Berdasarkan hasil uji diatas, dapat diketahui bahwa dari 21 baduta yang sering mengkonsumsi lauk nabati, yang mengalami 2T sebanyak 10
baduta 24,4 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 11 baduta 26,8. Sedangkan dari 61 baduta yang jarang mengkonsumsi lauk nabati
yang mengalami 2T sebanyak 31 baduta 75,6 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 30 baduta 73,2.
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 1,137 dimana pada penelitian case control nilai OR 1 maka faktor yang diteliti
merupakan faktor resiko, artinya baduta yang jarang mengkonsumsi lauk nabati memiliki resiko 1,137 kali mengalami 2T dibandingkan baduta yang
sering mengkonsumsi lauk nabati. Selain itu didapat nilai CI 95 0,421- 3,067 yang menunjukkan bahwa tidak hubungan antara pola konsumsi
lauk nabati dengan berat badan tidak naik 2T.
d. Sayuran
Analisis hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan Berat Badan Tidak Naik 2T diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs
untuk melihat nilai OR. Pola konsumsi sayuran dikategorikan menjadi dua, yaitu sering , jika ≥ 2xhari dan jarang, jika 2xhari Adapun hasil uji
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.18 dibawah ini:
Tabel 5.18 Analisis Hubungan antara Pola Konsumsi Sayuran dengan
Berat Badan Tidak Naik 2T di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011
Sayuran Berat Badan Tidak Naik 2T
OR CI
95 2T
Non 2T Jumlah
n N
n
Sering
17
41,5
18
43,9
35
42,7 1,105
0,460- 2,652
Jarang 24
58,5 23
56,1 47
57,3
Total 41
100 41
100 82
100
Berdasarkan hasil uji diatas, dapat diketahui bahwa dari 35 baduta yang sering mengkonsumsi sayuran, yang mengalami 2T sebanyak 17
baduta 41,5 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 18 baduta 43,9. Sedangkan dari 47 baduta yang jarang mengkonsumsi sayuran
yang mengalami 2T sebanyak 24 baduta 58,5 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 23 baduta 56,1.
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 1,105 dimana pada penelitian case control nilai OR 1 maka faktor yang diteliti
merupakan faktor resiko, artinya baduta yang jarang mengkonsumsi sayuran memiliki resiko 1,105 kali mengalami 2T dibandingkan baduta
yang sering mengkonsumsi sayuran. Selain itu didapat nilai CI 95 0,460-2,652 yang menunjukkan bahwa tidak hubungan antara pola
konsumsi sayuran dengan berat badan tidak naik 2T.
e. Buah
Analisis hubungan antara pola konsumsi buah dengan Berat Badan Tidak Naik 2T diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs untuk
melihat nilai OR. Pola konsumsi buah dikategorikan menjadi dua, yaitu sering , jika ≥ 2xhari dan jarang, jika 2xhari Adapun hasil uji yang
diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.19 dibawah ini:
Tabel 5.19 Analisis Hubungan antara Pola Konsumsi Buah dengan Berat
Badan Tidak Naik 2T di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011
Buah Berat Badan Tidak Naik 2T
OR CI
95 2T
Non 2T Jumlah
N N
n
Sering 25
61 23
56,1 48
58,5 0,818
0,339- 1,971
Jarang
16
39
18
43,9
34
41,5
Total 41
100 41
100 82
100 Berdasarkan hasil uji diatas, dapat diketahui bahwa dari 48 baduta
yang sering mengkonsumsi buah, yang mengalami 2T sebanyak 25 baduta 61 dan yang tidak mengalami 2T sebanyak 23 baduta 56,1.
Sedangkan dari 34 baduta yang jarang mengkonsumsi sayuran yang mengalami 2T sebanyak 16 baduta 39 dan yang tidak mengalami 2T
sebanyak 18 baduta 41,5. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 0,818
dimana pada penelitian case control nilai OR 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor protektif, artinya baduta yang jarang mengkonsumsi
buah memiliki resiko 10,818 atau 1,22 kali mengalami 2T dibandingkan baduta yang sering mengkonsumsi buah. Selain itu didapat nilai CI 95
0,339-1,971 yang menunjukkan bahwa tidak hubungan antara pola konsumsi buah dengan berat badan tidak naik 2T.
f. Susu