Penilaian Konsumsi Makanan TINJAUAN PUSTAKA

sistem pernapasan, kulit, dan penyakit perut WHO, 2000 dalam Mutiara, 2006. Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan, dan infeksi saluran pencernaan Supariasa, 2001. Salah satu ruang lingkup kesehatan lingkungan yaitu penyediaan air bersih. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, cuci-mencuci, dan sebagianya Notoatmodjo, 2003. Berdasarkan penelitian Sukmadewi 2003, menunjukkan bahwa anak yang berstatus gizi buruk lebih banyak disertai dengan riwayat penyakit buruk pernah menderita penyakit ISPA, diare, atau demam dalam satu bulan terakhir yaitu 7,6 daripada anak yang gizi buruk dengan riwayat penyakit baik tidak pernah menderita penyakit ISPA, diare, atau demam dalam satu bulan terakhir yaitu sebesar 2,3 dan terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi balita dengan riwayat penyakit p.value 0,0017.

2.5 Penilaian Konsumsi Makanan

Penilaian konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan, serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut Supariasa, 2001. Menurut Supariasa 2001, survei konsumsi pangan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi. Metode pengukuran konsumsi makanan berdasarkan jenis data yang diperoleh dibedakan menjadi: 1. Metode Kualitatif Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan food habits serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode metode pengukuran konsumsi makanan yang bersifat kualitatif, seperti: metode frekuensi makanan food frequency, metode dietary history, metode telepon, dan metode pendaftaran makanan food list Supariasa, 2001. 2. Metode Kuantitatif Metode secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan DKBM, atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga URT, Daftar Konversi Mentah-Masak DKMM dan Daftar Penyerapan Minyak. Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitaif antara lain: Metode recall 24 jam, perkiraan makanan estimated food records, penimbangan makanan food weighing, metode food accounts, metode inventaris inventory method, dan pencatatan household food records Supariasa, 2001. Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Selain itu dengan metode frekuensi makanan dapat memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tetapi karena periode pengamatannya lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan ranking tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi Supariasa, 2001. Menurut Supariasa 2001, kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut dalam periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden. Adapun langkah-langkah metode food frequency adalah: a. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya b. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi tertnetu selama periode tertentu pula Kelebihan metode food frequency adalah: a. Relatif murah dan sederhana b. Dapat dilakukan sendiri oleh responden c. Tidak membutuhkan latihan khusus d. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan Kekurangan metode food frequency adalah: a. Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari b. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data c. Cukup menjemukan bagi pewawancara d. Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner e. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.

2.6 Kerangka Teori