Analisis Stilistika Terhadap Nangen Si Tagan Dera Masyarakat Pakpak

(1)

ANALISIS STILISTIKA TERHADAP NANGEN SI TAGAN

DERA MASYARAKAT PAKPAK

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN OLEH

NAMA : DERINTA L.R PADANG

NIM : 110703006

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK

MEDAN


(2)

(3)

PENGESAHAN

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Pada : Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A Nip: 195110131976031001

Panitia ujian:

No Nama Tanda Tangan

1. ……….. ……….

2. ……….. ……….

3. ……….. ……….

4. ……….. ……….


(4)

DISETUJUI OLEH:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

Medan, Juni 2015 Ketua

Departemen Sastra Daerah

Drs. Warisma Sinaga,M.Hum Nip: 6207161988031002


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Stilistika Terhadap Nangen Si Tagan Dera Masyarakat Pakpak”.

Untuk memudahkan pemahaman isi yang dibahas, penulis memaparkan rincian sistematika skripsi sebagai berikut: bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan mabfaat penelitian; bab II merupakan metode penelitian yang mencakup kajianyang relevan dan landasan teori; bab III merupakan metode penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi penelitian, sumber data, instrument penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data; bab IV merupakan pembahasan bagian-bagian stilistika yang terdapat pada nangen Si Tagan Dera dalam Nangen Nan Tampuk Emas Tedoh mi orangtua masyarakat Pakpak; dan bab V merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis.

Medan, 3 Juni Penulis,

NIM :110703006 Derinta L.R Padang


(6)

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan saran, dukungan dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum, selaku sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan ssekaligus sebagai dosen pembimbing akademik penulis selama menjalani perkuliahan di Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak nasihat, dan dukungan dalam skripsi ini.

3. Bapak Drs. Yos Rizal. Msp, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam skripsi ini.

4. Ibu Dra. Asriaty R. Purba, M.Hum, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak mengorbankan waktu, tenaga, perhatian, dan nasehat untuk membimbing penulis dalam skripsi ini.


(7)

5. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang istimewa kepada kedua orangtua saya Ayahanda Jese Padang dan Ibunda Sitta Bancin yang telah merawat, mendidik dan membesarkan penulis hingga bisa menempuh pendidikan kejenjang perguruan tinggi. Doa mereka senantiasa mengiringi langkah dalam mewujudkan cita-cita penulis. Sungguh besar pengorbanan yang diberikan tak dapatpenulis membalasnya.

6. Kepada Puhun Arus Bancin dan keluarga, yang telah memberi banyak nasihat dan doa yang membangkitkan semangat penulis dalam menjalani perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada kakak dan abang penulis, Risla Padang, Rebekka Sarmaida Padang, Nuraini Padang, Arban Padang, kaka Anwar Berutu dan kaka Darwin Sagala, yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Begitu juga kepada informan saya, Cimo Bancin yang berada didesa Siempat Rube Dua yang telah meluangkan waktu dan memberikan informasi tentang skripsi ini.

9. Kepada kak Fifi Triyani,S.S, yang selalu setia di kantor departemen Sastra Daerah menghadapi para mahasisiwa Sastra Daerah dan yang membantu penulis mempersiapkan berbagai macam surat untuk penelitian dan penyelesaian skripsi ini

10.Kepada sahabat-sahabat terbaikku stambuk 2011, Eva, Tifany, Marintan, Yanti, Masitah, Naomi, Melisa, Vera, Edep, Kelleng, Sepno, Evelina, Ina, Suriadi, Heri, Putri, Natalia, Jesika, Rolas, Patra, Willy, Rekno, Rijal,


(8)

Prayogo, Lisna, Feny, Rianti, Imam, Erma, Berliana, Herawati, Nuari, Rini, Rumondang, Zaza, dan Faizah serta junior “12-“14.

11.Kepada sahabat-sahabat pejuang kehidupan komunitas The Gan’t Center, teristimewa kepada leader sekalian teman spesial penulis Candra Rikardo Manik, dan kepada leader Sarjono Simbolon, Dedi Siburian Kristofel Rajagukguk, Sanop, Indra Berutu, Mada Boangmenalu, Suryanti Berutu, Febri Manik, Lusi Tumangger, Aman Berutu, Tamrin, Sely, Alimulah Manik,Yesi Sembiring, Resti Simanjuntak dan yang lainnya yang telah memberikan dorongan semangat, motivasi dan membantu penulis dalam studi serta penyusunan skripsi ini.

12.Kepada teman-teman keluarga IKAMPUS (Ikatan Mahasiswa Pakpak Universitas Sumatera Utara), Karbina, Masitah, Jamil Berutu, Joni Manik, Jony Berutu, Dani, Olih, Era, Sarmino, Nurhasanah, Ijin, Ira, Tison, Rison dan yang lainnya yang telah memberikan dorongan dan membantu penulis dalam studi dan penyusunan skripsi ini.

13.Semua dosen pengajarUSU dan yang bergabung dalam anggota IMSAD, rekan FIB, serta teman sekampus lainnya yang telah memberikan dorongan dan membantu penulis dalam studi dan penyusunan skripsi ini.

14.Kepada teman-teman satu kos, Desta Gajah, Mita, Adi, Bulan, Bora, Devintan dan yang lainnyayang telah memberikan dorongan dan membantu penulis dalam studi dan penyusunan skripsi ini..

15.Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kepada Kakanda Esti, Masda, Mariana, Fernando, Javier, dan Jenry beserta semua alumni Sastra Daerah


(9)

yang telah memberikan banyak motivasi kepada Penulis Selama perkuliahan dan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Pada kesempatan ini penulis memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa kiranya pertolongan yang mereka berikan, dan tidak mungkin penulis balas, kiranya Tuhanlah yang akan membalasnya kepada mereka sebagaimana layaknya.

Penulis

Derinta L.R Padang NIM 110703006


(10)

ABSTRAK

Derinta L.R Padang, 2015. Judul Skripsi: Analisis Stilistika Terhadap Nangen Si Tagan Dera Masyarakat Pakpak di Desa Siempat Rube Dua, Kecamatan Siempat Rube, Kabupaten Pakpak Bharat.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagian-bagian stilistika yang terdapat pada nangen Si Tagan Dera masyarakat Pakpak dalam Nangen Nan Tampuk Emas teddoh mi orang tua. Data diperoleh dari hasil penelitian lapangan, kemudian diterjemahkan dari bahasa Pakpak kedalam bahasa Indonesia, selanjutnya data dianalisis berdasarkan Teori Stilistika Panuti Sudjiman, Wahyudi Siswanto dan P. Suparman natawidjaja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Diksi atau pilihan kata denotatif lebih banyak digunakan dari pada diksi atau pilihan kata konotatif. 2.Imaji yang paling banyak digunakan adalah imaji visual atau imaji penglihatan, kemudian movement imaji (imaji gerak), imaji pengecapan, citraan perabaan, imaji penciuman dan imaji pendengaran. 3. Kata nyata yang digunakan adalah kata-kata konkret yang dapat menguatkan imaji atau daya bayang pembaca pada apa yang dapat dilihat, dirasakan, didengar, diraba, dicium dan digerakkan oleh semua panca indra manusia. 4. Majas atau gaya bahasa yang paling banyak digunakan adalah majas repetisi, kemudian majas metafora, personifikasi, efinisme, alusio, dan eliptis. 5. Rima yang digunakan adalah rima “ab-ab”, “a-a” dan rima “abcd” serta jenis rima yang dipakai adalah jenis rima onomatope.


(11)

Ab\s\trk\

Derni\t l\ r\ pd-, 2015. JdL\ s\rpi\si: anlissi\ s\tilsi\tik n<nE\ sitgn\der msy\rkt\ pk\pk\ di des si aem\pt\ Rbe Da,

kecmtn\ si aem\pt\ Rbe, kB ptne\ pk\pk\ b\art\. Ttre\diri dri lim bb\.

dlm\ penelitian\ Ini, peNlsi\ mme\bas\ anlissi\ s\tilsi\tik tre\adp\ n<en\ sitgn\der msyrkt\ pk\pk\. Msla\ dlm\ penelitian\ Ini adla\ bgian\ bgian\ stilsi\tik y- tre\dpt\ pd n<en\ sitgn\der. N<en\ si tgn\ der meRpkn\ cerit rk\yt\ y<\ dimiliki ms\yrkt\ pk\pk\ kBptne\ pk\pk\ ba\rt\. Pnelitian\ Ini bre\Tjan\ Un-Tk\ mne\des\k\rip\sikn\ bgian\ bgian\ s\tilsi\tik y<\ tre\dpt\ dlm\ n<ne\ si tgn\ der. SSnn\ cerit besre\t n<ne\ ditre\jema\kn\ kedlm\ bhs In\dones\aia dn\ mne\jdi seBaa\ cerit y<\ didlm\n\y tre\dapat\ n\yn\yian\ tne\t<\ ap y<\ dialmi aolae\ tokso\.

Metode y<\ dipre\Gnakn\ dlm\ me<nlissi\ msla\ penelitian\ Ini adla\ metode dse\k\rpi\tpi\ de<n\ tae\nki\ lp<n\. Penelitian\ Ini me<Gnkn\ teaori s\tilsi\tik ss\t\r. AdPn\ bgian\ bgian\ s\tilsi\tik y<\ akn\ dibhs\ dlm\ n<ne\ Ini meliPti : dki\si atU pilihn\ kt, Imaji atU pne\cit\ran\, kt n\yt, mjs\ dn\ rim.


(12)

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR……..………...……….………i

UCAPAN TERIMA KASIH..….………..…..ii

ABSTRAK ... ….v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah……….………... 1

1.2Rumusan Masalah ….……...………...6

1.3 Tujuan Penelitian…...……….………7

1.4 Manfaat Peneltian ……….………...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1Kepustakaan Yang Relevan………...8

2.1.1 Pengertian Stilistika ... 8

2.1.2 Pengertian Nangen ... 9

2.2 Teori yang Digunakan ... ………10

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Metode Dasar ... …….………24

3.2 Lokasi Data Penelitian ... …….…..………24

3.3 Instrumen Penelitian... ………..……...25

3.4 Metode Pengumpulan Data ... ………...25


(13)

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……..….…….27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………..……….84 5.I Kesimpulan..………...84 5.2 Saran….…….….………....86

Daftar

Pustaka…..….……….………....87LAMPIRAN… ………..………..……88

Lampiran 1.Sinopsis Cerita Si Tagan Dera dalam bahasa Pakpak...90 Lampiran 2. Sinopsis Cerita Si Tagan Dera dalam bahasa Indonesia…....100 Lampiran 3.Biodata informan ...111 Lampiran 4. Foto Penelitian


(14)

ABSTRAK

Derinta L.R Padang, 2015. Judul Skripsi: Analisis Stilistika Terhadap Nangen Si Tagan Dera Masyarakat Pakpak di Desa Siempat Rube Dua, Kecamatan Siempat Rube, Kabupaten Pakpak Bharat.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagian-bagian stilistika yang terdapat pada nangen Si Tagan Dera masyarakat Pakpak dalam Nangen Nan Tampuk Emas teddoh mi orang tua. Data diperoleh dari hasil penelitian lapangan, kemudian diterjemahkan dari bahasa Pakpak kedalam bahasa Indonesia, selanjutnya data dianalisis berdasarkan Teori Stilistika Panuti Sudjiman, Wahyudi Siswanto dan P. Suparman natawidjaja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Diksi atau pilihan kata denotatif lebih banyak digunakan dari pada diksi atau pilihan kata konotatif. 2.Imaji yang paling banyak digunakan adalah imaji visual atau imaji penglihatan, kemudian movement imaji (imaji gerak), imaji pengecapan, citraan perabaan, imaji penciuman dan imaji pendengaran. 3. Kata nyata yang digunakan adalah kata-kata konkret yang dapat menguatkan imaji atau daya bayang pembaca pada apa yang dapat dilihat, dirasakan, didengar, diraba, dicium dan digerakkan oleh semua panca indra manusia. 4. Majas atau gaya bahasa yang paling banyak digunakan adalah majas repetisi, kemudian majas metafora, personifikasi, efinisme, alusio, dan eliptis. 5. Rima yang digunakan adalah rima “ab-ab”, “a-a” dan rima “abcd” serta jenis rima yang dipakai adalah jenis rima onomatope.


