Karakteristik Anak a. Cakupan Imunisasi

rata BB bayi yang diberi ASI Eksklusif daripada bayi yang diberi MP-ASI sebelum usia 4 bulan. Tetapi hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian Eregie dan Abraham 1997 dan Heinig, et all., 1993 yang menunjukkan bahwa pertumbuhan bayi yang diberi ASI Ekslusif dan yang tidak diberi ASI Ekslusif tidak berbeda.

2.4.3 Karakteristik Anak a. Cakupan Imunisasi

Imunisasi merupakan salah satu cara untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap berbagai penyakit, sehingga dengan imunisasi diharapkan bayi dan anak tetap tumbuh dalam keadaan sehat Alimul, 2009. Bayi dan anak tergolong ke dalam kelompok yang rawan terhadap penularan penyakit. Oleh sebab itu, imunisasi dilakukan dengan menyuntikkan vaksin ke dalam tubuh anak. Vaksin adalah bibit penyakit yang telah dilemahkan. Banyak penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi Lestari, 1996. Penyakit infeksi banyak menyebabkan kematian pada anak-anak khususnya balita. Tubuh bisa melindungi diri dari kuman-kuman penyebab penyakit infeksi bila orang tersebut diimunisasi. Oleh karena itu, tujuan dari imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi agar tidak mudah tertular penyakit seperti Hepatitis B, Difteri, batuk rejan, Tetanus, Polio dan Campak Depkes, 2000. Adalah manfaat imunisasi adalah melindungi anak dari serangan penyakit tertentu yang berbahaya, anak yang tidak diimunisasi lebih besar kemungkinan menderita kekurangan gizi, cacat, dan meninggal dunia Depkes, 2000. Ada lima jenis imunisasi untuk balita yang diwajibkan, yakni Cynthia, 2009: 1. Vaksin Bacillus Calmette-Guerin BCG Berupa bakteri tuberculosis bacillus yang telah dilemahkan yang digunakan untuk mencegah penyakit Tuberkulosis TBC. Vaksin BCG terbukti 80 efektif mencegah TBC selama 15 tahun, namun efeknya bergantung pada keadaan geografis. Imunisasi BCG hanya dilakukan sekali yakni ketika bayi berusia 0-11 bulan. 2. Vaksin DPTDTP Merupakan campuran dari tiga vaksin yang diberikan untuk memberikan kekebalan pada tubuh terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Vaksin ini diberikan tiga kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan jarak waktu antar pemberian minimal empat minggu. Kemudian diberikan lagi pada usia 18 bulan dan 5 tahun. 3. Vaksin Polio Vaksin ini dibuat dari poliovirus yang dilemahkan. Biasanya diberikan kepada anak-anak dengan meneteskannya ke dalam mulut untuk mencegah terjadinya penularan virus polio dari lingkungan. Imunisasi pertama kali dilakukan setelah bayi lahir dilanjutkan pada usia 2, 4, 6, dan 18 bulan. Yang terakhir, vaksin polio dapat diberikan saat berumur 4 hingga 6 tahun. Vaksin polio ini dapat dikombinasikan dengan vaksin DPT. 4. Vaksin Campak Penyakit campak hanya menyerang satu kali dalam seumur hidup. Imunisasi ini dilakukan satu kali pada bayi berusia 9-11 bulan dengan menyuntikkannya pada bagian lengan atas. Imunisasi ini memiliki efek samping seperti ruam pada tempat suntikan dan panas. Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam mempenegaruhi angka kesakitan dan kematian pada anak. 5. Vaksni Hepatitis B Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis. Karena hepatitis B merupakan jenis hepatitis yang paling berbahaya dan dapat menyebabkan kematian. Vaksin ini sangat penting untuk diberikan sebagai pencegahan, mengingat hingga sekarang belum ditemukan obat untuk mengobati orang yang telah terjangkit. Berupa virus yang dilemahkan dan biasanya diberikan tak lama setelah bayi dilahirkan. Adapun jadwal pemberian imunisasi adalah sebagai berikut Alimul, 2009: a. Umur 0 bulan : Hepatitis B b. Umur 1 bulan : BCG,Polio 1 c. Umur 2 bulan : DPTHB 1, Polio 2 d. Umur 3 bulan : DPTHB 2, Polio 3 e. Umur 4 bulan : DPTHB 3, Polio 4 f. Umur 9 bulan : Campak Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, Provinsi DKI Jakarta sebanyak 89,3 mendapat imunisasi BCG, sebanyak 68,6 mendapat imunisasi Polio, sebanyak 62,5 mendapat imunisasi DPT-HB dan sebanyak 76,7 mendapat imunisasi Campak sedangkan sebanyak 53,2 mendapat imunisasi lengkap, sebanyak 41,1 mendapat imunisasi tidak lengkap dan sebanyak 5,7 tidak mendapat imunisasi. Hasil penelitian Oktaviyanti 2007, status gizi kurus lebih banyak terjadi pada balita yang imunisasinya tidak lengkap 7,5 daripada balita yang imunisasi lengkap 5,9. Berdasarkan tabulasi silang antara pemberian imunisasi dengan penyakit infeksi diketahui bahwa proporsi anak yang terkena penyakit infeksi lebih tinggi pada anak yang imunisasinya tidak lengkap 100. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang mendapatkan imunisasi yang tidak lengkap memiliki kekebalan yang rendah terhadap penyakit infeksi sehingga anak akan sering sakit.

b. Penimbangan