Gambaran Umum Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Makanan Pokok

71

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan

Kecamatan Pancoran merupakan salah satu dari sepuluh kecamatan yang ada di wilayah Jakarta Selatan dengan luas wilayah 852,79 ha serta batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah utara : Kecamatan Tebet b. Sebelah barat : Kecamatan Mampang Prapatan c. Sebelah selatan : Kecamatan Pasar Minggu d. Sebelah timur : Kecamatan Kramat Jati Tabel 5.1 Luas Wilayah dan Jumlah RTRW se-Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2010 No Kelurahan Luas Ha RW RT 1 Pancoran 121,80 5 60 2 Durentiga 192,40 7 77 3 Pengadegan 94,30 8 83 4 Cikoko 71,69 5 42 5 Rawajati 144,00 8 84 6 Kalibata 228,60 10 133 Jumlah 852,79 43 479 Sumber : Puskesmas Kecamatan Pancoran Tahun 2011 Tabel 5.2 Jumlah KK dan Jumlah Penduduk se-Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2010 No Kelurahan Jml KK L P Total 1 Pancoran 4600 13969 52,45 12535 47,55 26504 2 Durentiga 6505 10710 46,22 12692 53,78 23402 3 Pengadegan 4233 11356 51,43 10642 48,57 21998 4 Cikoko 2440 6250 53,42 5298 46,58 11548 5 Rawajati 4288 10071 51,88 9140 48,12 19111 6 Kalibata 6864 23459 51,56 21950 48,44 45409 Jumlah 28930 75715 51,04 72257 48,96 147972 Sumber : Puskesmas Kecamatan Pancoran Tahun 2011

5.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran variabel dependen. Dimana variabel dependen pada penelitian ini antara lain: ASI Eksklusif, Lamanya MP-ASI Kemenkes, Riwayat Penyakit Infeksi, dan Pola Konsumsi Makan makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah dan susu.

5.2.1 Gambaran ASI Eksklusif

Gambaran ASI Eksklusif dikategorikan menjadi dua, yaitu ya, jika diberikan ASI saja sampai usia 6 bulan dan tidak, jika tidak diberikan ASI saja sampai usia 6 bulan. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah ini: Tabel 5.3 Distribusi ASI Eksklusif di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 ASI Eksklusif Jumlah Ya 48 58,5 Tidak 34 41,5 Total 82 100 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu- ibu baduta di Kecamatan Pancoran memberikan ASI Eksklusif dengan jumlah 48 orang 58,5 dan yang tidak memberikan ASI Eksklusif dengan jumlah 34 orang 41,5. Hal tersebut menunjukkan bahwa ibu- ibu di Kecamatan Pancoran sudah mengetahui pentingnya pemberian ASI Eksklusif bagi anaknya.

5.2.2 Gambaran Lamanya Pemberian MP-ASI Kemenkes

Gambaran lamanya pemberian MP-ASI Kemenkes, dikategorikan menjadi dua, yaitu ≥ 90 hari dan 90 hari. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.4 dibawah ini: Tabel 5.4 Distribusi Lamanya Pemberian MP-ASI Kemenkes di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 Lamanya MP-ASI Kemenkes Jumlah ≥ 90 hari 64 78 90 hari 18 22 Total 82 100 Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebanyak 64 baduta 78 diberikan MP ASI ≥ 90 hari dan sebanyak 18 baduta 22 diberikan MP-ASI 90 hari. Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian baduta sudah mendapatkan MP-ASI Kemenkes berupa biskuit sesuai dengan yang ditetapkan Kemenkes RI.

5.2.3 Gambaran Riwayat Penyakit Infeksi

Gambaran riwayat penyakit infeksi dikategorikan menjadi dua, yaitu ya, jika pernah menderita penyakit selama pemberian MP-ASI Kemenkes dan tidak, jika tidak pernah menderita penyakit selama pemberian MP-ASI Kemenkes. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.5 dibawah ini: Tabel 5.5 Distribusi Riwayat Penyakit Infeksi di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 Riwayat Penyakit Infeksi Jumlah Tidak 28 34,1 Ya 52 65,9 Total 82 100 Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebanyak 28 baduta 34,1 tidak pernah mengalami riwayat penyakit infeksi sedangkan sebanyak 52 baduta pernah mengalami riwayat penyakit infeksi selama pemberian MP-ASI Kemenkes. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak baduta di wilayah Pancoran yang mengalami penyakit selama massa pemberian MP-ASI Kemenkes.