(15)

Ab\s\trk\

Derni\t l\ r\ pd-, 2015. JdL\ s\rpi\si: anlissi\ s\tilsi\tik n<nE\ sitgn\der msy\rkt\ pk\pk\ di des si aem\pt\ Rbe Da,

kecmtn\ si aem\pt\ Rbe, kB ptne\ pk\pk\ b\art\. Ttre\diri dri lim bb\.

dlm\ penelitian\ Ini, peNlsi\ mme\bas\ anlissi\ s\tilsi\tik tre\adp\ n<en\ sitgn\der msyrkt\ pk\pk\. Msla\ dlm\ penelitian\ Ini adla\ bgian\ bgian\ stilsi\tik y- tre\dpt\ pd n<en\ sitgn\der. N<en\ si tgn\ der meRpkn\ cerit rk\yt\ y<\ dimiliki ms\yrkt\ pk\pk\ kBptne\ pk\pk\ ba\rt\. Pnelitian\ Ini bre\Tjan\ Un-Tk\ mne\des\k\rip\sikn\ bgian\ bgian\ s\tilsi\tik y<\ tre\dpt\ dlm\ n<ne\ si tgn\ der. SSnn\ cerit besre\t n<ne\ ditre\jema\kn\ kedlm\ bhs In\dones\aia dn\ mne\jdi seBaa\ cerit y<\ didlm\n\y tre\dapat\ n\yn\yian\ tne\t<\ ap y<\ dialmi aolae\ tokso\.

Metode y<\ dipre\Gnakn\ dlm\ me<nlissi\ msla\ penelitian\ Ini adla\ metode dse\k\rpi\tpi\ de<n\ tae\nki\ lp<n\. Penelitian\ Ini me<Gnkn\ teaori s\tilsi\tik ss\t\r. AdPn\ bgian\ bgian\ s\tilsi\tik y<\ akn\ dibhs\ dlm\ n<ne\ Ini meliPti : dki\si atU pilihn\ kt, Imaji atU pne\cit\ran\, kt n\yt, mjs\ dn\ rim.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Manusia disebut juga Homofabulans yang berarti mahluk bercerita, ini tidak dapat dipungkiri karena manusia tidak dapat dipisahkan dengan karya sastra, (Sukapiring,1990:34). Sastra adalah pengucapan atau ekspresi jiwa yang paling individu oleh seorang pengarang serta tinggi dan mulia sifatnya. Fananie (2000:32) mengatakan bahwa sastra adalah karya seni yang merupakam ekspresi kehidupan manusia.

Karya sastra itu tersendiri bukan hanya suatu tiruan hidup, tetapi merupakan penafsiran tentang alam dan kehidupan. Sastra merupakan bagian dari kebudayaan, yang artinya sastra dapat digunakan sebagai tempat penuangan ekspresi jiwa. Selain itu sastra juga mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan oleh pengarang mengenai kehidupan manusia. Berarti, sastra itu dapat menampilkan gambaran kehidupan sosial masyarakat.

Etnis Pakpak merupakan salah satu etnis yang sudah mempunyai kebudayaan dan karya sastra sendiri. Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian yaitu : sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan merupakan sastra yang hidup ditengah-tengah


(17)

masyarakatyang disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut dan merupakan warisan turun temurun yang mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan.Seperti mitos, legenda, dongeng, cerita rakyat dan lain-lain.Sastra tulisan dalam penyampainnya adalah melalui tulisan yang sudah dibukukan dan dibaca orang banyak. Sastra tulisan ini banyak yang berasal dari sastra lisan misalnya dongeng yang diceritakan seseorang kemudian ditulis dan dibukukan oleh orang yang mendengarnya.

Sastra lisan merupakan kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra karena sastra lisan sebagai modal apresiasi sastra, sebab sastra lisan telah membimbing pendengar untuk melakukan apresiasi dan pemahaman gagasan berdasarkan praktik selama berabad-abad. Sastra lisan merupakan dasar komuikasi antara pencipta, masyarakat dan peminat cerita yang dalam arti bahwa karya atau ciptaan yang didasarkan pada karya sastra akan lebih mudah untuk dipahami dan dihayati sebab unsur-unsurnya lebih mudah dikenal dan dilaksanakan oleh masyarakat.

Karya-karya sastra lisan tersebut telah banyak memberikan sumbangan yang berupa didaktis, filsafat, ilmu pengetahuan, dan lain-lain yang perlu diteliti dan diangkat ke permukaan melalui buku-buku yang menyangkut kepada karya sastra lisan tersebut agar masyarakat lain yang belum mengetahui menjadi mengenal. Banyak sastra lisan yang telah dibukukan, tetapi harus diakui juga masih banyak yang belum dibukukan.Sebagai contoh sastra lisan Pakpak(cerita rakyat).

Cerita rakyat adalah cerita pada jaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Dengan segala kekurangan dan kelemahannya penulis mencoba mengangkat salah satu karya sastra berupanangen atau cerita yang dinyanyikan yang sering disebut dengan bahasa beriramadalam cerita rakyat. Misalnyanangen Si Tagan


(18)

Dera dalam ceritaSi Tagan Derayang dikutuk menjadi seekor monyetdemi mendapatkan putri raja sebagai pendamping hidupnya.

Penulis mengangkat judul “Analisis Stilistika terhadap nangen SiTagan Dera masyarakat Pakpak” karena sepengetahuan penulis judul ini belum pernah dibahas. Keistimewaan yang penulis temukan dari nangen ini adalah hanya terdapat pada etnis Pakpak serta masih sering diperbincangkan dalam masyarakat Pakpak.

Dalam pandangan awal tentang nangen Si Tagan Dera,penulis mengambil satu contoh nangen Si Tagan Dera dan mencoba membahasnya dalam analis stilistika yang diambil dari salah satu nangen Si Tagan Derayaitu sebagai berikut:

Enda ….berrumu kin, berru ampun-ampun, Kepeken…..itubuhken kono kin pana … I bellah turun…mo nange…

Mendapen mo berrumu, turun mo ndersana, Turun mo pagitna,i peldang sipitu cundut.

Kutare bulan midates , matanta rebbak merdemu, Dagingta kidah laju madeng merdemmu……

‘Ini….putrimu, putri bungsumu…. Yang dulu engkau lahirkan

Dibelah turun …ibu….

Kedinginanlah putrimu, turunlah penderitaan, Turunlah kepahitan, dibukit si Pitu Cundut… Kupandang bulan keatas, mata kita bertemu. Badan kita masih belum bertemu’.


(19)

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks di atasterdapat pada baris ke-3yaitu pada kata ‘ibelah turun’ (dibelah turun) merupakan konotasi yang artinya ditakdirkan dalam penderitaan, pilihan kata ini sudah sangat jarang dipakai karena merupakan bahasa kuno atau bahasa jaman dulu. Kemudian kata ‘Kutare’ (kupandang) pada baris -6 merupakan diksi atau pilihan kata yang memiliki persamaan kata yaitu pada kata ‘kutilik’ (kupandang, kulihat) pilihan kata ini juga sudah jarang dipakai karena merupakan bahasa jaman dulu dan banyak orang sudah melupakannya.

Diksi atau pilihan kata denotatif pada teks di atas terdapat pada kata ‘Enda ….berrumu kin’ (ini putrimu yang dulu) pada baris -1, ‘itubuhken kono kin pana’ (yang dulu engkau lahirkan) pada baris -2 dan ‘Kutare bulan midates’ (kupandang bulan di atas) pada baris -6 semua kalimat tersebut menyatakan arti atau makna yang sebenarnya.

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks di atas terdapat pada kata ‘mata’ (mata) pada baris -6 merupakan imaji visual yang merupakan mimpi Nan Tampuk Emas untuk bertemu ibunya.

Selain itu Imaji atau citraan visualjuga terdapat pada kata ’I peldang’ (di bukit) pada baris -5, ‘bulan’ (bulan) pada baris -6 dan ‘kutare’ (kupandang) pada baris -6, kata-kata ini membawa imaji pembaca untuk membayangkan suasana di sebuah bukit dimalam hari dengan menikmati terang bulan yang indah.

Imaji yang terdapat Pada nangen diatas, sipencerita adalah Nan Tampuk Emas yang sedang merindukan orangtuanya dan berharap berjumpa dengan sang ibu.


(20)

Dalam nangen ini dia menyanyikan keluh kesah dan penderitaannya dibukit Si Pitu Cundut.

Terdapat pengulangan pola susunan kalimat ‘turun mo ndersana’ (turunlah penderitaan) pada baris -4, ‘turun mo pagitna’ (turunlah kepahitan) pada baris -5, itu membawa imaji pembaca bahwa Nan Tampuk Emas yang benar-benar merasakan kesedihan yang mendalam atas apa yang dialaminya.

c. Kata nyata atau kata konkret

Kata nyata atau kata konkret yang digunakan pada teks di atas terdapat pada kata ‘mata’ (mata) pada baris -6 yang melambangkan keinginan Nan Tampuk Emas untuk bertemu ibunya. Kata ’I peldang’ (di bukit) pada baris -5, ‘bulan’ (bulan) pada baris -6 dan ‘kutare’ (kupandang) pada baris -6 merupakan kata konkret yang melambangkan kehidupan Nan Tampuk Emas yang kesepian ditengah hutan disatu bukit.

d. Majas atau gaya bahasa

Majas yang digunakan pada teks di atas terdapat pada kata ‘Kutare bulan midates, matanta rebbak merdemu’ (Kupandang bulan keatas, mata kita bertemu) pada baris -6 dan -7 merupakan kalimat yang menggunakan majas metafora yaitu menyatakan sesuatu dengan kias perwujudan, sebagai makna yang sesungguhnya yaitu dia hanya bisa bertemu dengan sang ibu dalam hayalan indah seperti indahnya bulan. Selain itu ditemukan juga majas atau gaya bahasa repetisi pada kata ‘berru’ (putri) baris -1 dan -4 , ‘turunmo’ (turunlah) pada baris -4 dan -5 dan ‘merdemmu’ (bertemu) pada baris -6 dan -7 yang dipilih oleh pengarang untuk memperjelas makna.


