Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Jenis
kesehatan lebih penting dibandingkan dengan pekerjaan, jika sehat maka dapat kembali bekerja seperti sedia kala. Namun, jika kesehatan terganggu
dan datang ke Puskesmas dengan kondisi yang sudah parah, justru mengganggu aktivitas sehari-hari dan tidak dapat bekerja seperti sedia kala.
Selain itu, perlu diberikan pemahaman bahwa dirinya berisiko karena perilaku merokok dan juga berada pada wilayah yang berisiko tinggi terhadap
TB. E.
Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Status Ekonomi di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun
2014 Penelitian ini menemukan bahwa hampir semua 70,6 patient delay
memiliki status ekonomi kaya. Hasil penelitian sebelumnya, menemukan hal yang sama dimana lebih besar proporsi patient delay pada status ekonomi
kaya dibandingkan dengan status ekonomi miskin. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki status ekonomi kaya lebih menunda pencarian pengobatan
dibandingkan dengan yang status ekonomi miskin. Orang dengan ekonomi miskin merasa dirinya lebih berisiko dan butuh perawatan lebih awal,
sehingga mereka segera memeriksakan diri ke Puskesmas di bandingkan dengan status ekonomi kaya Ahmad, dkk, 2011.
Namun, menurut patient delay, status ekonomi tidak menjadi alasan mereka terlambat memeriksakan diri ke Puskesmas karena mereka sudah
terdaftar sebagai peserta BPJS sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk diagnosis dan pengobatan TB. Hanya sebesar 23,5 patient
delay menunda memeriksakan diri ke Puskesmas karena faktor ekonomi.
Mereka khawatir akan menghabiskan banyak biaya untuk pengobatan,
sehingga mereka memilih untuk menunda, padahal sebenarnya tidak membutuhkan biaya apapun untuk pengobatan TB. Hal ini terjadi karena
mereka tidak mengetahui bahwa pengobatan TB sudah difasilitasi oleh pemerintah.
Menurut BPS, status ekonomi masyarakat ditentukan dengan garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah besarnya pengeluaran seseorang per
kapita per bulan dalam satuan rupiah untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan bukan makanan untuk tetap berada pada kehidupan
yang layak. Kebutuhan dasar makanan seperti padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, bahan
minuman, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman siap saji, tembakau dan sirih serta konsumsi lainnya. Sedangkan kebutuhan dasar bukan makanan
diantaranya perumahan dan fasilitas rumah tangga, barang dan jasa, pakaian, barang tahan lama, kesehatan, pajak dan asuransi serta keperluan pesta dan
rumah tangga BPS, 2014. Status ekonomi dinyatakan dalam kategori miskin dan kaya, status
ekonomi miskin jika seseorang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Sedangkan, status ekonomi kaya adalah
jika seseorang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di atas garis kemiskinan. Garis kemiskinan pada September 2014 di Indonesia
sebesar Rp 326.853. Sedangkan, di Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 459.560 BPS, 2014; BPS, 2015. Jika penentuan status ekonomi untuk berada pada
kehidupan yang layak mengacu pada garis kemiskinan tersebut tentu saja sangat tidak relevan jika dikaitkan dengan kondisi ekonomi saat ini. Saat ini,
semua kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan meningkat. Tentu saja, status ekonomi tidak menjadi masalah baik pada kategori miskin maupun
kaya dikarenakan pada status ekonomi kayapun sebenarnya tidak cukup, artinya masih sangat banyak pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk
kebutuhan dasar makanan maupun bukan makanan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar patient
delay memiliki status ekonomi kaya, namun faktor ekonomi ini tidak menjadi
masalah bagi patient delay karena tidak ada biaya yang perlu dikeluarkan oleh pasien TB dan mereka sudah terdaftar sebagai peserta BPJS, hanya saja
beberapa patient delay belum mengetahui bahwa biaya pengobatan TB sudah difasilitasi oleh pemerintah. Selain itu, standar status ekonomi yang
digunakan oleh BPS tidak relevan dengan kondisi ekonomi saat ini. Oleh karena itu, diperlukan sosialisasi oleh petugas kesehatan dari Puskesmas yang
lebih menyeluruh mengenai BPJS dan juga tidak adanya biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien untuk pengobatan TB serta evaluasi standar status
ekonomi yang digunakan di Indonesia.
F. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Jenjang
Pendidikan di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Jenjang pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku sakit, khususnya dalam pencarian pengobatan.
Seseorang yang memiliki jenjang pendidikan rendah bahkan tidak sekolah lebih sedikit memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi mengenai
TB dibandingkan dengan seseorang yang memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi Makwakwa, 2014.