5.2.4 Gambaran Pola Konsumsi Makan

Gambaran pola konsumsi makan dikelompokkan menjadi: makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah dan susu. Pola konsumsi makan tersebut dikategori kan menjadi dua, yaitu: sering ≥ 2xhari dan jarang 2xhari. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel-tabel dibawah ini: a. Makanan pokok Tabel 5.6 Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pokok di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 Makanan Pokok Jumlah Sering 55 67,1 Jarang 27 32,9 Total 82 100 Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebanyak 55 baduta 67,1 dikategorikan ser ing mengkonsumsi makanan pokok ≥ 2xhari sedangkan 27 baduta 32,9 dikategorikan jarang mengkonsumsi makanan pokok 2xhari. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar baduta sering mengkonsumsi makanan pokok ≥ 2xhari.

b. Lauk Hewani

Tabel 5.7 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Hewani di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 Lauk Hewani Jumlah Sering 18 22 Jarang 64 78 Total 82 100 Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebanyak 18 baduta 22 dikategorikan sering mengkonsumsi lauk hewani ≥ 2xhari sedangkan 64 baduta 78 dikategorikan jarang mengkonsumsi lauk hewani 2xhari. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar baduta jarang mengkonsumsi lauk hewani ≥ 2xhari.

c. Lauk Nabati

Tabel 5.8 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Nabati di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 Lauk Nabati Jumlah Sering 21 25,6 Jarang 61 74,4 Total 82 100 Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebanyak 21 baduta 25,6 dikategorikan sering mengkonsumsi lauk nabati ≥ 2xhari sedangkan 61 baduta 74,4 dikategorikan jarang mengkonsumsi lauk nabati 2xhari. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar baduta jarang mengkonsumsi lauk nabati ≥ 2xhari. d. Sayuran Tabel 5.9 Distribusi Pola Konsumsi Sayuran di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 Sayuran Jumlah Sering 35 42,7 Jarang 47 57,3 Total 82 100 Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa sebanyak 35 baduta 42,7 dikategorikan sering mengkonsumsi sayuran ≥ 2xhari sedangkan 47 baduta 57,3 dikategorikan jarang mengkonsumsi sayuran 2xhari. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar baduta jarang mengkonsumsi sayuran ≥ 2xhari.

e. Buah

Tabel 5.10 Distribusi Pola Konsumsi Buah di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 Buah Jumlah Sering 48 58,5 Jarang 34 41,5 Total 82 100 Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa sebanyak 48 baduta 58,5 dikategorikan sering mengkonsumsi buah ≥ 2xhari sedangkan 34 baduta 41,5 dikategorikan jarang mengkonsumsi buah 2xhari. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar baduta sering mengkonsumsi buah ≥ 2xhari. f. Susu Tabel 5.11 Distribusi Pola Konsumsi Susu di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 Susu Jumlah Sering 17 20,7 Jarang 65 79,3 Total 82 100 Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa sebanyak 17 baduta 20,7 dikategorikan sering mengkonsumsi susu ≥ 2xhari sedangkan 65 baduta 79,3 dikategorikan jarang mengkonsumsi susu 2xhari. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar baduta jarang mengkonsumsi susu ≥ 2xhari.

5.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan uji statistik. Sehingga dapat diketahui nilai Odds Ratio OR dimana untuk penelitian case control, nilai OR menunjukkan seberapa besar faktor resiko yang diteliti terhadap terjadinya berat badan tidak naik 2T. Selain itu didapat pula nilai interval estimate OR pada derajat kepercayaan sebesar 95 CI Confident Interval.

5.3.1 Hubungan antara ASI Ekskulsif dengan Berat Badan Tidak Naik 2T

Analisis hubungan antara ASI Eksklusif dengan Berat Badan Tidak Naik 2T diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs untuk melihat nilai OR. ASI Eksklusif dikategorikan menjadi dua, yaitu ya, jika diberikan ASI saja sampai usia 6 bulan dan tidak, jika tidak diberikan ASI saja sampai usia 6 bulan. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.12 dibawah ini: Tabel 5.12 Analisis Hubungan antara ASI Eksklusif dengan Berat Badan Tidak Naik 2T di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 ASI Eksklusif Berat Badan Tidak Naik 2T OR CI 95 2T Non 2T Jumlah N N N Ya 18 43,9 30 73,2 48 58,5 3,485 1,380- 8,798 Tidak 23 56,1 11 26,8 34 41,5 Total 41 100 41 100 82 100 Berdasarkan hasil uji diatas, dapat diketahui bahwa dari 48 ibu yang memberikan ASI Eksklusif, yang mengalami 2T sebanyak 18 baduta 43,9 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 30 baduta 73,2. Sedangkan dari 34 ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif yang mengalami 2T sebanyak 23 baduta 56,1 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 11 baduta 26,8. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 3,485 dimana pada penelitian case control nilai OR 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko, artinya ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya berisiko 3,485 kali mengalami 2T dibandingkan ibu yang memberikan ASI Eksklusif. Selain itu didapat nilai CI 95 1,380-8,798 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara faktor ASI Eksklusif dengan berat badan tidak naik 2T.