(21)

Sajak yang digunakan pada teks di atas adalah sajak “abcd”. Terdapat jenis rima

onomatope atau tiruan terhadap bunyi yang menekan menyeramkan, mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut cacophony,yaitu pada bunyi u pada baris 6 dan 7. Pada baris -1 terdapat rima onomatope konsonan /n/ yang memberikan efek adanya dengungan (echo), nyanyian, musik dan kadang-kadang bersifat sinis.

Rima onomatope pada vokale pada baris -3 merupakan bunyi yang berat menekan menyeramkan dan mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut cachophony.

Dari pembahasan salah satu Nangen Si Tagan Dera diatas penulis sangat tertarik membahas bagian stilistika Nangen Si Tagan Dera lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk menghindari pembahasan atau pembicaraan yang menyimpang, penulis membatasi masalah agar pembahasan terarah dan terperinci.

Masalah yang akan dibahas dalam proposal skripsi ini adalah: Apa sajakah bagian-bagianstilistika yang terdapat padanangen sitaganderadalam Nangen Nan Tampuk Emas Tedoh mi Orang Tua?


(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :Mendeskripsikan bagian-bagianstilistika yang terdapat padanangen Si Tagan Derayaitu dalam Nangen Nan Tampuk Emas Tedoh mi Orang Tua?

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menunjang pelaksanaan program pemerintah dalam upaya pelestarian bahasadaerah sebagai salah satu sumber pengembangan kosa kata bahasa Indonesia.

2. Melestarikan cerita rakyat agar tidak punah.

3. Sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut terhadap budaya dan sastra lisan yang ada di Pakpak.


(23)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian, paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber dari pendapat para ahli, empirisme (pengalaman penelitian), dokumentasi, dan nalar penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

Penulisan proposal skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang sastra dan stilistika sastra.

Kajian tentang stilistika ini sudah pernah dilakukan oleh Arie Azhari (skripsi sarjana) dengan judul “Antologi cerpen sampan zulaiha karya Hasan Al Banna : Analisis stilistika” dan menyimpulkan bahwa, gaya bahasa yang paling dominan dipakai pada antologi cerpen sampan zulaiha adalah gaya bahasa hiperbola dan gaya penceritaan pengarang adalah banyaknya penggunaan bahasa perbandingan seperti hiperbola dan personifikasi menandakan bahwa pengarang banyak menggunakan kalimat secara berlebih-lebihan dan menggunakan kiasan dalam setiap cerpennya.


(24)

2.1.1Pengertian Stilistika

Stilistika adalah ilmu tentang gaya, sedangkan gaya(style) secara umum adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara-caratertentu,sehingga tujuan yangdimaksud dapat tersampaikan(Nyoman,2009:3). Stilistika adalah ilmu pemanfaatan bahasa dalam karya sastra(Sayuti, 1994:230) ada enam pengertian stilistika sebagai gaya bahasa,yaitu;(a) bungkus yang membungkus inti pemikiran atau pernyataan yang telah ada sebelumnya,

(b) pilihan diantara beragam pernyataan yang mungkin,(c) sekumpulan ciri kolektif,(d) penyimpangan norma atau kaidah,(e) sekumpulan ciri pribadi,dan (f) hubungan antara satuan bahasa yang dinyatakan dalam tekas yang lebih luas daripada sebuah kalimat

Dari pengertian stilistika yang telah dirumuskan oleh para ahli, penulismenyimpulkan pengertian stilistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara yang digunakan pengarang dalam menuangkan isi pikirannya agar karya sastra yang diciptakannya indah dan menarik.

2.1.2 Pengertian Nangen

Nangen adalah apa yang dinyanyikan, nyanyian yang berisi tentang manis pahitnya kehidupan. Mernangen yaitu bernyanyi (Manik, 2002:243) dalam kamus Pakpak Indonesia.

Nangen merupakan salah satu teater tradisional Pakpak yang dinyanyikan oleh persukut-sukuten (pencerita) pada saat mersukut-sukuten (bercerita).Nangen terdengar pada saat ada mersukut-sukuten (bercerita) dan nangen ini hanya


(25)

dinyanyikan oleh Persukut-sukuten (pencerita).Dikatakan teater karna adanya cerita(sukut-sukuten)didalam nangen. Pada jaman dahulu nangen dipertunjukkan dibalai desa pada hari pekan sebagai hiburan, namun pada saat ini nangen hanya ditampilkan pada saat adanya perayaan pesta besar masyarakat Pakpak misalkan pada hari jadi kabupaten atau kecamatan.

2.2Teori yang Digunakan

Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (Yunani), berarti kebulatan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.

Dalam skripsi ini teori yang digunakan adalah teori stilistika. Stilistika mengakaji cara sastrawan memanipulasi atau memanfaatkan unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan efek yang ditimbulkan oleh penggunaannya. Stilistika meneliti ciri khas penggunaan bahasa dalam wacana sastra (Sudjiman,1993:3).

Stilistika adalah usaha memahami, menghayatiaplikasi dan mengambil tepat guna dalam mencapai retorika, agar melahirkan efek artistik (Natawidjaja,1986:5). Menurut Shipley dalam Ali Imron (1957: 341) stilistik (stylistic) adalah ilmu tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari kata stilus (Latin), semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin. Bagi mereka yang dapat mempergunakan alat tersebut secara baik disebut sebagai praktisi gaya yang sukses (stylus exercilotus), sebaliknya bagi mereka yang tidak dapat meggunakannya dengan baik disebut sebagai praktisi yang gagal atau kasar (stylus ridus).

Gaya bahasatelah didefinisikan secara beragam dan berbeda-beda. Beberapa definisi yang perlu dipertimbangkan (Ratna,2007: 236), sebagai berikut:


(26)

1. Ilmu tentang bahasa.

2. Ilmu interdisipliner antara linguistik dengan sastra.

3. Ilmu tentang penerapan kaidah-kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa. 4. Ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra.

5. Ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya sekaligus latar belakang sosialnya. Menurut (Wahyudi Siswanto,2013:104) analisis stilistika dibagi menjadi limabagian stilistika,yaitu:

1. Diksi

Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam karangan karyanya. Daya pikir untuk membayangkan atau menciptakan gambar kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang. Pilihan kata dalam puisi sangat penting sekali, karena hal ini dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanah, efek, dan nada puisi dengan tepat.Pemilihan kata tersebut terbagi atas dua jenis, yaitu:

1. Kata denotatif yaitu,kata yang memiliki makna sebenarnya.

2. Kata konotatif yaitu, kata kiasan atau kata yang tidak memberikan makna yang sebenarnya.

2. Imaji /pencitraan

Imaji adalah daya bayang. Imaji bertujuan untuk membawa pembaca supaya pembaca merasakan apa yang dirasakan oleh pengarang yang dituangkan dalam sebuah karya sastra. Untuk membawa daya bayang pembaca kepada apa yang


(27)

dirasakan pengarang, pengarang harus pandai memilih kata-kata yang tepat untuk memperkuat daya bayang pikiran pembaca.

Imaji ini terbagi dalam enam bagian,yaitu;

1.Imaji lvisual(imaji penglihatan), contohnya : padang terbuka dan berdebu. 2.Imaji auditif(imaji pendengaran), contohnya : suara peri mengiang.

3.Imaji penciuman,contohnya :bau tanah. 4.Imaji Pengecapan,contohnya : rasa pahit.

5.Imaji gerak (movementimaji/kinesik imaji), contohnya : menyerbu kampung-kampung.

6.Imaji perabaan (imaji taktil),contohnya : mencakar dan mencakar,menggaruk.

3.Kata nyata

Kata nyata adalah kata-kata yang dapat ditangkap dengan indra. Dengan kata konkret akan memunculkan imaji yang konkret dan khusus, bukan kata yang abstrak dan bersifatumum. Pemilihan kata nyata sangat membantu penyair menyampaikan tujuan puisinya. Puisi tentang amarah akan lebih konkret dan bisa membawa pembaca merasakan apa yang diinginkan oleh penyair jika pemilihan kata nyatanya kuat. Seperti kata membuncah, amarah, bedebah, benci, dan lain sebagainya.

4. Majas

Majas atau gaya bahasa menurut (P.Suparman:1986) adalah pernyataan dengan pola tertentu sehingga mempunyai efek tersendiri terhadap pemerhati. Dengan kata kiasan atau majas, penyair akan lebih mudah menjelaskan sesuatu kepada pembaca yaitu


(28)

dengan persamaan, perbandingan, maupun kata-kata kias lainnya. Kiasan juga menjelaskan hal-hal yang bersifat abstrak menjadi konkret.

Jenis majas atau gaya bahasa menurut (P. Suparman:1986) adalah sebagai berikut:

1. Alegori adalah menyatakan sesuatu dengan perlambang. Alegori disebut juga perbandingan utuh. Beberapa perbandingan yang bertaut satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan utuh.

Contoh: Wejangan orang tua, “hati-hatilah kamu mendayung bahtera hidupmu, mengarungi lautan penuh bahaya, batu karang, gelombang, topan, dan badai. Apabila nakhoda dan juru mudi senantiasa seia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya akan tercapai tanah tepi yang menjadi idaman.”

2.Alusi/alusio adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan yang sama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para pembaca untuk menangkap pengacuan itu.

Contoh: (a) Tugu ini mengenangkan kita pada peristiwa Bandung Selatan. (b) Di Surabaya inilah peristiwa 10 november terjadi.

3. Amplikasi adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan sesuatu dengan kalimat majemuk bertingkat dengan perluasan anak kalimatnya sehingga terasa eksplisit.


(29)

Contoh: (a) Ia pergi juga, meskipun hujan, padahal ibu telah melarangnya.(b) Anak saya datang, ketika saya sedang mengobati pasien, sesuai dengan janjinya hari itu ia akan datang.

4. Anastrof adalah semacam gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat (lihat Inversi).

Contoh: (a) Diceraikannya istrinya tanpa kompromi.

(b) Ditebasnya pohon-pohon di belakang rumahnya itu sampai habis karena dianggap menimbulkan berbagai persoalan.

5.Antanaklasis adalah gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda (homonim).

Contoh: (a) Giginya tanggal dua pada tanggal dua bulan ini. (b) Tambang besar ini akan dibawa ke daerah tambang.

6.Antitese adalah gaya bahasa yang menggunakan perbandingan atau komparasi antara dua antonim.

Contoh:(a)Dia bergembira ria atas kegagalanku dalam ujian itu. (b) Kecantikannyalah yang justru mencelakakannya.

7.Antonomasi adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri. Apabila seseorang kita namai atau kita panggil bukan dengan nama aslinya, melainkan dengan nama panggilan yang disebabkan oleh sifat atau keadaan yang dimiliki atau ciri tubuhnya.

Misalnya Si Gemuk, Si Botak, Si Kacamata, Si Jangkung, maka ini disebut antonomasia.


(30)

8.Asindeton adalah gaya bahasa yang berupa acuan padat; beberapa kata, frase, atau klausa sederajat tidak dihubungkan dengan kata penghubung, tetapi biasanya dipisahkan dengan tanda koma.

