yang sopan bagi orang Pakpak dalam tutur kepada seorang gadis terutama pada jaman dulu dan sekarang berganti menjadi “turang atau impal”.
Semua kalimat pada bait ini merupakan kalimat denotatif seperti terlihat pada kata,
“Ulang mo bagida nanguda – namberru. Asa bakune pe ibaing ko,
Mula oda sehingga dapet deng seggen masana laus kita mirumah……” pada baris 1-3.
b. Imaji pencitraan atau daya bayang Imaji ynag digunakan pada teks 2 di atas adalah imaji gerak, terdapat pada kata
‘laus’ pergi pada baris -4 mencitrakan daya bayang pembaca pada suatu perjalanan yang akan dilakukan oleh Nan Tampuk Emas dan kekasihnya.
Selain itu penulis juga menemukan imaji visual yang terdapat pada kata ‘rumah’
rumah pada baris -4 yang mencitrakan daya bayang pembaca pada suatu tempat yang pada umumnya ditempati oleh manusia.
c. Kata nyata atau kata konkret
Kata konkret yang digunakan pada teks 2 di atas terdapat pada kata‘laus’ pergi pada baris -4 yang menguatkan daya bayang pembaca pada keinginan Nan Tampuk
Emas untuk pergi menemui keluarganya, kemudian pada kata ‘rumah’ rumah pada baris -4 menguatkan daya bayang pembaca pada penderitaan yang dialami oleh Nan
Tampuk Emas di hutan sehingga dia ingin kembali ke rumah untuk menemui ibunya dan pada kata‘Nanguda-namberu’ tante-bibi pada baris -2 merupakan kata nyata
bahasa yang sopan bagi orang Pakpak dalam tutur kepada seorang gadis terutama pada jaman dulu dan sekarang berganti menjadi “turang atau impal”.
d. Majas atau gaya bahasa
Pada teks 2 di atas tidak terdapat majas atau gaya bahasa.
a. Rima Rima yang digunakan pada teks 2 di atas adalah jenis rima onomatope atau
tiruan terhadap bunyi yang menekan menyeramkan, mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut cacophony,yaitu pada bunyi u, o
pada baris -2dan -3. Rima yang dipakai pada bait ini adalah dengan sajak “abcd” dari ‘….AAh,..tah…’ pada baris -1 mencitrakan sipencerita bukan lagi Nan Tampuk
Emas tetapi Si Tagan Dera. Menggambarkan sifat Si Tagan Dera yang menyerah dan putus asa.
Teks 3. Kutare kessa bulan i langit matanta merdemmu, abenta mak pesimbak.
Mula inangku sendah i rumah mangan nakan nola ngo nange. Meddem ko giam mercabing, kundul menggoge ucang.
Berrumu i peldang enda laju malot mangan, Gennep bon ndidah berrumu icoling eluh.
Nina….Aah…. tah
‘Kupandang bulan dilangit mata kita bertemu. Wajah kita tidak berjumpa, Mungkin ibuku makan dirumah oh ibu.
Tidur dengan selimut, duduk makan sirih. Putrimu di bukit ini masih belum ada makan,
Setiap malam purtimu ditidurkan oleh air mata. Katanya….Aah…tah’