kuat,justru sipasien terbalik,agama juga mungkin,karena tiap kita dipengaruhi oleh agama yang kita anut,saya ingin mendukung
sipasien,tetapi keyakinannya berbeda,jadi teman saya yang mengajarkan doa-doa pada pasien,dan pasien yang seagama dengan
saya bisa saya ingatkan atau ajarkan tentang doa-doa,bagaimana penyerahan-penyerahan diri yang sesuai dengan
agama,kalaukebetulan ada pasien yang berbeda agama dengan saya,saya hanya secara umum
mengingatkan,mendukungnya,menyuruh sholat,misalnya ada pasien gelisah,agama pasien muslim,saya kristen saya hanya bisa bilang
berdoa,jika teman saya yang muslim bisa mengatakan istifar.” [P1] Pernyataan diatas didukung oleh pernyataan informan lain yang mengatakan
perawat merasa bingung jika agama pasien tidak jelas, seperti kutipan informan dibawah ini:
“pernah juga sich pasien kami.. agamanya nggak jelas, masih parbegu,pamena, kalau orang karo pamena itu nggak jelas
agamanya, tapi anaknya,keluarganya ada yang muslim, ada yang nasrani, itu pun jadi kendala sama kami, kita suruh bacakan apa
ya.. bingung.” [P5]
c. Pasien
Menurut informan, pasien juga menjadi hambatan mereka dalam melakukan spiritual care, karena jika pasien tidak koperatif dengan perawat,
maka perawat akan kesulitan memberikan spiritual care pada pasien. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu informan dibawah ini:
“kalau menurut saya, susahnya itu dari pasien, dan itulah kendalayang paling utama, jadi intinya kalau menurut saya yang
paling utama dari pasiennya sendirilah, dimana pasiennya diajak supaya mau bekerja sama dengan perawat itulah yang paling inti.”
[P3]
d. Teman kerja
Hambatan dalam melaksanakan spiritual care, menurut informan berasal dari teman kerja dalam hal ini perawat, informan mengatakan bahwa adakalanya
Universitas Sumatera Utara
teman kerja tidak sejalan atau merasa keberatan jika informan melaksanakan spiritual care. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan informan berikut:
“ya, mungkin saja enggak sehati sesama kawan-kawan atau memang dari sebelum masuk kerja ada teguran dari kawan kerja.”
[P3] Pernyataan diatas didukung informan lainnya yang mengatakan jika kita
melaksanakan spiritual care, teman kita dinas merasa keberatan karena menganggap pekerjaan lain tidak selesai. Hal ini sesuai dengan kutipan informan
dibawa ini: “...kalau antara teman kerja ya paling ada teman itu merasa
keberatan, misalnya kadangkan kita mau cerita-cerita sama pasien, teman kita merasa kita cerita-cerita aja, pekerjaan kita yang lain
nggak siap, kadang ada rasa cemburu dari teman, aku capek pegang sana-sini, dia cuma megang pasien itu aja.”[P5]
e. Tidak ada dukungan dari pimpinan
Salah satu informan mengatakan bahwa pimpinan mereka tidak pernah memperhatikan apakah mereka melakukan spiritual care atau tidak, pimpinan
tahunya bahwa pekerjaan mereka harus selesai tepat waktu, dan tidak ada keterbukaan antara pimpinan dan bawahan. Hal ini diungkapkan informan sebagai
berikut: “kalau pimpinan…gimana ya kak,tertunduk ..pimpinan kan
taunya beres,dia nggak bakalan open mau kek mana kerjaan yang penting beres,padahal sebenarnya sebagai pimpinan mereka
mendengar keluhan kami dan menyaring jadi nggak hanya mau tau beres aja kak,kadang-kadang kita sedihnya disitu kak, ini harus
selesai,harus beres,sebenarnya pun kita perlu dukungan moril, seharusnya ada keterbukaan antara pimpinan dan bawahan,dan
pimpinan maunya peduli,sedikit saja sama bawahan.”[P6]
Universitas Sumatera Utara
f. Pengetahuan kurang