Contoh: Tujuan instruksional, materi pelajaran, kualitas guru, metode yang serasi, media pengajaran, pengelolaan kelas, minat murid, evaluasi yang akurat, turut menentukan keberhasilan proses belajar mengajar.

9.Asosiasi adalah gaya bahasa yang memberikan perbandingan terhadap suatu benda yang sudah disebutkan. Perbandingan itu menimbulkan asosiasi terhadap benda tadi sehingga gambaran tentang benda atau hal yang disebutkan tadi menjadi lebih jelas (lihat juga perumpamaan/simile).

Contoh: (a) Jadikanlah jiwamu seperti karang di tengah lautan, jangan seperti air di daun talas. (b) Mengapa kau seperti bulan kesiangan?

10.Eklamasi adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata seru untuk menegaskan sesuatu.

Contohnya: Aduhai, inilah hidup! Sungguh, baru sekali ini aku melakukan perjalanan sejauh ini!

11.Koreksio adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah.

12.Efinisme adalah gaya bahasa berupa pengungkapan yang lebih halus sebagai pengganti pengungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau tidak menyenangkan.

Contoh: (a) Ibunya telah berpulang ke rahmatullan minggu lalu (meninggal). (b) Maaf, anak ibu memang kurang pandai sehingga kenaikan kelasnya tertunda (kurang pandai= bodoh, kenaikan kelas tertunda= tidak naik kelas).


(31)

13.Hiperbola/hiperbolisme adalah gaya bahasa berupa pengungkapan yang berlebih-lebihan apa yang sebenarnya dimaksudkan: jumlahnya, ukurannya, sifatnya. Contoh: (a) Orang tua anak itu, tabungannya berjuta-juta, emasnya berkilo-kilo, sawah-ladangnya berhektar-hektar (pengganti kata orang kaya). (b) Setiap hari anak itu memeras keringat membanting tulang mencukupi nafkah hidupnya (pengganti kata bekerja keras).

14.Influen adalah menyatakan sesuatu dengan istilah asing.

Contoh: (a) Kakaknya memang pandai mendesain cover story. (b) Janganlah terlalu apriori menanggapi persoalan itu.

15.Interupsi adalah menjelaskan sesuatu dengan menyelipkan keterangan di antara pokok pikiran dan penjelasnya.

Contoh: (a) Pungli—istilah yang populer pada tahun 1977—kini semarak lagi di mana-mana. (b) Hamida—anak sulung pedagang sayur itu—telah sukses di perguruan tinggi.

16.Ironi adalah gaya bahasa sindiran yang paling halus, menyatakan sesuatu dengan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok.

Contoh: (a) Saya percaya benar kepadamu, tak pernah kau tepati janjimu. (b) Aduh, rapinya kamar ini, segalanya berhamburan.

17.Klimaks adalah gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan.

Contoh: (a) Setiap guru yang berdiri di kelas haruslah mengetahui, memahami, menguasai, serta menghayati bahan pelajaran yang diajarkan. (b) Mulai dari bayi


(32)

yang masih dalam gendongan, anak-anak, bapak-ibu, sampai kakek-nenek pun ikut menyaksikan atraksi yang menghebohkan itu.

18.Koreksio adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa mana-mana yang salah (lihat epanortesis). Koreksio dipakai bila akan membetulkan apa yang salah diucapkan baik sengaja maupun tidak.

Contoh: (a) Dia adikku, eh, bukan, kakakku. (b) Ibu di dapur, ah, bukan, di kamar mandi.

19.Litotes adalah gaya bahasa yang berupa pernyataan mengenai sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari kebalikannya atau menyebutkan sesuatu dengan merendahkan diri.

Contoh: (a) Ellyas Pical bukanlah petinju kampungan yang bisa dianggap enteng. (b) Kalau ada waktu, singgahlah ke gubuk deritaku.

20.Repetisi adalah berupa pengulangan kata atau frase di tengah-tengah baris atau beberapa kalimat berurutan.

Contoh: Anak merindukan orang tua. Orang tua merindukan anak. Setiap orang merindukan kekasih. Setiap makhluk merindukan sesuatu.

21.Metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang implisit—tanpa kata yang menyatakan perbandingandi antara dua hal yang berbeda.

Contoh: (a) Generasi muda adalah tulang punggung pembangunan bangsa dan negara. (b) Belajarlah sungguh-sungguh selagi muda agar kelak menjadi orang yang berguna dan tidak menjadi sampah masyarakat.

22.Metonimia adalah gaya bahasa yang memakai ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal sebagai penggantinya.


(33)

Contoh: (a) Dia baru mempelajari Archimedes. (b) Jangan lupa ya, Sasa satu bungkus, Anak Pintar satu bungkus, dan Kapal Api selera ayahmu.

23.Okupasi adalah pernyataan yang mengemukakan tanggapan atas sesuatu hal disertai kontradiksinya.

Contoh: (a) Merokok memang merusak kesehatan, tetapi selalu didalihkan sebagai alat pergaulan. (b) Minum air mentah banyak bahayanya, tipus, kolera, disentri, diare, tetapi sekedar penyejuk muka tak apalah.

24.Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Yang dipertentangkan sebenarnya berlainan persoalannya. Misalnya satu masalah lahiriah, satu masalah batiniah. Bandingkan paradoks dengan antitesis.

Contoh: (a) Teman karib ada kalanya menjadi musuh sejati. (b) Aku merasa kesepian di tengah keramaian ini.

25.Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Paralelisme digunakan dalam puisi. Paralelisme pada awal baris disebut anafora, paralelisme pada akhir baris disebut epifora.

Contoh anafora: Junjunganku, Apatah kekal Apatah tetap

Apatah tak bersalin rupa Apatah boga sepanjang masa Oleh Amir Hamza


(34)

Contoh epifora:

Kalau kau mau, aku akan datang Kalau kau kehendaki, aku akan datang Bila kau kehendaki, aku akan datang

26.Paronomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain.

Contoh: (a) Oh, adindaku sayang, akan kutanam bunga tanjung di tanjung hatimu. (b) Ban tuan ini sebaiknya diberikan sebagai bantuan dalam lomba balap sepeda besok.

27.Pemeo adalah kata-kata yang menjadi populer, kemudian selalu diucapkan kembali baik yang mengandung dorongan semangat maupun yang mengandung ejekan.

Contoh: (a) Sekali merdeka, tetap merdeka. (b) Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

28)Personifikasi atau penginsanan adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa atau ide yang abstrak.

Contoh: (a) Angin malam meraung-raung, menusuk-nusuk hati dan jiwaku, perasaanku semakin dibuatnya hancur. (b) Urip dan Yakop bersiul-siul menyambut pagi yang penuh harapan (Urip dan Yakop adalah jenis burung).

29.Pleonasme adalah gaya bahasa berupa pemakaian kata yang mubazir atau berlebihan yang sebenarnya tidak perlu. Contoh: (a) Saya telah menyaksikan


(35)

peristiwa itu dengan mata kepala saya sendiri. (b) Kejadian itu saya catat dengan tangan kanan saya ini.

30.Polisindeton adalah gaya bahasa berupa penghubungan beberapa kata, frase, atau klausa yang berurutan dengan kata sambung (kebalikan asindeton).

Contoh: Kakek dan neneknya serta Bapak dan ibunya telah tiada.

31.Preterito adalah menyatakan sesuatu dengan menyembunyikan persoalan yang dikemukakan karena dianggap sudah tahu. Contoh: (a) Akan hal kedatangan saya kemari, tidak perlu saya kemukakan, sama seperti yang kita sepakati kemarin.

(b) Saya rasa kau tahu, apa yang akan terjadi jika kau tidak melunasi utang-utangmu.

32.Prolepsisadalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengan mendahulukan predikat, sehingga sifat operasional pernyataan itu terasa menonjol.

Contoh: (a) Di sinilah Nampak jelas dan nyata sifat kepribadian bangsa Indonesia. (b) Terkejut ia terduduk.

33.Propinsionalistis (kedaerahan) adalah gaya bahasa yang menjelaskan sesuatu dengan kata-kata kedaerahan. Jika digunakan pada tempatnya akan melahirkan stilistika yang khas.

Contoh: (a) Kalau tidak becus jangan menjadi pemimpin. (b) Alangkah tengiknya lelucon tuan, ya.

34.Repetisi adalah gaya bahasa yang mengandung perulangan kata atau kelompok kata yang sama berkali-kali. Repetisi digunakan dalam prosa. Misalnya: Selama nafasku masih mengalun, selama darah masih mengalir di tubuhku, selama jantungku masih berdenyut, aku tidak akan menghentikan usahaku ini.

35.Resensi adalah pernyataan yang dikemukakan disertai dengan penilaian atas pernyataan itu.


(36)

Contoh: (a) Engkau akan biasa dengan kekerasan. Manusia punya tenaga menyesuaikan diri amat besar. Tidak saja membunuh pada garis kewajiban, tetapi juga membunuh di luar garis kewajiban. Pada kekejaman dan darah. (Jalan Tak Ada Ujung, oleh Mochtar Lubis) (b) Hidup itu memang aneh. Aku sendiri tidak mengerti mengapa sampai terjadi demikian.

36.Sarkasme adalah gaya bahasa sindiran kasar, mengandung olok-olok dan menyakiti hati. Contoh: (a) Meminang anak gadis orang memang mudah dan menyenangkan, tetapi memeliharanya setengah mati. (b) Kehadiranmu membuatku mual!

37.Sensasi adalah menyatakan sesuatu dengan istilah yang merangsang perhatian. Contoh: (a) Amerika memang ingin menjadi polisi dunia. (b) Rekor-rekor nasional atletik bertumbangan.

38.Simbolik adalah gaya bahasa kiasan yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai simbol atau perlambangan, misalnya bunglon lambang orang yang tidak berpendirian tetap, melati lambang kesucian, lintah darat lambang pemeras, Kekasih lambang Tuhan.

39.Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan, atau sebaliknya. (Sinekdok totem pro part untuk menyebutkan sesuatu secara keseluruhan, tetapi yang dimaksud sebagian; sinekdoke pars pro toto untuk menyebutkan sebagian, tetapi yang dimaksud keseluruhan). Contoh sinekdoke totem pro part: (a) Tadi malam berlangsung pertandingan seru antara Inggris dan Italia. (b) Amerika menyerang Irak habis-habisan dalam perang Teluk beberapa tahun yang lalu. Contoh sinekdoke pars pro toto: (a) Setiap kepala


(37)

memperoleh jatah raskin 10 kg. (b) Tolong potongkan ayam dua ekor untuk acara selamatan nanti malam.

40.Sinisme adalah gaya bahasa berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme adalah sindiran yang lebih kasar.

Contoh: (a) Memang Andalah tokohnya yang dapat menghancurkan desa ini dalam sekejap mata. (b) Memang Pak Dukunlah orangnya yang dapat menghidupkan orang mati, apalagi mematikan orang hidup.

41.Sinonimis adalah menegaskan sesuatu dengan mendampingkan sinonim pokok pikiran dari pernyataan atau penjelas dari pokok pikirannya.

