1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sektor jasa tumbuh dengan sangat pesat di Indonesia dalam satu dekade terakhir ini. Salah satu usaha sektor jasa utama yang kompleks, menyerap tenaga
kerja dalam jumlah banyak dan juga padat modal adalah rumah sakit. Rumah Sakit berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 merupakan institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat.
Pelayanan kesehatan merupakan hak dasar setiap orang yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Azwar
1996, penyelenggaraan pelayanan kesehatan mempunyai peran penting untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah setiap
kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok dan atau masyarakat. Pelayanan kesehatan harus memenuhi delapan syarat pokok minimal yaitu tersedia, wajar, berkesinambungan, dapat
diterima, dapat dicapai, dapat dijangkau, efisien, bermutu atau berkualitas.
Universitas Sumatera Utara
2
Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan tujuan utama pelayanan rumah sakit. Namun, hal ini tidak mudah
dilakukan. Walaupun sumber daya rumah sakit telah lengkap, ketidakpuasan pasien akan pelayanan kesehatan yang diterima masih sering terdengar. Sebagian
masyarakat Indonesia beralih ke rumah sakit di luar negeri akibat kekurangpercayaan mereka kepada pelayanan di dalam negeri, kurangnya sarana medik, dan kurangnya
perhatian dokter Herqutanto, 2009. Jumlah masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri terus meningkat
dari waktu ke waktu. Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa pada tahun 2006 hampir 350.000 pasien Indonesia berobat ke luar negeri dan total biaya yang
dikeluarkan oleh pasien yang berobat ke luar negeri mencapai 5,4 triliun rupiah atau 600 juta dollar AS. Malaysia dan Singapura adalah negara yang paling sering
dikunjungi oleh masyarakat Indonesia untuk berobat Herqutanto, 2009. Frost dan Sullivan melaporkan ada sebanyak 226.200 jumlah pasien yang
berobat dari Indonesia ke Singapura pada tahun 2007, sedangkan jumlah pasien Indonesia yang berobat ke Malaysia ada sebanyak 288.000 orang pada tahun 2008.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sekitar 600.000 pasien Indonesia berobat ke luar negeri per tahun IMTJ, 2012.
International Medical Travel Journal 2010 menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung berobat ke luar negeri karena kurangnya mutu pelayanan dan
minimnya ketersediaan pelayanan di Indonesia. Hamid mengungkapkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
3
pasien yang berobat di Malaysia 65 persen berasal dari Indonesia. Setengah dari pasien yang berobat di Singapura berasal dari Indonesia Youngman, 2010.
Fenomena masyarakat Indonesia lebih memilih berobat ke luar negeri ini menandakan ada sesuatu yang kurang dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
di Indonesia. Masyarakat tidak puas dengan pelayanan yang mereka terima di Indonesia sehingga berobat ke luar negeri. Pasien sering terpaksa menunggu lama
untuk diperiksa oleh dokter. Konsultasi juga dilakukan dalam waktu singkat karena waktu dokter yang terbatas. Perawat tampak sibuk dan tidak dapat membantu banyak
Herqutanto, 2009. Saat ini, rumah sakit yang dibangun sudah semakin banyak. Penambahan
jumlah rumah sakit merupakan langkah pembenahan diri agar dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada tahun 2015 nantinya, dimana
masyarakat ekonomi Association of Southeast Asian Nations ASEAN menghadirkan para investor asing. Pertumbuhan rumah sakit yang pesat harus tetap diperhatikan
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, professional, dan diterima pasien. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada tahun 2013 rumah
sakit yang ada di Indonesia berjumlah 2083 unit dan sampai sekarang sudah mencapai 2282 unit. Jumlah tersebut diperkirakan dapat terus bertambah. Rumah
sakit yang dibangun hendaknya mengedepankan mutu pelayanan kesehatan agar bermakna dalam pembangunan kesehatan Indonesia, khususnya dalam kemampuan
menghadapi persaingan dan tantangan global.
Universitas Sumatera Utara
4
Seiring dengan berkembangnya sistem informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, tingkat pengetahuan masyarakat sudah semakin maju. Laporan mengenai
malpraktik banyak dimuat di berbagai media cetak dan elektronik. Adanya keterbukaan informasi tersebut juga memengaruhi pandangan atau persepsi
masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang tersedia. Pasien memiliki kebebasan
untuk memilih rumah sakit mereka sesuai dengan mutu pelayanan yang diharapkan Niezink, 2011. Situasi persaingan yang demikian ketat ditambah tuntutan
masyarakat akan pelayanan kesehatan bermutu, efektif dan efisien, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, merupakan tantangan bagi rumah sakit
untuk terus mengupayakan peningkatan mutu pelayanan sehingga dapat memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat, dari segi kualitas manajemen pelayanan yang
diberikan hingga rendahnya biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi layanan
kesehatan yang dibutuhkan.
