Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Dukungan

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa selain terbatasnya jumlah kader TB, tidak adanya dukungan kader TB kepada patient delay dikarenakan belum semua masyarakat mengenal adanya kader TB dan kegiatan promosi kesehatan berupa edukasi di masyarakat belum menjadi perhatian atau di priotitaskan karena lebih mengutamakan penemuan suspek. Artinya masyarakat yang sudah mengalami gejala lebih diperhatikan tanpa memperhatikan masyarakat umum yang juga berpotensi tertular TB. Dengan demikian, diperlukan perubahan fokus promosi kesehatan oleh kader TB dengan melakukan edukasi tentang TB kepada masyarakat secara umum tidak hanya berfokus pada masyarakat yang sudah menjadi suspek TB. Selain itu, diperlukan target yang dibuat oleh PKPU dan juga Puskesmas kepada kader TB untuk menjangkau ke seluruh masyarakat umum agar mereka mengenal adanya kader TB di wilayahnya, sehingga masyarakat mendapatkan informasi mengenai TB lebih dini untuk mengurangi angka patient delay . Kader TB merupakan anggota masyarakat yang bekerja dalam membantu Program Pengendalian TB. Dalam menjalankan perannya, kader TB dibina oleh salah satu organisasi masyarakat yang bergerak dalam bidang sosial, yaitu Pos Keadilan Peduli Umat PKPU. Beberapa peran kader TB yang berkaitan dengan patient delay adalah memberikan informasi tentang TB kepada individu atau masyarakat, penemuan suspek dan mengantarkan suspek ke pelayanan kesehatan. Tentunya ketiga peran tersebut merupakan bentuk dukungan kader TB kepada suspek TB di masyarakat dalam pencarian pengobatan. Peran kader TB akan berjalan dengan baik, bermanfaat dan membuahkan outcome yang baik pula, jika terdapat interaksi atau kerja sama antara kader TB dan juga masyarakat, masyarakat seharusnya mengenal kader TB di wilayahnya begitu juga dengan kader TB harus mengenal semua masyarakat di wilayah kerjanya. Namun, karena keterbatasan jumlah kader tidak semua masyarakat mengenal kader TB setempat saat sebelum didiagnosis TB begitu juga sebaliknya dan juga orientasi pencegahan dengan promosi kesehatan masih kurang, melainkan lebih mengutamakan penemuan suspek. Meskipun adanya keterbatasan jumah kader TB, namun peran kader TB khususnya dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tetap dapat dilakukan secara menyeluruh di seluruh wilayah kerjanya. Menurut kader TB, mekanisme yang sebaiknya dilakukan adalah dengan cara melibatkan orang lain untuk menyampaikan informasi melalui mulut-ke mulut. Sayangnya, masyarakat tidak terbiasa menyampaikan informasi dari mulut ke mulut mengenai TB jika memang tidak dibutuhkan dan kader TB belum mempunyai target untuk memastikan bahwa informasi tersebut dapat disebarkan kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya. Berikut kutipan wawancara patient delay yang mengatakan bahwa mereka belum terbiasa menyampaikan informasi dari mulut ke mulut mengenai TB jika memang tidak dibutuhkan: SM : “saya sih klo ada yang nanya aja, klo misalkan ada tetangga yang sakit, gejala begini begini, oh mungkin gejala TB. Yang saya kasih tau dari yang pernah dialami sama yang dikasih tau dokter. Yang pernah nanya temen sama keluarga saya.” JR :”Klo saya gak pernah ngomongin gitu-gituan mba. Klo ada tetangga yang cerita gejala batuk, saya gak jelasin mungkin itu batuk TB, saya suruh aja ke puskesmas biar dokternya aja yang jelasin ER :”Klo sekarang iya. Klo dulu gak pernah. Ee gak, klo ada yang cerita aja mba, klo ada yang nanya aja saya baru jelasin” Sedangkan, berikut ini kutipan wawancara kader TB yang mengungkapan bahwa mereka belum memiliki target dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat agar informasi yang disampaikan dapat sampai dan menyeluruh ke seluruh masyarakat di wilayah kerjanya. YA: ”ee.. kita percaya aja yaa sama mereka. Kita gak bosen2 ngasih tau klo batuk cepet periksa. Ya ngasih tau, kita sampaikan ke mereka tolong sampaikan ke tetangga kita, saudara kita, misalkan ada tetangga yang kena kan bisa tertular jadi biar lebih waspada. Harusnya ada target tapi kayaknya belum bisa soalnya terbatas jumlah kader TB.” YT: ”belum nemu caranya gimana, kayaknya urusan masing- masing deh” Target dalam kegiatan promosi kesehatan sangat dibutuhkan agar kegiatan promosi tersebut berhasil dilakukan. Penetapan target dilakukan saat menyusun perencanaan promosi kesehatan tersebut termasuk perencanaan sasaran, waktu, tempat, tenaga, sarana dan prasarana, pengawasan, penilaian dan juga instrumen yang dibutuhkan untuk penilaian kegiatan tersebut Depkes, 2006. Dengan demikian, jika kader TB bersedia untuk memberikan edukasi atau promosi kesehatan mengenai TB melalui mulut ke mulut sebaiknya perlu disiapkan terlebih dahulu target yang harus dicapai agar informasi yang disampaikan benar-benar sampai ke seluruh masyarakat di