Contoh: (a) Seperti biasa, aku merasa bosan untuk tinggal di rumah. Aku ingin keluar. (b) Bagaimana akan menggantinya, sedangkan dia hanya seorang budak yang sebagai milik orang semata.

42.Tautologi adalah gaya bahasa berupa penggunaan kata yang berlebihan yang pada dasarnya merupakan perulangan dari kata yang lain (lihat pleonasme). Contoh: (a) Kami tiba di rumah pukul 04.00 subuh. (b) Orang yang meninggal itu menutup mata untuk selama-lamanya.

43.Tropen adalah gaya bahasa kiasan yang mempergunakan kata-kata yang tepat dan sejajar artinya dengan pengertian yang dimaksudkan. Atau gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan sesuatu keadaan yang sedang berlaku tanpa menyebutkan alat apa yang dipergunakan.

Contoh: (a) Besok Presiden akan terbang ke Surabaya. (b) Seharian ia hanya berkubur dalam kamarnya.


(38)

5. Rima

Menurut Wahyudi (2003:110), rima merupakan persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, maupun akhir baris puisi. Dalam kepustakaan Indonesia Sedangkan rima atau sanjak adalah pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam lirik sajak, maupun pada akhir larik sajak yang berdekatan.

Rima mencakup,

1.Onomatope

Onomatope adalah tiruan terhadap bunyi. Dalam puisi bunyi-bunyi ini memberikan warna suasana tertentu seperti yang diharapkan oleh penyair. Marjorie boulton dalam (Wahyudi Siswanto, 2003:110), menjelaskanbahwa bunyi vokal panjang lebih khidmat dan lebih mendamaikan hati. Konsonan /b/ atau /p/ adalah konsonan eksplosif yang mampu memberikan kesan remeh atau cemooh. Konsonan /m/, /n/ dan /ng/ memberikan efek adanya dengungan (echo), nyanyian, musik dan kadang-kadang bersifat sinis. Konsonan /l/ memberikan sugesti pada gerakan yang mengalir pelan-pelan, melambai-lambai, menggairahkan, damai, dan kadang-kadang juga bersifat mewah. Konsonan /k/, /g/, /kh/, dan /st/ memberikan sugesti akan suasana penuh, kekerasan, gerakan yang tidak seragam, konflik, namun kadang-kadang juga mengandung kebencian. Sedangkan konsonan /s/ dan /sy/ menyugesti timbulnya suasana mengejek, lembut, lancar, dan kadang-kadang menimbulkan perasaan yang menyejukkan. Konsonan /z/ berhubungan dengan teks suasana kekerasan. Konsonan /f/ dan /w/ berhubungan dengan keadaan angin, sayap burung dan gerakan di udara. Konsonan /t/ dan /d/ mirip seperti /k/ dan /g/, tetapi tanpa empati dan banyak digunakan untuk melukiskan gerakan yang pendek. Konsonan /r/ berhubungan


(39)

dengan gerakan suara. Sedangkan konsonan /d/ berhubungan dengan kerasnya suatu gerakan (Waluyo 1987 dalam Wahyudi 2003:111).

Berkaitan dengan vokal, pengulangan bunyi yang cerah, ringan, yang menunjukkan kegembiraan dan keceriaan dalam dunia puisi disebut euphony yakni bunyii,e, dan a. sedangkan bunyi-bunyi yang berat menekan menyeramkan, mengerikan, seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu disebut cachopony, yakni bunyi o, u, e, dan

au(Tarigan, 1986:37-38 dalam Wahyudi, 2003).

2.Bentuk intern pola bunyi

Menurut boulton (dalam Wahyudi, 2003), yang dimaksud bentuk internal ini adalah aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh dan repetisi bunyi.

3. Pengulangan kata atau ungkapan

Pengulangan tidak hanya terbatas pada bunyi, namun mungkin kata-kata atau ungkapan. Boulton menyatakan bahwa pengulangan bunyi, kata dan frasa memberikan efek intelektual dan efek magis yang murni (Waluyo, 1987/93 dalam Wahyudi, 2003).


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu, logos artinya ilmu pengetahuan. Sudaryanto (1982:2), “Metodelogi adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan”.

Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai suatu pemahaman.

3.1Metode Dasar

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sukmadinata (2006:72) menjelaskan penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya

3.2Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan daerah penelitian adalah Desa Siempat Rube Dua, Kecamatan Siempat Rube, Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera Utara. Alasan penulis untuk memilih lokasi penelitian ini adalah karena penduduknya asli etnis Pakpak dan juga dikarenakanPernangen (sipencerita) yang masih faham dan mampu


(41)

mernangen(menceritakan sebuah cerita dengan diselingi nyanyian ratapan)berada di Desa Siempat Rube Dua, KecamatanSiempat Rube.

3.3Instrumen Penelitian

Sebelum penulis melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu mempersiapkan instrumen atau alat bantu penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa alat rekam (tape recorder),pulpen, buku tulis dan kamera.

3.4Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Metode Observasi, yaitu mengamati secara langsung daerah tempat penelitian untuk mendapatkan informasi yang mampu memberikan informasi data yang dibutuhkan, teknik yang dipergunakan penulis adalah tehnik catat.

2. Metode kepustakaan, yaitu mencari bahan-bahan referensi yang berkaitan dengan pokok penelitian sebagai data sekunder penulis untuk melengkapi data primer dari lapangan.

3. Metode Wawancara, yaitu melakukan wawancara langsung kepada informan yang dianggap dapat memberikan informasi atau data-data tentang objek yang diteliti tanpa menggunakan daftar pertanyaan, yaitu dengan menggunakan teknik:

a. Teknik catat, yaitu mencatat semua keterangan yang diperoleh dari informan

b. Teknik rekam, yaitu merekam informasi atau data yang diberikan oleh informan.


(42)

3.5Metode Analisis Data

Metode analisis data adalah metode atau cara peneliti dalam mengolah data mentah sehingga menjadi data akurat dan ilmiah.

Adapun langkah-langkah analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalahsebagai berikut :

1. Mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan.

2. Data yang diperoleh akan diterjemahkan dari bahasa Pakpak kedalam bahasa Indonesia.

3. Kemudian data yang telah diterjemahkan diklasifikasikan berdasarkan pembagian stilistika.

4. Menganalisisnangen Si Tagan Deradengan menggunakan pendekatan stilistika.


(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analisis Nangen Nan Tampuk Emas teddoh mi orangtua

‘ Analisis nyanyian Nan Tampuk Emas rindu pada orangtua’

Teks 1.Enda ….berrumu kin, berru ampun-ampun, Kepeken…..itubuhken kono kin pana …

I bellah turun…mo nange…

Mendapen mo berrumu, turun mo ndersana, Turun mo pagitna,i peldang sipitu cundut.

Kutare bulan midates , matanta rebbak merdemu, Dagingta kidah laju madeng merdemmu……

‘Ini….putrimu, putri bungsumu…. Yang dulu engkau lahirkan

Dibelah turun …ibu….

Kedinginanlah putrimu, turunlah penderitaan, Turunlah kepahitan, dibukit si Pitu Cundut… Kupandang bulan keatas, mata kita bertemu. Badan kita masih belum bertemu’.


(44)

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks 1di atas terdapat pada baris ke-3 pada kata‘ibelah turun’ (dibelah turun), yang merupakan konotasi yang artinya ditakdirkan dalam penderitaan, pilihan kata ini sudah sangat jarang dipakai karena merupakan bahasa kuno atau bahasa jaman dulu. Kemudian kata ‘Kutare’ (kupandang) pada baris -6 merupakan diksi atau pilihan kata yang memiliki persamaan kata yaitu pada kata ‘kutilik’ (kupandang, kulihat) pilihan kata ini juga sudah jarang dipakai karena merupakan bahasa jaman dulu dan banyak orang sudah melupakannya.

Diksi atau pilihan kata denotatif pada teks nomor 1 di atas terdapat pada kata ‘Enda ….berrumu kin’ (ini putrimu yang dulu) pada baris -1, ‘itubuhken kono kin pana’ (yang dulu engkau lahirkan) pada baris -2 dan ‘Kutare bulan midates’ (kupandang bulan di atas) pada baris -6 semua kalimat tersebut menyatakan arti atau makna yang sebenarnya.

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks 1 di atas terdapat pada kata ‘mata’ (mata) pada baris -6 merupakan imaji visual yang merupakan mimpi Nan Tampuk Emas untuk bertemu ibunya.

Selain itu Imaji atau citraan visualjuga terdapat pada kata ’I peldang’ (di bukit) pada baris -5, ‘bulan’ (bulan) pada baris -6 dan ‘kutare’ (kupandang) pada baris -6, kata-kata ini membawa imaji pembaca untuk membayangkan suasana di sebuah bukit dimalam hari dengan menikmati terang bulan yang indah.

Imaji yang terdapat Pada nangen diatas, sipencerita adalah Nan Tampuk Emas yang sedang merindukan orangtuanya dan berharap berjumpa dengan sang ibu.


(45)

Dalam nangen ini dia menyanyikan keluh kesah dan penderitaannya dibukit Si Pitu Cundut.

Terdapat pengulangan pola susunan kalimat ‘turun mo ndersana’ (turunlah penderitaan) pada baris -4, ‘turun mo pagitna’ (turunlah kepahitan) pada baris -5, itu membawa imaji pembaca bahwa Nan Tampuk Emas yang benar-benar merasakan kesedihan yang mendalam atas apa yang dialaminya.

c. Kata nyata atau kata konkret

Kata nyata atau kata konkret yang digunakan pada teks nomor 1 di atas terdapat pada kata ‘mata’ (mata) pada baris -6 yang melambangkan keinginan Nan Tampuk Emas untuk bertemu ibunya. Kata ’I peldang’ (di bukit) pada baris -5, ‘bulan’ (bulan) pada baris -6 dan ‘kutare’ (kupandang) pada baris -6 merupakan kata konkret yang melambangkan kehidupan Nan Tampuk Emas yang kesepian ditengah hutan disatu bukit.

d. Majas atau gaya bahasa

Majas yang digunakan pada teks 1 di atas terdapat pada kata ‘Kutare bulan midates, matanta rebbak merdemu’ (Kupandang bulan keatas, mata kita bertemu) pada baris -6 dan -7 merupakan kalimat yang menggunakan majas metafora yaitu menyatakan sesuatu dengan kias perwujudan, sebagai makna yang sesungguhnya yaitu dia hanya bisa bertemu dengan sang ibu dalam hayalan indah seperti indahnya bulan. Selain itu ditemukan juga majas atau gaya bahasa repetisi pada kata ‘berru’ (putri) baris -1 dan -4 , ‘turunmo’ (turunlah) pada baris -4 dan -5 dan ‘merdemmu’ (bertemu) pada baris -6 dan -7 yang dipilih oleh pengarang untuk memperjelas makna.


(46)

e. Rima

Sajak yang digunakan pada teks 1 di atas adalah sajak “abcd”. Terdapat jenis rima onomatope atau tiruan terhadap bunyi yang menekan menyeramkan, mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut

cacophony,yaitu pada bunyi u pada baris 6 dan 7. Pada baris -1 terdapat rima

onomatope konsonan /n/ yang memberikan efek adanya dengungan (echo),

nyanyian, musik dan kadang-kadang bersifat sinis.