Mutu pelayanan kesehatan sangat menentukan keberlangsungan dan pertumbuhan suatu rumah sakit. Menurut Donabedian 1988, mutu pelayanan rumah
sakit merupakan produk akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai aspek pada rumah sakit sebagai suatu sistem. Aspek-aspek tersebut
digolongkan menjadi aspek struktur atau masukkan input, proses dan hasil akhir outcome. Kepuasan pasien adalah salah satu outcome yang dilihat dari aspek non
medis, sedangkan BOR Bed Occupancy Rate merupakan salah satu hasil akhir yang dilihat dari dimensi aspek medis. Dengan adanya informasi kepuasan pasien dan
BOR akan diketahui gambaran mutu pelayanan yang diberikan kepada pasien.
Universitas Sumatera Utara
5
Mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit bersifat multidimensi sehingga untuk pengukurannya perlu membandingkan antara kebutuhan dan permintaan para
pemakai jasa layanan kesehatan dari berbagai dimensi. Salah satu pendekatan yang hingga kini masih banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran adalah model
Service Quality yang dikemukakan oleh Parasuraman dkk 1988. Metode Service Quality sering digunakan untuk menilai mutu pelayanan industri yang bergerak di
bidang jasa dengan menggunakan dimensi bukti fisik tangible, keandalan reliability, daya tanggap responsiveness, jaminan assurance, dan empati
emphaty. Rosjid 2012 menyimpulkan bahwa variabel mutu pelayanan yang tercakup dalam lima dimensi Service Quality ServQual mempunyai korelasi yang
cukup erat dengan kepuasan pasien dan berpengaruh positif terhadap minat pembelian ulang rawat inap. Brahmbhatt dkk 2011 mengemukakan suatu metode
Hospital Quality HosQual digunakan untuk menilai mutu pelayanan di bidang rumah sakit. Metode HosQual merupakan modifikasi dari metode ServQual, terdiri
dari lima dimensi yaitu bukti fisik, keandalan, encounters daya tanggap dan empati, proses dan kebijakan.
Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang bersifat subjektif. Subjektifitas tersebut dipengaruhi oleh pengalaman,
pendidikan, kondisi psikis saat dirawat atau di dalam rumah sakit dan juga pengaruh lingkungan. Suaib dkk 2012 menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan dokter,
perawat, administrasi, dan sarana penunjang berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pasien, baik pasien umum maupun pasien asuransi atau
Universitas Sumatera Utara
6
jamkesmas. Crow dkk 2002 menyatakan kepuasan pasien rawat inap sangat dipengaruhi oleh tenaga kesehatan, terutama perawat dan komunikasi interpersonal.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Anjaryani 2009 mengenai kepuasan pasien rawat inap terhadap pelayanan perawat dapat diketahui bahwa ada beberapa
faktor yang dapat memengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan perawat yang diberikan yaitu penampilan fisik perawat, kemampuan pelayanan yang akurat, daya
tanggap, empati dan dari aspek jaminan dari perawat itu sendiri. Larsson 2010 mengemukakan bahwa ada hubungan antara persepsi mutu
pelayanan dengan kepuasan pasien. Suatu pelayanan dikatakan bermutu dan efektif oleh pasien apabila pelayanannya nyaman, menyenangkan, petugasnya ramah dan
jasa yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan pasien. Persepsi pasien terhadap pelayanan yang diterima sangat penting. Pasien yang puas dapat menjadi sumber
promosi yang ampuh melalui metode mouth to mouth yang berperan penting dalam strategi pemasaran. Menurut Haqi dkk 2011, kualitas pelayanan berpengaruh secara
signifikan terhadap kepuasan pasien dan loyalitas pasien yang berakhir pada citra rumah sakit. Hasil penelitian Kholid 2013 menunjukkan bahwa kualitas pelayanan
memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan dan loyalitas pasien rawat inap. Penelitian yang dilakukan oleh Al-Refaie 2011 menunjukkan faktor-faktor yang
secara signifikan memengaruhi kepuasan pasien dan minat kembali pada rumah sakit meliputi lamanya perawatan, fasilitas rumah sakit, mutu pelayanan, dan budaya
keselamatan pasien.
