Alasan Delay pada Patient Delay Kasus TB BTA + di Wilayah Kerja
B. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Usia di
Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Usia merupakan salah satu karakteristik orang yang sangat utama, dimana akan ada perbedaan kerentanan maupun perbedaan pengalaman
terhadap penyakit TB pada usia yang berbeda, sehingga akan terlihat variasi distribusi patient delay berdasarkan usia yang berbeda pula. Penelitian di
Etiopia, menemukan bahwa pasien dengan usia 55 tahun 2,2 kali berisiko delay
dibandingkan dengan usia 15-34 Yimer, 2014. Sedangkan di Indonesia pengelompokan usia untuk penyakit TB khususnya untuk
pelayanan kesehatan yang telah menggunakan strategi DOTS terbagi menjadi kelompok usia 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun dan 54
tahun. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, hampir setengah dari
patient delay 41,2 merupakan kelompok usia 35-44 tahun, dilanjutkan
dengan kelompok usia 25-34 tahun sebesar 29,4. Pada penelitian serupa yang dilakukan di Yogyakarta menunjukkan hasil yang sama bahwa pada
kelompok 25-34 tahun lebih berisiko dibandingkan dengan kelompok usia lainnya Ahmad,dkk, 2011. Hal ini dapat terjadi karena proporsi terbesar
kasus TB BTA + di Kelurahan Kampung Tengah, Kelurahan Batu Ampar dan Kelurahan Balekambang berada pada kedua kelompok usia tersebut yaitu
kelompok usia 25-34 tahun dan kelompok usia 35-44 tahun masing-masing 23,1.
Kelompok usia 35-44 tahun merupakan kelompok usia produktif. TB paru umumnya mengenai usia produktif yaitu pada rentang umur 15-45
tahun. Penularan penyakit pada usia produktif sangat berbahaya karena
seseorang yang berada pada kelompok usia tersebut memiliki mobilitas yang tinggi, frekuensi interaksi dengan orang lain lebih banyak dibandingkan
dengan kelompok usia non produktif, sehingga sangat memungkinkan terjadi penularan ke orang lain di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka Syafefi,
dkk, 2015. Saat ini yang perlu mendapat perhatian bukan hanya kelompok usia
produktif yang mengalami gejala batuk selama 2-3 minggu. Mengingat bahwa di Kecamatan Kramat Jati merupakan wilayah yang berisiko tinggi
terhadap TB dikarenakan prevalensi TB yang tinggi, sehingga wilayah tersebut merupakan wilayah yang dapat dijadikan sebagai sumber penularan
TB. Dengan demikian, tentu saja semua pendudukmasyarakat khususnya kelompok usia produktif di Kecamatan Kramat Jati merupakan masyarakat
risiko tinggi terhadap TB. Oleh karena itu, diharapkan masyarakat sudah waspada jika dirinya mengalami batuk, meskipun tidak selama 2 minggu.
Dengan demikian, sebaiknya dalam melakukan kegiatan promosi kesehatan terkait tentang TB, tenaga kesehatan dari Puskesmas ataupun kader
TB lebih memprioritaskan kepada kelompok usia produktif. Kegiatan promosi yang dilakukan adalah menyampaikan kepada masyarakat untuk
lebih waspada terhadap TB jika mengalami batuk, meskipun tidak selama 2-3 minggu. Jika mengalami batuk, perlu waspada dan segera memeriksakan diri
ke Puskesmas, tidak harus menunggu hingga 2-3 minggu bahkan hingga 1 bulan atau lebih untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Kegiatan
promosi ini dapat dilakukan melalui kegiatan Posyandu, Jumantik, arisan, pengajian, forum lainnya ataupun promosi secara non formal melalui mulut
ke mulut. Kemudian, ketika terdapat masyarakat yang memeriksakan diri ke Puskesmas dengan keluhan batuk, meskipun kurang dari 2 minggu, maka
sebaiknya dokter menganjurkan masyarakat tersebut untuk melakukan pemeriksaan dahak sewaktu-pagi sewaktu sebagai masyarakat risiko tinggi
bukan sebagai suspek. Selain melalui promosi kesehatan dari tenaga kesehatan dan
pelayanan kesehatan di Puskesmas untuk penegakan diagnosis, bagi masyarakat perlu memanfaatkan karakternya sebagai kelompok masyarakat
yang memiliki mobilitas dan interaksi sosial yang tinggi untuk meningkatkan kepedulian dengan lebih aktif dalam mencari informasi yang benar terkait
TB, baik melalui media, tenaga kesehatan, kader TB ataupun dengan temankeluarganya. Oleh karena itu, melalui kegiatan tersebut diharapkan
dapat meningkatkan pemahaman mengenai TB secara menyeluruh dan benar agar menurunkan angka patient delay dan juga kasus TB pada umumnya.
C. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Jenis
Kelamin di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku sakit. Perilaku sakit merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang
yang merasa bahwa dirinya sakit, mendefinisikan sehat dan sakitnya serta aktivitas yang dilakukan seseorang yang sakit tersebut agar sakit yang
dideritanya segera sembuh Larsen, 2015. Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar patient delay
70,6 adalah laki-laki dan 29,4 adalah perempuan. Hal ini dicurigai karena laki-laki lebih sibuk dibandingkan perempuan, mereka dianggap
sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga sehingga memiliki waktu