Rima onomatope pada vokal e pada baris -3 merupakan bunyi yang berat menekan menyeramkan dan mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut cachophony.

Teks 2.Tagan Dera : …..Aah,..tah…! Ulang mo bagida nanguda – namberru. Asa bakune pe ibaing ko,

Mula oda sehingga dapet deng seggen masana laus kita mirumah……

Tagan Dera : ‘ …Aah….tah…! Janganlah seperti itu tante-bibi Bagaimanapun engkau perbuat,

Kalau belum dapat waktunya kita pergi ke rumah……’

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks 2 di atas terdapat pada kata ‘nanguda-namberu’ (tante-bibi) pada bariske-2 yang merupakan kata nyata bahasa


(47)

yang sopan bagi orang Pakpak dalam tutur kepada seorang gadis terutama pada jaman dulu dan sekarang berganti menjadi “turang atau impal”.

Semua kalimat pada bait ini merupakan kalimat denotatif seperti terlihat pada kata,

“Ulang mo bagida nanguda – namberru. Asa bakune pe ibaing ko,

Mula oda sehingga dapet deng seggen masana laus kita mirumah……” pada baris 1-3.

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji ynag digunakan pada teks 2 di atas adalah imaji gerak, terdapat pada kata ‘laus’ (pergi) pada baris -4 mencitrakan daya bayang pembaca pada suatu perjalanan yang akan dilakukan oleh Nan Tampuk Emas dan kekasihnya.

Selain itu penulis juga menemukan imaji visual yang terdapat pada kata ‘rumah’ (rumah) pada baris -4 yang mencitrakan daya bayang pembaca pada suatu tempat yang pada umumnya ditempati oleh manusia.

c. Kata nyata atau kata konkret

Kata konkret yang digunakan pada teks 2 di atas terdapat pada kata‘laus’ (pergi) pada baris -4 yang menguatkan daya bayang pembaca pada keinginan Nan Tampuk Emas untuk pergi menemui keluarganya, kemudian pada kata ‘rumah’ (rumah) pada baris -4 menguatkan daya bayang pembaca pada penderitaan yang dialami oleh Nan Tampuk Emas di hutan sehingga dia ingin kembali ke rumah untuk menemui ibunya dan pada kata‘Nanguda-namberu’ (tante-bibi) pada baris -2 merupakan kata nyata bahasa yang sopan bagi orang Pakpak dalam tutur kepada seorang gadis terutama pada jaman dulu dan sekarang berganti menjadi “turang atau impal”.


(48)

d. Majas atau gaya bahasa

Pada teks 2 di atas tidak terdapat majas atau gaya bahasa.

a. Rima

Rima yang digunakan pada teks 2 di atas adalah jenis rima onomatope atau tiruan terhadap bunyi yang menekan menyeramkan, mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut cacophony,yaitu pada bunyi /u/, /o/ pada baris -2dan -3. Rima yang dipakai pada bait ini adalah dengan sajak “abcd” dari ‘….AAh,..tah…!’ pada baris -1 mencitrakan sipencerita bukan lagi Nan Tampuk Emas tetapi Si Tagan Dera. Menggambarkan sifat Si Tagan Dera yang menyerah dan putus asa.

Teks 3.Kutare kessa bulan i langit matanta merdemmu, abenta mak pesimbak. Mula inangku sendah i rumah mangan nakan nola ngo nange.

Meddem ko giam mercabing, kundul menggoge ucang. Berrumu i peldang enda laju malot mangan,

Gennep bon ndidah berrumu icoling eluh. Nina….Aah…. tah!

‘Kupandang bulan dilangit mata kita bertemu. Wajah kita tidak berjumpa, Mungkin ibuku makan dirumah oh ibu.

Tidur dengan selimut, duduk makan sirih. Putrimu di bukit ini masih belum ada makan, Setiap malam purtimu ditidurkan oleh air mata. Katanya….Aah…tah!’


(49)

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks 3 di atas adalah pilihan kata konotasi pada kata ‘icoling eluh’ (ditidurkan oleh air mata) pada baris -5 yang berarti setiap malam Nan Tampuk Emas menangis sebelum tidur dan selain dari pilihan kata tersebut semuanya termasuk pilihan kata denotatif seperti diksi atau pilihan kata ‘kundul, mengoge ucang’ (duduk, makan sirih) pada baris-4 yang memberikan arti bahwa pada jaman tersebut seorang perempuan mempunyai kebiasaan yang dianggap menyenangkan jika memakan sirih.

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks 3 di atas adalah imajivisualyang terdapat pada kata ‘kutare’ (kupandang) pada baris 1, kemudian kata ‘langit’ (langit) pada baris -1, dan ‘bulan’ (bulan) pada baris --1, yang membawa daya bayang pembaca bahwa Nan Tampuk Emas sedang memandang langit dimalam hari yang diterangi oleh cahaya bulan.

Selain itu penulis juga menemukan imaji gerakyangterdapat pada kata ‘mangan’ (makan) pada baris -3, -4 dan -5 yang membawa daya bayang pembaca pada seseorang yang terlihat sedang mengunyah atau menyantap makanan.

c. Kata nyata / kata konkret

Kata konkret yang digunakan pada teks 3 di atas terdapat pada kata‘kutare’ (kupandang) pada baris -1, kemudian pada kata ‘langit’ (langit) pada baris -1, dan ‘bulan’ (bulan) pada baris -1, kata-kata tersebut dapat kita lihat dengan alat indra kita.


(50)

d. Majas atau gaya bahasa

Majas atau gaya bahasa yang digunakan pada teks 3 di atas adalah majas

personifikasi atau gaya bahasayang menggambarkan benda atau binatang berkelakuan seperti manusia yang terdapat pada kata ‘icoling eluh’ (ditidurkan oleh air mata) pada baris -5 yang secara logika tidak mungkin air mata dapat menidurkan manusia.

e. Rima

Sajak yang digunakan pada teks 3 di atas adalah sajak “abcd” dengan rima

onomatope konsonan /n/ dan /ng/ pada baris -3 dan -4 memberikan efek dengungan (echo), nyanyian, musik dan kadang-kadang bersifat sinis. Rima akhir pada konsonan /k/ pada baris -1 merupakan rima onomatope yang memberikan sugesti akan suasana penuh kekerasan dan mengandung nada kebencian. Rima onomatope

pada vokal e pada baris -2 merupakan bunyi yang berat menekan menyeramkan dan mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut

cachophony.

Teks 4.Tagan Dera : ….Aah….Ulang mo bagi nanguda namberru…

kessa bakune, buah kayu dapet aku imamo kutaruhi le naguda - namberru……

‘Tagan Dera : ….Aah…janganlah seperti itu tante-bibi ……

Bagaimana lagi, buah kayu yang aku dapat itu yang aku berikan padamu tante-bibi….’


(51)

a. Diksi

Diksi dari pilihan kata yang digunakan pada teks 4 di atas adalah pilihan kata denotatif yang terdapat pada kata ‘nanguda-namberru’ (tante-bibi) pada baris -1 dan -2 merupakan tutur kata panggilan masyarakat pada waktu jaman dahulu kepada seorang wanita yang belum menikah. Pilihan kata pada bait ini keseluruhannya merupakan kata denotatif sehingga pembaca dapat dengan mudah memahaminya.

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks 4 di atas adalah imaji atau citraan

visual,yangterdapat pada kata ‘buah kayu’ (buah kayu) pada 4 baris -2.

c. Kata nyata atau kata konkret

Kata nyata atau kata konkret yang digunakan pada teks 4 di atas terdapat pada kata ‘buah kayu’ (buah kayu) pada baris -2 yang dapat menguatkan imaji pembaca pada indra penglihatan.

d. Majas atau gaya bahasa

Majas yang digunakan pad teks 4 di atas adalah majas atau gaya bahasa repetisi,

yangterdapat pada kata ‘nanguda-namberu’ (tante-bibi) pada baris -1 dan -2 yang mencitrakan dimana Si Tagan Dera sangat menghormati Nan Tampuk Emas kekasihnya.

e. Rima

Rima yang digunakan pada teks 4 di atas adalah sajak “a-a”,kemudian terdapat jenis rima onomatope atau tiruan terhadap bunyi yang menekan menyeramkan, mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut

cacophony,yaitu pada bunyi u dan o pada baris -1dan -2.


(52)

Turun mo pagitna, turun mo ndersana.

Nasib kade kin ngo ndia nasib berrumu aku enda nange. Keppe irumah den berrumu kekelengen ate bak ampun-ampun, Enggo i peldang si-pitu cundut ,

Panganen buah mbalno,

Buah kettang, enumen pe kidah lae nturge sambing…….. Nina!....Aah…tah….

‘Semenjak putri bungsumu di bukit , Turunlah kepahitan, turunlah penderitaan. Nasib apa yang telah menimpaku putrimu ibu. Kalau dirumah putrimu kesayangan dan sibungsu. Setelah di Bukit si Pitu Cundut,

Makanan buah kayu,

Buah rotan, minum pun air daun nturge saja….. Katanya!,,,,Aah…..Tah……’

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks 5 di atas terdapat pada kata ‘pagitna’ (kepahitan) pada baris -2 yang merupakan kata konotatif dimana kata kepahitan tersebut bukanlah makna yang sesungguhnya seperti: kepahitan saat makan obat dan sayur, tetapi kepahitan dalam teks ini berarti sebuah kehidupan yang sangat mrnyedihkan dan penuh dengan penderitaan. Selain dari pada pilihan kata konotatif di atas seluruh pilihan kata pada bait di atas merupakan kata denotatif


(53)

seperti misalnya diksi atau pilihan kata ‘berrumu’ (putrimu) pada baris -1,-3 dan -4 merupakan kata denotatif atau makna sebenarnya yaitu anak perempuan

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks 5 di atas adalah imajivisual, yangterdapat pada kata‘I delleng Si Pitu Cundut’ (di bukit Si Pitu Cundut) pada baris 1 dan -6.Kemudian penulis juga menemukan imaji pengecapan pada kalimat ‘panganen buah mbalno, buah kettang’ (Makanan buah kayu, rotan) pada baris -6 dan -7. ‘enumen pe kidah lae nturge’ (minum pun air daun nturge), yang membawa imaji pembaca akan penderitaan dan nasib yang dialami oleh Nan Tampuk Emas di bukit Si Pitu Cundut.

c. Kata nyata/kata konkret

Kata nyata atau kata konkret yang digunakan pada teks 5 di atas terdapat pada kata ‘delleng’ (bukit) pada baris -1 dan-6 yang menguatkan imaji pembaca untukt membayangkan bahwa pembaca dapat melihat langsung bagaimana sebuah bukit yang ada di hutan.Kemudian pada kalimat‘panganen buah mbalno, buah kettang’ (Makanan buah kayu, rotan) pada baris -6 dan -7. ‘enumen pe kidah lae nturge’ (minum pun air daun nturge) yang menguatkan imaji pembaca untuk membayangkan dan merasakan langsung dengan indra pengecapan bagaimana rasa buah kayu, rotan dan bagaimana rasa minuman dari hutan belantara.

d. Majas atau gaya bahasa

Majas atau gaya bahasa yang digunakan pada teks 5 di atas adalah majas atau gaya bahasa repetisi, yang terdapat pada kata berru’ (putri) pada baris -1, -4 dan -5, ‘peldang’ (bukit) pada baris -1 dan -6, ‘turun mo’ (turunlah) pada baris -2 dan -3 dan


(54)

‘buah’ (buah) pada baris -7 dan -8 yang berfungsi memperjelas makna yang disampaikan oleh pengarang.

e. Rima

Rima akhir atau sajak yang digunakan pada teks 5 di atas adalah sajak “abcd”. Kemudian pada teks 5 di atas digunakan rima onomatope dengan konsonan /n/ dan /ng/ pada baris -1, -4 dan -7 yang memberikan efek dengungan (echo), nyanyian, musik dan kadang-kadang bersifat sinis. Kemudian pada konsonan /t/ pada baris -5 yang merupakan rima onomatope digunakan untuk melukiskan gerakan yang pendek, dan pada penulis juga menemukan rima pada vokal edan o pada baris -3 dan -6 yang merupakan bunyi yang berat menekan menyeramkan dan mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut cachophony.

