Beban kerja Ambiqu HASIL PENELITIAN

c. Tidak didokumentasikan

Spiritual care jarang dilakukan, kalaupun dilakukan, perawat tidak mendokumentasikannya. Hal ini diungkapkan informan sebagai berikut: “misalnyalah bu, hubungan dia antara suaminya ada masalah, itu sering kami kaji, saat dia sakit seperti ini, apa terganggu?, dia sakit ada gak permasalahan antara suami istri, terus antar pasien dan keluarganya, hubungannya seperti apa?, pada saat dianya sakit, ibadahnya seperti apa?, itu sering ada pengkajiannya, tapi sayangnya satu bu,, ada di pengkajian tapi jarang diisi, itu salah satu kelemahannya, seharusnya itu penting karena itu modal utama, karena kan kita kan harus tahu, bio psiko sosiosama spiritualnya, tapi jarang didokumentasikan seperti itu bu.” [P7] Informan lain mengatakan bahwa spiritual care tidak didokumentasikan, karena belum ada SOP asuhan keperawatan tentang spiritual care, seperti kutipan pernyataan informan dibawah ini: “tapi kalau SOP untuk asuhan keperawatan tentang perawatan spiritual dirumah sakit ini belum ada.” [P4]

D.Berbagai hambatan dalam pelaksanaan spiritual care

Berbagai hambatan dalam pelaksanaan spiritual care menurut persepsi perawat dikelompokkan menjadi beberapa subtema yaitu a beban kerja,b ambiqu, cpasien, d teman kerja, e tidak ada dukungan dari pimpinan, f pengetahuan kurang. Masing-masing subtema akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Beban kerja

Beban kerja yang tinggi menurut informan menjadi hambatan dalam melaksanakan spiritual care. Beberapa informan menyatakan bahwa selain tugas- tugas keperawatan, mereka juga harus mengerjakan tugas non keperawatan, misalnya laporan diet pasien. Pernyataan ini sesuai dengan kutipan salah satu informan dibawah ini: Universitas Sumatera Utara “karena beban kerja yang cukup banyak jadi kebutuhan spiritual tidak sempat kami kaji, memang selama ini mungkin perawatan spiritual kurang maksimal, balik lagi karena masalah beban kerja, kalaulah seandainya kami memiliki beban kerja yang sesuai dengan porsi kami, misalnya sehari-hari kami merawat tujuh pasien, mulai dari pukul tujuh, persiapan mesin satupersatu mesin disiapkan, dan ketika pasien datang, ada beberapa lamanya kami pergunakan untuk mempersiapkan pasien, nah setelah itu kami pindah kepasien lain, lanjut kepasien lainnya, setelah selesai semua pasien kami harus mengerjakan pekerjaan-pekerjaan administrasi lainnya seperti ambil status pasien, sistem pembayaran, misalnya pasien BPJS, itulah hal-hal yang harus kami kerjakan, belum lagi mengamprah barang, alat-alat kesehatan yang akan kami gunakan setiap harinya, setiap minggunya memasukkan laporan, jadi sedikit terlupakan aspek pemenuhan kebutuhan spiritualnya.” [P1] Informan lain juga mengatakan bahwa kepala ruangan sudah memberikan tugas non keperawatan kepada masing-masing perawat, sehingga waktu untuk merawat pasien berkurang, seperti kutipan informan dibawah ini: “misalnya gini kan .. kepala ruangan itu sudah ngasi kami tugas masingmasing selain tugas cuci darah, misalnya buat laporan bulanan, buatlaporan absensi perawat, buat register, buat laporan diet, sehingga disaatpasien butuh sama kita, kita merasa nanti pekerjaan sampingan yangditugaskan kepala ruangan nggak selesai, sedangkan harus dikumpulkarena ada waktu mengumpulkannya gitu, sehingga waktu untukmemperhatikan pasien berkurang, nggak ada waktu luang kita untuksaring dengan pasien.” [P2]

b. Ambiqu

Beberapa informan mengatakan bahwa ada keinginan mereka untuk melaksanakan spiritual care, tetapi mereka bingung jika pasien berbeda agama, jenis kelamin, dan sukunya. Pernyataan ini sesuai dengan salah satu pernyataan informan dibawah ini: “ mungkin kadang-kadang perawat mau,tapi karena beda jenis kelamin,misalnya perawat wanita,pasiennya pria,akhirnya perawat sungkanatau mungkin juga budaya nya, misalnya gini saya orang batak,pasiennya beda suku,dari bahasa saya ingin menyampaikan sesuatu,sipasien tidak memahami,misalnya bicara saya mungkin Universitas Sumatera Utara kuat,justru sipasien terbalik,agama juga mungkin,karena tiap kita dipengaruhi oleh agama yang kita anut,saya ingin mendukung sipasien,tetapi keyakinannya berbeda,jadi teman saya yang mengajarkan doa-doa pada pasien,dan pasien yang seagama dengan saya bisa saya ingatkan atau ajarkan tentang doa-doa,bagaimana penyerahan-penyerahan diri yang sesuai dengan agama,kalaukebetulan ada pasien yang berbeda agama dengan saya,saya hanya secara umum mengingatkan,mendukungnya,menyuruh sholat,misalnya ada pasien gelisah,agama pasien muslim,saya kristen saya hanya bisa bilang berdoa,jika teman saya yang muslim bisa mengatakan istifar.” [P1] Pernyataan diatas didukung oleh pernyataan informan lain yang mengatakan perawat merasa bingung jika agama pasien tidak jelas, seperti kutipan informan dibawah ini: “pernah juga sich pasien kami.. agamanya nggak jelas, masih parbegu,pamena, kalau orang karo pamena itu nggak jelas agamanya, tapi anaknya,keluarganya ada yang muslim, ada yang nasrani, itu pun jadi kendala sama kami, kita suruh bacakan apa ya.. bingung.” [P5]

c. Pasien