5.3.2 Hubungan Lamanya Pemberian MP-ASI Kemenkes dengan Berat Badan Tidak Naik 2T

Analisis hubungan antara lamanya pemberian MP-ASI Kemenkes dengan Berat Badan Tidak Naik 2T diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Lamanya pemberian MP-ASI Kemenkes di kategorikan menjadi dua, yaitu ≥ 90 hari dan 90 hari . Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.13 dibawah ini: Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Lamanya Pemberian MP-ASI Kemenkes dengan Berat Badan Tidak Naik 2T di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 Lama MP-ASI Kemenkes Berat Badan Tidak Naik 2T OR CI 95 2T Non 2T Jumlah N N n ≥ 90 hari 36 87,8 28 68,3 64 78 0,299 0,095- 0,939 90 hari 5 12,23 13 31,7 18 22 Total 41 100 41 100 82 100 Berdasarkan hasil uji diatas, dapat diketahui bahwa dari 64 baduta yang memakan MP- ASI Kemenkes ≥ 90 hari, yang mengalami 2T sebanyak 36 baduta 87,8 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 28 baduta 68,3. Sedangkan dari 18 baduta yang memakan MP-ASI Kemenkes 90 hari, yang mengalami 2T sebanyak 5 baduta 12,23 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 13 baduta 31,7. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 0,299 dimana pada penelitian case control nilai OR 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor protektif, artinya baduta yang memakan MP-ASI Kemenkes 90 hari hari berisiko 10,299 atau 3,34 kali mengalami 2T dibandingkan baduta yang memakan MP- ASI Kemenkes ≥ 90 hari. Selain itu didapat nilai CI 95 0,095-0,939 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara lamanya MP-ASI Kemenkes dengan berat badan tidak naik 2T.

5.3.3 Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi dengan Berat Badan Tidak Naik 2T

Analisis hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan Berat Badan Tidak Naik 2T diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Riwayat penyakit infeksi dikategorikan menjadi dua, yaitu ya, jika pernah menderita penyakit selama pemberian MP-ASI Kemenkes dan tidak, jika tidak pernah menderita penyakit selama pemberian MP-ASI Kemenkes. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.14 dibawah ini: Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Riwayat Penyakit Infeksi dengan Berat Badan Tidak Naik 2T di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 Riwayat Penyakit Infeksi Berat Badan Tidak Naik 2T OR CI 95 2T Non 2T Jumlah n N n Tidak 9 22 19 46,3 28 34,1 3,071 1,174- 8,028 Ya 32 78 22 53,7 54 65,9 Total 41 100 41 100 82 100 Berdasarkan hasil uji diatas, dapat diketahui bahwa dari 28 baduta yang tidak mengalami riwayat penyakit infeksi, yang mengalami 2T sebanyak 9 baduta 22 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 19 baduta 46,3. Sedangkan dari 54 baduta yang mengalami riwayat penyakit infeksi, yang mengalami 2T sebanyak 32 baduta 78 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 22 baduta 53,7. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 3,071 dimana pada penelitian case control nilai OR 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor resiko, artinya baduta yang mengalami riwayat penyakit infeksi memiliki resiko 3,071 kali mengalami 2T dibandingkan baduta yang tidak mengalami riwayat penyakit infeksi. Selain itu didapat nilai CI 95 1,174-8,028 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan berat badan tidak naik 2T.

5.3.4 Hubungan Pola Konsumsi Makan dengan Berat Badan Tidak Naik 2T

a. Makanan Pokok

Analisis hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan Berat Badan Tidak Naik 2T diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Pola konsumsi makanan pokok dikategorikan menjadi dua, yaitu sering , jika ≥ 2xhari dan jarang, jika 2xhari Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.15 dibawah ini: Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Pola Konsumsi Makanan Pokok dengan Berat Badan Tidak Naik 2T di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011 Makanan Pokok Berat Badan Tidak Naik 2T OR CI 95 2T Non 2T Jumlah n N N Sering 29 70,7 26 63,4 55 67,1 0,717 0,284- 1,810 Jarang 12 29,3 15 36,6 27 32,9 Total 41 100 41 100 82 100 Berdasarkan hasil uji diatas, dapat diketahui bahwa dari 55 baduta yang sering mengkonsumsi makanan pokok, yang mengalami 2T sebanyak 29 baduta 70,7 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 26 baduta 63,4. Sedangkan dari 27 baduta yang jarang mengkonsumsi makanan pokok, yang mengalami 2T sebanyak 12 baduta 29,3 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 15 baduta 36,6. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 0,717 dimana pada penelitian case control nilai OR 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor protektif, artinya baduta yang jarang mengkonsumsi makanan pokok memiliki resiko 10,717 atau 1,39 kali mengalami 2T dibandingkan baduta yang sering mengkonsumsi makanan pokok. Selain itu didapat nilai CI 95 0,284-1,810 yang menunjukkan bahwa tidak hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan berat badan tidak naik 2T.

b. Lauk Hewani