c. Pasien
Informan dalam penelitian ini mengatakan bahwa mereka berharap pasien kooperatif terhadap perawat, jika tidak kooperatif, perawat merasa kesulitan
dalam memberikan spiritual care. Pendapat ini didukung dengan hasil penelitian dari Smyth 2011 yang mengatakan bahwa perawat harus memberikan
kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan nilai-nilai dan kebutuhan spiritual mereka. Kozier et al 2004 menyarankan pengkajian spiritual sebaiknya
dilakukan pada akhir proses pengkajian, karena pada saat tersebut sudah terbangun hubungan saling percaya antara perawat dan pasien, sehingga
diharapkan pasien mengungkapkan kebutuhan spiritualnya.
d. Teman kerja
Teman kerja dapat juga sebagai hambatan dalam pelaksanaan spiritual care. Hal ini diungkapkan juga oleh informan dalam penelitian ini dengan
mengatakan bahwa adakalanya teman kerja tidak sejalan atau merasa keberatan jika informan melaksanakan spiritual care. Menurut Mc Sherry 1998 bahwa
untuk melakukan spiritual care, perawat berharap ada kerjasama dan mengembangkan pendekatan tim perawat untuk mampu atau efektif dalam
memenuhi kebutuhan spiritual pasien.
e. Tidak ada dukungan dari pimpinan
Informan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa pimpinan mereka tidak pernah memperhatikan apakah mereka melakukan spiritual care atau tidak,
pimpinan tahunya bahwa pekerjaan mereka harus selesai tepat waktu, dan tidak ada keterbukaan antara pimpinan dan bawahan, informan lainnya mengatakan
Universitas Sumatera Utara
jika ada masalah diruangan, pimpinan selalu menyalahkan perawat dan manajer perawat. Hal ini sejalan dengan Byrne 2002 dalam Cavendish, 2003 mengatakan
bahwa perawat dan manajer perawat memerlukan bimbingan dan dukungan tentang bagaimana pelaksanaan spiritual care diruangan mereka.
f. Kepribadian perawat
Subtema ini muncul dari pernyataan informan manajer perawat, informan mengungkapkan bahwa kepribadian perawat sebagai faktor kurang maksimalnya
informan menerapkan spiritual care diruangan. Kepribadian perawat yang cuek dan tidak mau tahu membuat manajer perawat putus asa. Penelitian yang
dilakukan oleh Mahmoodishan et al 2010 menemukan bahwa kepribadian perawat yang tinggi terhadap spiritualitas dapat mempengaruhi bagaimana mereka
berperilaku dan memenuhi kebutuhan spiritual pasien. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Kozier et al 2004 yang mengemukakan bahwa perawat yang
memperhatikan spiritualitas dirinya dapat bekerja lebih baik dalam merawat pasien yang memiliki kebutuhan spiritual. Menurutnya untuk dapat memberikan
spiritual care pada pasiennya, adalah penting menciptakan kondisi nyaman akan spiritualitasnya sendiri. Pernyataan ini menunjukkan bahwa perhatian dan
kenyamanan spiritual diri perawat merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemberian spiritual care pada pasien.
Penelitian Ellison, Smith, Musgrave dan Mc Farlane 2004 dalam Gray, 2006 juga menyatakan bahwa perawat dengan tingkat kesejahteraankesehatan
spiritual yang tinggi bersikap lebih baik terhadap asuhan spiritual dan lebih sensitif terhadap kebutuhan spiritual pasien. Demikian pula Newshan 1998 dalam
Universitas Sumatera Utara
Gray, 2006 menyatakan bahwa perawat akan mampu berespon terhadap kebutuhan spiritual pasien bila perawat menyadari akan spiritualitasnya sendiri.
g. Kurangnya pengetahuan