Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

masyarakatyang disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut dan merupakan warisan turun temurun yang mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan.Seperti mitos, legenda, dongeng, cerita rakyat dan lain-lain.Sastra tulisan dalam penyampainnya adalah melalui tulisan yang sudah dibukukan dan dibaca orang banyak. Sastra tulisan ini banyak yang berasal dari sastra lisan misalnya dongeng yang diceritakan seseorang kemudian ditulis dan dibukukan oleh orang yang mendengarnya. Sastra lisan merupakan kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra karena sastra lisan sebagai modal apresiasi sastra, sebab sastra lisan telah membimbing pendengar untuk melakukan apresiasi dan pemahaman gagasan berdasarkan praktik selama berabad-abad. Sastra lisan merupakan dasar komuikasi antara pencipta, masyarakat dan peminat cerita yang dalam arti bahwa karya atau ciptaan yang didasarkan pada karya sastra akan lebih mudah untuk dipahami dan dihayati sebab unsur-unsurnya lebih mudah dikenal dan dilaksanakan oleh masyarakat. Karya-karya sastra lisan tersebut telah banyak memberikan sumbangan yang berupa didaktis, filsafat, ilmu pengetahuan, dan lain-lain yang perlu diteliti dan diangkat ke permukaan melalui buku-buku yang menyangkut kepada karya sastra lisan tersebut agar masyarakat lain yang belum mengetahui menjadi mengenal. Banyak sastra lisan yang telah dibukukan, tetapi harus diakui juga masih banyak yang belum dibukukan.Sebagai contoh sastra lisan Pakpakcerita rakyat. Cerita rakyat adalah cerita pada jaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Dengan segala kekurangan dan kelemahannya penulis mencoba mengangkat salah satu karya sastra berupanangen atau cerita yang dinyanyikan yang sering disebut dengan bahasa beriramadalam cerita rakyat. Misalnyanangen Si Tagan Dera dalam ceritaSi Tagan Derayang dikutuk menjadi seekor monyetdemi mendapatkan putri raja sebagai pendamping hidupnya. Penulis mengangkat judul “Analisis Stilistika terhadap nangen SiTagan Dera masyarakat Pakpak” karena sepengetahuan penulis judul ini belum pernah dibahas. Keistimewaan yang penulis temukan dari nangen ini adalah hanya terdapat pada etnis Pakpak serta masih sering diperbincangkan dalam masyarakat Pakpak. Dalam pandangan awal tentang nangen Si Tagan Dera,penulis mengambil satu contoh nangen Si Tagan Dera dan mencoba membahasnya dalam analis stilistika yang diambil dari salah satu nangen Si Tagan Derayaitu sebagai berikut: Enda ….berrumu kin, berru ampun-ampun, Kepeken…..itubuhken kono kin pana … I bellah turun…mo nange… Mendapen mo berrumu, turun mo ndersana, Turun mo pagitna,i peldang sipitu cundut. Kutare bulan midates , matanta rebbak merdemu, Dagingta kidah laju madeng merdemmu…… ‘Ini….putrimu, putri bungsumu…. Yang dulu engkau lahirkan Dibelah turun …ibu…. Kedinginanlah putrimu, turunlah penderitaan, Turunlah kepahitan, dibukit si Pitu Cundut… Kupandang bulan keatas, mata kita bertemu. Badan kita masih belum bertemu’.

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks di atasterdapat pada baris ke- 3yaitu pada kata ‘ibelah turun’ dibelah turun merupakan konotasi yang artinya ditakdirkan dalam penderitaan, pilihan kata ini sudah sangat jarang dipakai karena merupakan bahasa kuno atau bahasa jaman dulu. Kemudian kata ‘Kutare’ kupandang pada baris -6 merupakan diksi atau pilihan kata yang memiliki persamaan kata yaitu pada kata ‘kutilik’ kupandang, kulihat pilihan kata ini juga sudah jarang dipakai karena merupakan bahasa jaman dulu dan banyak orang sudah melupakannya. Diksi atau pilihan kata denotatif pada teks di atas terdapat pada kata ‘Enda ….berrumu kin’ ini putrimu yang dulu pada baris -1, ‘itubuhken kono kin pana’ yang dulu engkau lahirkan pada baris -2 dan ‘Kutare bulan midates’ kupandang bulan di atas pada baris -6 semua kalimat tersebut menyatakan arti atau makna yang sebenarnya.

b. Imaji pencitraan atau daya bayang

Imaji yang digunakan pada teks di atas terdapat pada kata ‘mata’ mata pada baris -6 merupakan imaji visual yang merupakan mimpi Nan Tampuk Emas untuk bertemu ibunya. Selain itu Imaji atau citraan visualjuga terdapat pada kata ’I peldang’ di bukit pada baris -5, ‘bulan’ bulan pada baris -6 dan ‘kutare’ kupandang pada baris -6, kata-kata ini membawa imaji pembaca untuk membayangkan suasana di sebuah bukit dimalam hari dengan menikmati terang bulan yang indah. Imaji yang terdapat Pada nangen diatas, sipencerita adalah Nan Tampuk Emas yang sedang merindukan orangtuanya dan berharap berjumpa dengan sang ibu. Dalam nangen ini dia menyanyikan keluh kesah dan penderitaannya dibukit Si Pitu Cundut. Terdapat pengulangan pola susunan kalimat ‘turun mo ndersana’ turunlah penderitaan pada baris -4, ‘turun mo pagitna’ turunlah kepahitan pada baris -5, itu membawa imaji pembaca bahwa Nan Tampuk Emas yang benar-benar merasakan kesedihan yang mendalam atas apa yang dialaminya.

c. Kata nyata atau kata konkret

Kata nyata atau kata konkret yang digunakan pada teks di atas terdapat pada kata ‘mata’ mata pada baris -6 yang melambangkan keinginan Nan Tampuk Emas untuk bertemu ibunya. Kata ’I peldang’ di bukit pada baris -5, ‘bulan’ bulan pada baris -6 dan ‘kutare’ kupandang pada baris -6 merupakan kata konkret yang melambangkan kehidupan Nan Tampuk Emas yang kesepian ditengah hutan disatu bukit.

d. Majas atau gaya bahasa

Majas yang digunakan pada teks di atas terdapat pada kata ‘Kutare bulan midates, matanta rebbak merdemu’ Kupandang bulan keatas, mata kita bertemu pada baris -6 dan -7 merupakan kalimat yang menggunakan majas metafora yaitu menyatakan sesuatu dengan kias perwujudan, sebagai makna yang sesungguhnya yaitu dia hanya bisa bertemu dengan sang ibu dalam hayalan indah seperti indahnya bulan. Selain itu ditemukan juga majas atau gaya bahasa repetisi pada kata ‘berru’ putri baris -1 dan -4 , ‘turunmo’ turunlah pada baris -4 dan -5 dan ‘merdemmu’ bertemu pada baris -6 dan -7 yang dipilih oleh pengarang untuk memperjelas makna.

e. Rima