Teks 6.Tagan Dera : ….Aku,bagi kessa mo nanguda namberru, Ulang mo isebut ko bagidi …

Odango nanguda-namberru buluh asa merbuku. Nasib manusia merbuku mango…..

‘Tagan Dera: ….Aku kalau begini nya tante-bibi, Janganlah berkata begitu…

Bukan hanya bambu yang berbuku Nasib manusia pun berbuku juga’

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks 6 di atas adalah pilihan kata yang bersifat denotatif, yang terdapat pada kalimat:


(55)

‘Aku,bagi kessa mo nanguda namberru, Ulang mo isebut ko bagidi …

(Aku kalau begini nya tante-bibi, Janganlah berkata begitu).

Kemudian penulis juga menemukan pilihan kata konotatif yang dituangkan oleh penyair pada kata ‘manusia’ (manusia) dan ‘buluh’ (bambu) baris -3 dan -4. Pengarang sengaja memilih kata konotatif bambu yang berbuku yang ada kesamaannya dengan kehidupan manusia yang penuh perbedaan.

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks 6 di atas adalah imajivisual, yang terdapat pada kata ‘buluh’ (bambu) dan ‘merbuku’ (berbuku) pada baris -3 yang membawa imaji pengarang pada sebuah kehidupan yang sederhana yang masih menggunakan bambu dalam kehidupan sehari-hari.

c. Kata nyata atau kata kokret

Kata nyata atau kata konkret pada teks 6 di atas terdapat pada kata ‘buluh’ (bambu) dan ‘merbuku’ (berbuku) pada baris -3 yang menguatkan daya bayang pembaca pada sesuatu benda yaitu bambu yang berbuku yang dapat dilihat langsung oleh mata.

d. Majas atau gaya bahasa

Majas atau gaya bahasa yang digunakan pada teks 6 di atas terdapat pada baris -3 dan -4 pada kata,

odango nanguda-namberru buluh asa merbuku. Nasib manusia merbuku mango…..’


(56)

Nasib manusia pun berbuku juga), yang menggunakan gaya bahasa metafora yaitu menyatakan sesuatu dengan kias perwujudan dan memberikan makna bahwa dalam kehidupan tidak mungkin semua manusia memiliki nasib yang sama tetapi sebaliknya setiap manusia memiliki nasib yang berbeda.

a. Rima

Rima atau sajak yang digunakan pada teks 6 di atas adalah sajak “abcd”,terdapat jenis rima onomatope atau tiruan terhadap bunyi yang menekan menyeramkan, mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut

cacophony,yaitu pada bunyi vokal u pada baris -1dan -3 dan vocal o pada baris -4.

Teks 7. Kessa nai I peldang berrumu enda, Kidah kutare bulan i dates ,

Tungkuk kin pe brumu mengapus eluh mo nange….! Kerna kade …

Lako meddem berrumu mengapus eluh, Lako ndungo…idungo lehe ….

Nasib kade le nasib berrumu.

Tammat le baremben berrumu I peldang enda……nina….Aah….tah…!

‘Semenjak dibukit ini putrimu, Kulihat kupandang bulan diatas,

Menunduk pun putrimu menghapus air mata ibu…..! Karna apa….


(57)

Bangun dibanguni lapar…. Nasib apa yang diterima putrimu Tamatlah besok putrimu di bukit ini….. Katanya….aah…Tah….!’

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks 7 di atas terdapat pada kata ‘tamat le’ (tamatlah) pada baris -8, yang merupakan kata konotatif yang memiliki arti mati atau meninggal. Selain dari satu pilihan kata konotatif di atas semua pilihan kata merupakan kata denotatif.

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks 7 di atas adah imaji atau citraan

visual(penglihatan) yang terdapat pada kata ‘I peldang en’ (dibukit ini) pada baris -1 dan pada kata ‘kidah kutare bulan i dates’ (Kulihat kupandang bulan diatas) pada baris -2.

Selain itu penulis juga menemukan adanya imaji gerak atau movement imaji yang terdapat pada kata‘tungkuk’ (menunduk) pada baris -3 dan ‘mengapus eluh’ (menghapus air mata) pada baris -3 dan -5.

c. Kata nyata/ kata konkret

Kata konkret yang digunakan pada teks 7 di atas terdapat pada kata ‘I peldang en’ (dibukit ini) pada baris -1, kemudian pada kata‘kidah kutare bulan i dates’ (Kulihat kupandang bulan diatas) pada baris -2 yang menguatkan imaji pembaca bahwa pembaca dapat melihat langsung dengan alat indra bahawa Nan Tampuk Emas sedang berada di sebuah bukit, memandang cahaya bulan di langit, dan pada kata‘tungkuk’ (menunduk) pada baris -3 dan ‘mengapus eluh’ (menghapus air mata)


(58)

pada baris -3 dan -5 merupakan kata konkret karna dapat menguatkan imaji pembaca dngan alat indra pergerakan bagaimana gerakan saat menunduk dan menghapus air mata.

d. Majas atau gaya bahasa

Majas atau gaya bahasa yang terdapat pada teks 7 di atas adalah gaya bahasa

repetisi atau pengulangan yang terdapat pada kata ‘berru’ (putri) pada baris 1, 3, -4, -6 dan -7 dan ‘mengapus eluh’ (mengapus air mata) pada baris -3 dan -4 yang dituangkan untuk memperjelas makna yang ingin disampaikan oleh pengarang.

e. Rima

Rima yang digunakan pada teks 7 di atas adalah srima akhir atau sajak “abcd”.

Pada teks 7 di atas digunakan rima onomatope pada vokal e pada baris -3, -4 dan -6. Kemudian penulis menemukan rima pada vokal u pada baris -7, yang merupakan bunyi yang berat menekan, menyeramkan dan mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut cachophony.

Teks 8. Tagan Dera ; ….Aaah….ulang ko bagidi da nanguda-namberru…. Merurus eluhku….

‘Tagan Dera: ….Aaah….janganlah engkau seperti itu tante-bibi…. Jatuh air mataku…..


(59)

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks 8 di atas keseluruhan kata termasuk pilihan kata denotatif, ini terlihat jelas seperti pada kata‘ulang’ (jangan), ‘bagidi’ (seperti itu), ‘merurus’ (jatuh)dan ‘eluhku’ (air mataku) pada baris -1 dan -2

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks 8 di atasadalahMovementimaji atau pencitraan

gerak, yangterdapat pada kata ‘merurus’ (terjatuh) dan ‘eluhku’ (air mataku) pada baris -2 yang membawa daya bayang pembaca pada suasana yang sedih sehingga harus meneteskan air mata.

c. Kata nyata atau kata konkret

Kata nyata atau kata konkret pada teks 8 di atas terdapat pada kata ‘merurus’ (terjatuh) dan ‘eluhku’ (air mataku) pada baris -2 yang menguatkan imaji pembaca untuk membayangkan melihat dengan mata bagaimana keadaan orang yang menangis.

d. Majas atau gaya bahasa

Pada teks 8 di atas tidak terdapat majas atau gaya bahasa.

e. Rima

Rima yang digunakan pada teks 8 di atas adalah sajak atau rima ahir “a-a”.

Jenis rima yang digunakan adalah rima onomatope yang terdapatpada vokal upada baris 1-2, yang merupakan bunyi yang berat menekan, menyeramkan dan mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut


(60)

Teks 9. Berrumu kin ngo berru ampun-ampun , Ipilih ko kin ngo nemmu kelamu,

Ulang sai ipilih ko kelamu enda nolam kidah berrumu i peldang enda mo Nange….. Teddoh mangan nakan , teddoh mercabing oles ,

Teddoh meramak belagen.

Karina kiteddohken berrumu i peldang si-pitu cundut… Nina…Aaah…tah !

‘Putrimu dulu putri bungsu, Seharusnya kau pilih menantumu,

Jangankan kau pilih menantumu, inilah putrimu di bukit ini ibu……..’ Rindu makan nasi, rindu memakai baju dan selimut,

Rindu beralaskan tikar. ,

Semua dirindukan putrimu di bukit Si Pitu Cundut… Katanya….Aaah….tah!

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata pada teks 9 di atas yang digunakan oleh penngarang keseluruhannya merupakan pilihan kata denotatif. Seperti pada diksi atau pilihan kata ‘teddoh mangan nakan’ (rindu makan nasi), ‘teddoh mercabing oles’ (rindu memakai baju) dan ‘teddoh meramak’ (memakai tikar) pada baris -4 dan -5 merupakan kata denotatif atau makna sebenarnya yang melukiskan penderitaan yang sangat menyedihkan.


(61)

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks 9 di atas adalah imaji atau pencitraan perabaan, yang terdapat pada kata‘pilih’ (pilih) pada baris -2 dan -3 dan pada kata ‘mercabing oles’ (memakai baju) pada baris -5.

Selain itu penulis juga menemukan imaji visual pada kata ‘peldang’ (bukit)’ pada nomor 9 baris -4, kata‘nakan’ (nasi) pada baris -5, dan pada kata ‘belagen’ (tikar) pada baris -5 dan -6.

c. Kata nyata/ kata konkret

Kata nyata atau kata konkret terdapat pada kata‘pilih’ (pilih) pada baris -2 dan -3 yang mencitrakan indra perabaan yang dapat menguatkan daya bayang pembaca bagiamana yang disebut dengan memilih.

Kemudian pada kata‘mercabing oles’ (memakai baju) pada baris -5, pilihan kata tersebut merupakan kata konkret yang dapat menguatkan daya bayang pembaca bagaimana memakai selimut dengan menggerakkan tangan atau indra perabaan, dan pada kata ‘peldang’ (bukit)’ pada nomor 9 baris -4, ‘nakan’ (nasi) pada baris -5, ‘belagen’ (tikar) pada baris -5 dan -6 yang dapat menguatkan imaji pembaca dengan melihat kehidupan yang menyedihkan di sebuah bukit dengan tidak pernah melihat nasi untuk dimakan dan tikar untuk dipakai.

d. Majas atau gaya bahasa

Majas atau gaya bahasa yang digunakan pada teks 9 di atas adalah majasa atau gaya bahasa repetisi, yang terdapat pada kata ‘pilih’ (pilih) pada baris -2 dan -3, kemudian pada kata‘kelamu’ (menantumu) pada baris -2 dan -3, dan pada kata‘teddoh’ (rindu) pada baris -5, -6 dan -7.


