartu ucapan pada pasien h. Menyediakan lingkungan yang nyaman i. Merujuk kepemuka agama j. Menyediakan tempat berdoa pasien dengan pemuka agama 2 Dukungan spiritual a. Mendorong pasien melakukan kegiatan keagamaan , jika diinginkan b. Mendorong pasien menggunakan sumber daya spiritual jika diinginkan c. Menyediakan artikel keagamaan d. Menfasilitasi pasien menggunakan meditasi, doa, ritual dan tradisi agama lainnya e. Mendengarkan dengan aktif f. Meyakinkan pasien bahwa perawat mendukung pasien a. Mengingatkan pasien untuk ibadah b. Mengantar pasien ibadah c. Menawarkan spiritual care d. Menanyakan apakah pasien dan keluarga butuh pemuka agama e. Menyediakanartikel keagamaan f. Mengijinkan pasien untuk meditasi, berdoa, dan ritual lainnya g. Mendengarkan dengan aktif ungkapan pasien tentang perasaannya h. Menghibur pasien i. Mendiskusikan tentang penyakit dan kematian 3. Kehadiran a. Menunjukkan sikap menerima b. Mengungkapkan secara verbal bahwa perawat empati terhadap pengalaman pasien c. Membangun kepercayaan dan hal a. Mengakui pasien sebagai individu yang unik b. Berbicara dengan keluarga pasien c. Menawarkan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga d. Penguatan melalui sentuhan Universitas Sumatera Utara positif d. Mendengarkan keprihatinan pasien e. Menyentuh pasien :memeluk,membelai, berpegangan tangan e. Bertindak sebagai advokat : NO NIC Label Perencanaan NIC Pelaksanaan NIC untuk mengungkapkan keprihatinan Perawat hadir secara fisik untuk membantu keluarga dan pasien 4. Mendengarkan dengan aktif a. Menetapkan tujuan untuk berinteraksi b. Menunjukkan kesadaran dan kepekaan terhadap emosi pasien c. Mendorong pasien untuk merefleksikan sikap, pengalaman masa lalu dengan situasi saat ini a. Membiarkan pasien bercerita tentang pasien sendiri b. Mendorong pasien untuk selalu semangat c. Melakukan diskusi tentang hal-hal yang tidak pasti 5. Humor Membuat cerita lucu sehingga pasien gembira Membuat humor dengan cerita lucu 6. Sentuhan Memegang tangan pasien untuk memberikan dukungan emosional Memegang tangan pasien 7. Terapi sentuhan Memegang tangan pasien dengan lembut Menyampaikan energy positif melalui sentuhan 8. Peningkatan Kesadaran diri Membantu pasien untuk mengidentifikasi sumber motivasi Menyampaikan pada pasien tentang keyakinan yang positif 9. Rujukan Mengidentifikasi asuhan keperawatankesehatan yang dibutuhkan pasien Mengidentifikasi kebutuhan spiritual pasien 10. Terapi musik Memfasilitasi partisipasi aktif pasien, misalnya memainkan alat musik atau bernyanyi jika hal ini diinginkan dan layak Menyanyikan lagu-lagu rohani bersama pasien untuk menenangkan pasien

2.4. Peran manajer perawat dalam spiritual care