Universitas Sumatera Utara
7
Dalam penelitian yang dilakukan oleh One 2012 tentang persepsi pasien terhadap layanan rawat inap di rumah sakit umum daerah diperoleh hasil bahwa
persepsi pasien terhadap layanan rawat inap berbeda pada masing-masing kelas. Pasien akan mempersepsikan layanan rawat inap cukup bagus jika kebutuhan dan
harapan sembuhnya terpenuhi, begitu juga sebaliknya. Layanan rawat inap dapat berjalan karena adanya faktor pendukung yaitu tersedianya tenaga medis, tenaga non
medis, fasilitas lengkap dan letak yang strategis. Selain itu, terdapat juga penghambat pada layanan rawat inap yaitu kapasitas dan jumlah perawat yang tidak seimbang
dengan pasien yang masuk. Ketidakpuasan pasien akan pelayanan rumah sakit, baik pelayanan kesehatan
maupun pelayanan administrasi akan menyebabkan pasien pulang paksa atau enggan menggunakan kembali pelayanan rumah sakit tersebut. Hal ini tentunya merugikan
kedua pihak. Pihak rumah sakit akan rugi karena pendapatan berkurang. Demikian juga halnya dengan pasien dan keluarga yang rugi karena pengobatan belum tuntas
dan rugi waktu untuk mencari pengobatan alternatif lain yang mungkin dapat menambah kerugian seperti kecacatan dan bahkan mungkin kematian. Oleh karena
itu, rumah sakit dituntut untuk terus meningkatkan mutu pelayanannya agar kepercayaan masyarakat atas pelayanannya meningkat sehingga timbul minat untuk
memanfaatkannya. Mekoth dkk 2011 menyimpulkan bahwa mutu pelayanan merupakan elemen penting dalam memasarkan jasa pelayanannya dan berhubungan
dengan kepuasan dan loyalitas pasien.
Universitas Sumatera Utara
8
Rumah Sakit Umum Martha Friska Multatuli merupakan rumah sakit baru yang tepatnya mulai beroperasi pada bulan Oktober tahun 2010. Untuk meningkatkan
pelayanan kesehatannya dan meningkatkan jumlah kunjungan pasien, rumah sakit telah melakukan kerja sama dengan 110 perusahaan. Namun, jumlah perusahaan yang
mengirim karyawannya untuk berobat di Rumah Sakit Umum Martha Friska Multatuli tidak sesuai dengan yang diharapkan. Menurut hasil wawancara bagian
pemasaran Rumah Sakit Martha Friska Multatuli, jumlah perusahaan yang mengirimkan karyawannya untuk berobat setiap bulan hanya berkisar antara 30
sampai 50 perusahaan. Demikian juga dengan jumlah pasien umum yang berobat. Nilai BOR Bed Occupancy Rate yang dicapai tidak pernah optimal yaitu 10,96
pada tahun 2011, 25,53 pada tahun 2012, dan 37,64 pada tahun 2013. Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan peneliti melalui wawancara
terhadap 16 pasien pada umumnya pasien kurang puas atas pelayanan di Rumah Sakit Umum Martha Friska Multatuli. Pasien tidak betah dirawat lebih lama walaupun
pasien belum sembuh total dan diizinkan untuk pulang. Hampir 82 pasien yang diwawancarai mengatakan waktu menunggu pelayanannya terlalu lama, termasuk di
dalamnya pelayanan administrasi dan keuangan, pelayanan keperawatan, pelayanan gizi dan pelayanan dokter spesialis.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi perumusan masalah adalah bagaimana pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap
Universitas Sumatera Utara
9
kepuasan pasien perusahaan rawat inap di Rumah Sakit Umum Martha Friska Multatuli Medan tahun 2014.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien perusahaan rawat inap di Rumah Sakit Umum Martha Friska Multatuli Medan
tahun 2014.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh mutu pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pasien perusahaan rawat inap di Rumah Sakit Umum Martha Friska Multatuli Medan.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak yaitu: 1. Bagi kepentingan Rumah Sakit Umum Martha Friska Multatuli Medan
Sebagai masukan bagi pihak Rumah Sakit untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan dapat menjaga serta meningkatkan loyalitas pasien.
2. Bagi kepentingan tenaga kerja di rumah sakit Sebagai masukan bagi tenaga kerja baik tenaga medis maupun tenaga non medis
lainnya agar dapat meningkatkan mutu pelayanan. 3. Bagi kepentingan ilmu pengetahuan
Sebagai masukan untuk referensi bagi peneliti selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA