Berdasarkan  uji  statistik  diketahui  bahwa  nilai  OR  sebesar  0,717 dimana pada penelitian case control nilai OR  1 maka faktor yang diteliti
merupakan  faktor  protektif,  artinya  baduta  yang  jarang    mengkonsumsi makanan  pokok  memiliki  resiko  10,717  atau  1,39  kali  mengalami  2T
dibandingkan  baduta  yang  sering  mengkonsumsi  makanan  pokok.  Selain itu  didapat  nilai  CI  95  0,284-1,810  yang  menunjukkan  bahwa  tidak
hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan berat badan tidak naik 2T.
b. Lauk Hewani
Analisis  hubungan  antara  pola  konsumsi  lauk  hewani  dengan  Berat Badan  Tidak  Naik  2T  diperoleh  dengan  menggunakan  uji  crosstabs
untuk melihat nilai OR. Pola konsumsi lauk hewani dikategorikan menjadi dua, yaitu sering , jika ≥ 2xhari dan jarang, jika  2xhari Adapun hasil uji
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.16 dibawah ini:
Tabel 5.16 Analisis Hubungan antara Pola Konsumsi Lauk Hewani dengan
Berat Badan Tidak Naik 2T di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011
Lauk Hewani
Berat Badan Tidak Naik 2T OR
CI 95
2T Non 2T
Jumlah n
N n
Sering 8
19,5 10
24,4 18
22 1,331
0,465- 3,806
Jarang 33
80,5 31
75,6 64
78
Total 41
100
41
100
82
100 Berdasarkan  hasil  uji  diatas,  dapat  diketahui  bahwa  dari  18  baduta
yang  sering  mengkonsumsi  lauk  hewani,  yang  mengalami 2T  sebanyak  8 baduta  19,5  dan  yang  tidak  mengalami  2T  sebanyak  10  baduta
24,4.  Sedangkan  dari  64  baduta  yang  jarang  mengkonsumsi  lauk hewani  yang  mengalami  2T  sebanyak  33  baduta  80,5  dan  yang  tidak
mengalami 2T sebanyak 31 baduta 75,6. Berdasarkan  uji  statistik  diketahui  bahwa  nilai  OR  sebesar  1,331
dimana pada penelitian case control nilai OR  1 maka faktor yang diteliti merupakan  faktor  resiko,  artinya  baduta  yang  jarang  mengkonsumsi  lauk
hewani  memiliki  resiko  1,331  kali  mengalami  2T  dibandingkan  baduta yang  sering  mengkonsumsi  lauk  hewani.  Selain  itu  didapat  nilai  CI  95
0,465-3,806  yang  menunjukkan  bahwa  tidak  hubungan  antara  pola konsumsi lauk hewani dengan berat badan tidak naik 2T.
c. Lauk Nabati
Analisis  hubungan  antara  pola  konsumsi  lauk  nabati  dengan  Berat Badan  Tidak  Naik  2T  diperoleh  dengan  menggunakan  uji  crosstabs
untuk melihat nilai OR. Pola konsumsi lauk nabati dikategorikan  menjadi dua, yaitu sering , jika ≥ 2xhari dan jarang, jika  2xhari Adapun hasil uji
yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.17 dibawah ini:
Tabel 5.17 Analisis Hubungan antara Pola Konsumsi Lauk Nabati dengan
Berat Badan Tidak Naik 2T di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan Tahun 2011
Lauk Nabati
Berat Badan Tidak Naik 2T OR
CI 95
2T Non 2T
Jumlah n
N n
Sering 10
24,4 11
26,8 21
25,6 1,137
0,421- 3,067
Jarang
31
75,6
30
73,2
61
74,4
Total 41
100
41
100
82
100
Berdasarkan  hasil  uji  diatas,  dapat  diketahui  bahwa  dari  21  baduta yang sering  mengkonsumsi  lauk  nabati,  yang  mengalami 2T sebanyak  10
baduta  24,4  dan  yang  tidak  mengalami  2T  sebanyak  11  baduta 26,8. Sedangkan dari 61 baduta yang jarang mengkonsumsi lauk nabati
yang  mengalami  2T  sebanyak  31  baduta  75,6  dan  yang  tidak mengalami 2T sebanyak 30 baduta 73,2.
Berdasarkan  uji  statistik  diketahui  bahwa  nilai  OR  sebesar  1,137 dimana pada penelitian case control nilai OR  1 maka faktor yang diteliti
merupakan  faktor  resiko,  artinya  baduta  yang  jarang  mengkonsumsi  lauk nabati memiliki resiko 1,137 kali mengalami 2T dibandingkan baduta yang
sering mengkonsumsi lauk nabati. Selain itu didapat nilai CI 95 0,421- 3,067  yang  menunjukkan  bahwa  tidak  hubungan  antara  pola  konsumsi
lauk nabati dengan berat badan tidak naik 2T.
d. Sayuran