(62)

e. Rima

Rima yang digunakan pada teks 9 di atas adalah rima akhir atau sajak “abcd”. Jenis rima yang sigunakan adalah rima onomatope dengan konsonan /n/ pada baris -1, dan -5 yang memberikan efek dengungan (echo), nyanyian, musik dan kadang-kadang bersifat sinis. Konsonan /t/ pada baris -6 merupakan rima onomatope yang digunakan untuk melukiskan gerakan yang pendek.

Rima onomatopepada vocal e pada baris -2 dan u pada baris -2 juga terdapat pada teks 6 di atas yang merupakan bunyi yang berat menekan, menyeramkan dan mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut

cachophony.

Teks 10. Tagan Dera : …… Silot dapet aku da nanguda- namberru , Buah kayu- im mang sikutaruh bamu .

I rumah asa lot nakan, oles, napuren.

Mi rumah… mbiar aku midah sitanging-nging (= biang).

‘Tagan Dera: ……. Yang aku dapatkan tante-bibi, Buah kayu itu juga yang aku antar padamu. Dirumah saja ada pakaian ,nasi, sirih. Ke rumah ….aku takut pada anjing’ a. Diksi atau pilihan kata

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks 10 di atas keseluruhannya termasuk pilihan kata yang bersifat denotatif karna memberikan makna yang


(63)

sebenarnya sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami apa isi dari karya yang dituangkan oleh pengarang.

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks 10 di atas adalah imajigerak, yang terdapat pada kata ‘kutaruh’ (kuantar) pada baris -2, dan pada kata ‘mirumah’ (kerumah) pada baris -4.

Selain itu penulis juga menemukan imaji visual, yang terdapat pada kata ‘buah kayu’ (buah kayu) pada baris -2, kata ‘nakan’ (nasi) , kata‘oles’ (pakaian) dan pada kata ‘napuren’ (sirih) pada baris -3

c. Kata nyata atau kata konkret

Kata nyata atau kata konkret pada teks 10 di atas terdapat pada kata ‘kutaruh’ (kuantar) pada baris -2 yang menguatkan imaji pembaca pada sesuatu gerakan mengantar yang ditujukan pada Si Tagan Dera yang setia mengantarkan buah pada kekasihnya.

Kemudian pada kata ‘mirumah’ (kerumah) pada baris -4 juga merupakan kata konkret yang memunculkan imaji pembaca pada sebuah pergerakan berjalan dengan kaki menuju sebuah tempat .

d. Majas atau gaya bahasa

Pada teks 10 di atas tidak ditemukan majas atau gaya bahasa.

e. Rima

Rima atau sajak yang digunakan pada teks 10 di atas adalah sajak atau rima ahir “abcd”.

Jenis rima yang digunakan adalah rima onomatope, yang terdapat pada vokal u


(64)

mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut

cachophony.Selain itu penulis juga menemukan rima onomatope konsonan /n/ dan /ng/ pada baris -3 dan -4 yang memberikan efek dengungan (echo), nyanyian, musik dan kadang-kadang bersifat sinis, dan konsonan /t/ pada baris -5 yang merupakan rima onomatope yang digunakan untuk melukiskan gerakan yang pendek.

Teks 11. Bakune pernggelluh berrumu i peldang enda ,

Enggo mo sampe naing dom tahun berrumu I peldang enda da nange…… ! Namun silalap buah kayu cibon-ciceggen.

Mertunjang ngaleen buah kayu,

Keppe lalap ngo kidah murung berrumu i peldang enda….nina. Kade maingken mak merung sai lalap mak mercabing.

Kono irumah sendah meddem mercabing ngo nange……! Galang-gumale bekkas pe mbellang ,

Amak belagen,kundul kono sendah mengoge ucang……..

‘Bagaimana kehidupan putrimu di bukit ini,

Sudah hampir penuh tahun putrimu di bukit ini oh ibu….. ! Namun selalu buah kayu malam pagi.

Penuh buah kayu,

Dan putrimu selalu murung dibukit ini….. Bagaimana tidak kurus selalu tak berselimut. Mungkin engkau dirumah tidur berselimut ibu… ! Tiduran dengan tempat yang luas,,


(65)

Dengan tikar, mungkin engkau makan sirih…..’

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks 11 di atas keseluruhannya adalah pilihan kata denotatif karna menyatakan makna yang sebenarnya sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami arti dari teks tersebut. Seperti misalnya pada kata ‘cibon-ciceggen’ (malam pagi) pada baris -3 merupakan kata nyata. Malam pagi akan mencitrakan makna bahwa tidak ada sedikitpun memakan makanan selain makan buah kayu. Pagi, siang, sore dan malam selalu yang ada hanya makan buah kayu.

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks 11 di atas adalah inajivisual, yangterdapat pada kata ‘peldang’ (bukit) pada baris -1, -2 dan -4. kata‘buah kayu’ (buah kayu) pada baris -3 dan -4, kata ‘merung’ (kurus) pada baris -6,kata ‘cibon-ciceggen’ (malam pagi) pada baris -3, kata ‘bekkas pe mbellang’ (tempat yang luas) pada baris -8, kata ‘belagen’ (tikar) pada baris -9 dan pada kata‘napuren’ (sirih) pada baris -9.

Selain itu penulis juga menemukan imaji gerak, yangterdapat pada kata ‘kundul (duduk)’ pada baris -9.

c. Kata nyata atau kata konkret

Kata nyata atau kata konkret yang digunakan pada teks 11 di atas terdapat pada kata ‘peldang’ (bukit) pada baris -1, -2 dan -4 yang menguatkan imaji pembaca yang benar-benar melihat suasana sebuah bukit yang sepi.

Penulis juga menemukan kata nyata pada beberapa kata yaitu pada kata ‘buah kayu’ (buah kayu) pada baris -3 dan -4, kata‘merung’ (kurus) pada baris -6, kata


(66)

yang luas) pada baris -8, kata ‘belagen’ (tikar) pada baris -9 dan pada kata ‘napuren’ (sirih) pada baris -9 yang semakin menguatkan imaji pembaca pada suasana kesepian dan kesedihan di sebuah bukit di tengah hutan sehingga pembaca dapat membayangkan langsung melihat Nan Tampuk Emas kurus karna hanya memakan buah kayu siang malam. Pada kata ‘Cibon ciceggen’ (malam pagi) pada baris -3 juga merupakan kata nyata. Malam pagi akan mencitrakan makna bahwa tidak ada sedikitpun memakan makanan selain makan buah kayu. Pagi, siang, sore dan malam selalu yang ada hanya makan buah kayu.

d. Majas atau gaya bahasa

Majas atau gaya bahasa yang digunakan pada teks 11 di atas adalah majas

repetisi, yangterdapat pada kata ‘berrumu’ (putrimu) pada baris -1 dan -2, kata ‘peldang’ (bukit) pada baris -1, -2 dan -5, kata‘buah kayu’ (buah kayu) pada baris -3 dan -4, kata ‘kono’ (engkau) pada baris -7 dan -9 dan pada kata‘sendah’ (mungkin) pada baris -7 dan -9..

e. Rima

Rima yang digunakan pada teks 11 di atas adalah sajak atau rima ahir “abcd”. Jenis rima yang digunakan adalah rima onomatope, yang terdapatpada vokal u pada baris -4 dan vocal e pada baris -2 dan -7, yang merupakan bunyi yang berat menekan, menyeramkan dan mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut cachophony.Selain itu penulis juga menemukan rima onomatope

konsonan /n/ pada baris -3 dan konsonan /ng/ pada baris -6, -8 dan -9 yang memberikan efek dengungan (echo), nyanyian, musik dan kadang-kadang bersifat sinis.


(67)

Teks 12.Tagan Dera : ….Aaah…tah ! aku bagi kessa mo nanguda-namberru, Pokokna ulang ko mendelles.

Kum pangan ndai dahko, dapet aku ing kutaruh kata si Tagan Dera. Manusia kin pe muat ko,

Si lot dapetsa kes Sa ibreken.

Aku silot dapet aku buah kayu ngo

Idike nai pe kukabari ngo nanguda-namberru. Enggo ibettoh ko kesayangenku.

Kademo dapet aku selain …………buah kayu,…….

‘Tagan Dera: ….….Aaah…tah ! aku jika begininya tante-bibi, Yang penting janganlah kamu bunuh diri.

Kalau makanannya, apa yang aku dapat itu juga yang aku beri Manusiapun ya begitulah,

Yang didapatlah, Yang diberikan

Aku yang kudapat hanya buah kayu Darimana pun kucarinya tante-bibi. Engkau sudah tahu kesayanganku.

Apalah yang kudapat selain buah kayu……. ‘

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks 12 di atas keseluruhannya merupakan pilihan kata yang termasuk kedalam pilihan kata denotatif seperti


(68)

misalnya, diksi atau pilihan kata pada kata ‘mendelles’ (bunuh diri) pada baris 2, kata ‘kutaruh’ (kuantar) pada baris -3, kata ‘ibreken’(diberikan) pada baris -5, dan pada kata ‘ibettoh’ (diketahui) pada baris -8, yang merupakan kata denotatif yang mnyatakan makna sebenarnya sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami apa maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya.

Diksi dari pilihan kata ‘nanguda-namberru’ (tante-bibi) pada baris -1 dan -8 juga merupakan pilihan kata denotatif yang berarti tutur kata panggilan masyarakat pada waktu jaman dahulu kepada seorang wanita yang belum menikah.

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang terdapat pada teks 12 di atas adalah pencitraan gerak (movement

imaji) pada kalimat ‘ulang ko mendelles’ (janganlah kamu bunuh diri) pada baris -2, dan pada kata‘kutaruh’ (kuantar) pada baris -3.

Selain itu penulis juga menemukan imaji visual, yang terdapat pada kata ‘buah kayu’ (buah kayu) pada baris -7 dan -10.

c. Kata nyata atau kata konkret

Kata nyata atau kata konkret yang digunakan pada teks 12 di atas terdapat pada kata ‘ulang ko mendelles’ (janganlah kamu bunuh diri) pada baris -2 yang menguatkan imaji pembaca pada seseorang yang bergerak pada suatu tempat untuk mengakhiri hidupnya, misalnya menceburkan diri ke sungai besar.Kemudian pada kata‘kutaruh’ (kuantar) pada baris -3 menguatkan imaji pembaca pada Si Tagan Dera yang bergerak membawa sesuatu untuk diberikan pada Nan tampuk Emas. Selain itu penulis juga menemukan kata konkret pada kata ‘buah kayu’ (buah kayu) pada baris -7 dan -10 yang dapat menguatkan imaji pembaca pada suatu benda yang dapat dilihat dengan mata yaitu buah kayu.


(1)

Nama : Cimo Br.Bancin Jenis kelamin : Perempuan Umur : 85 Tahun Agama : Islam Pekerjaan : Petani


(2)

(3)

(4)

Foto


(5)

(6)