wilayah kerjanya. Target yang akan digunakan dalam melakukan promosi kesehatan mengenai TB di masyarakat sebaiknya dibuat oleh PKPU sebagai organisasi yang membina kader TB di masyarakat, Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan yang berorientasi lebih kepada pencegahan dan merupakan wilayah kerja dari Puskesmas dan juga kader TB yang akan melakukan kegiatan tersebut langsung di lapangan. Hal ini agar target yang dibuat tidak hanya dilakukan oleh satu pihak saja melainkan mendapat dukungan dari semua pihak ataupun bahkan hanya sebuah target tetapi tidak dilaksanakan. Dalam menjalankannya, diperlukan peran serta kader kesehatan lainnya di wilayah tersebut, tokoh masyarakat dan juga masyarakat itu sendiri. Target tersebut dapat dibuat berdasarkan jumlah Kepala Keluarga, kader TB dan kader kesehatan lainnya yang dapat membantu dalam promosi kesehatan di Kelurahan Tengah, Kelurahan Batu Ampar dan Kelurahan Balekambang. Dengan demikian, diharapkan target yang dibuat sesuai dengan SDM yang tersedia dan juga dapat menjangkau ke seluruh Kepala Keluarga di wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu. Selain tidak ada target, kader TB di wilayah kerja PKC Kramat Jati belum memiliki Standard Operating Procedure SOP dalam menjalankan perannya, sehingga pemahaman masyarakat tentang TB dan jumlah suspek yang ditemukan di setiap RW akan berbeda. SOP merupakan salah satu jenis standar berupa pernyataan mengenai cara yang seharusnya dilakukan dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Dengan adanya SOP, diharapkan dapat meminimalisir variasi atau perbedaan cara yang digunakan oleh setiap kader dalam memberikan edukasi tentang TB, penemuan suspek dan juga mengantarkan suspek ke Puskesmas. Meskipun terjadinya perbedaan adalah suatu hal yang alami, namun dengan SOP dapat menjaga perbedaan tersebut dalam batas yang dikendalikan dan tidak berbeda dengan output yang diharapkan Assaf, 2009. SOP yang dapat diterapkan di wilayah kerja PKC Kramat Jati seperti yang terlampir. SOP yang terlampir setiap tahapnya memiliki tujuan sesuai dengan kondisi di masyarakat berdasarkan temuan dari penelitian ini. Kegiatan yang dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan kegiatan jumantik dikarenakan untuk efisiensi waktu sekaligus memanfaatkan SDM, jika hanya dilakukan oleh kader TB saja, maka akan sulit untuk menjangkau ke seluruh masyarakat di wilayahnya. Bukti berupa tanda tangan oleh perwakilan KK bertujuan untuk memastikan bahwa semua KK telah dikunjungi dan mendapatkan edukasi. Selain itu, media promosi berupa stiker digunakan agar masyarakat dapat membaca kembali info tersebut dan terpapar setiap harinya agar pengetahuan tentang TB melakat pada masyarakat tersebut. Semua konten yang tertulis pada stiker tersebut merupakan informasi penting dan sederhana yang harus diketahui oleh masyarakat. Kemudian kontak dan peran kader TB pada stiker tersebut merupakan salah satu cara untuk mengenalkan kader TB di masyarakat. Di samping itu, ART disarankan untuk menyebarluaskan informasi yang didapatkan agar lebih bermanfaat kepada orang lain dan juga meningkatkan pemahaman masyarakat secara luas dan juga sebagai bentuk peran serta masyarakat dalam menurunkan angka patient delay , agar lebih peduli kepada masyarakat disekelilingnya. Keterlibatan masyarakat dalam menyebarluaskan informasi mengenai TB sangat dibutuhkan dan dirasa efektif. Hal ini disebabkan masyarakat sebagai ahli, tidak ada ahli tentang masyarakat yang lebih ahli dibandingkan dengan masyarakat itu sendiri. Mereka memahami kebiasaan, adat, pengetahuan, sikap, kelompok sosial dan juga tempat tinggal secara geografis Edberg, 2010. Dengan demikian, diharapkan informasi tersebut dapat dengan mudah diterima dan juga sampai kepada seluruh masyarakat di wilayahnya agar dapat menurunkan patient delay. Dengan demikian, diharapkan target dan SOP dapat dibuat dan diaplikasikan dengan baik serta berkelanjutan hingga target dapat tercapai. Sehingga, diharapkan kader TB dapat dikenal dan memiliki peran yang besar dalam menurunkan angka patient delay. K. Lama Delay pada Patient delay Kasus TB BTA + di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 Lama delay pada penelitian ini menunjukkan karakteristik patient delay menurut waktu. Secara epidemiologi, semakin lama delay maka semakin besar risiko penularan kepada orang yang kontak dengan patient delay tersebut. Menurut WHO 2015, penderita TB dapat menginfeksi 10-15 orang lain selama setahun melalui kontak dengan penderita. Sedangkan, orang yang terinfeksi bakteri TB memiliki risiko 10 akan menderita TB selama hidupnya. Namun, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah seperti orang dengan HIV, malnutrisi, diabetes ataupun orang yang mengkonsumsi tembakau tentunya memiliki risiko lebih besar dari 10 menderita TB dibandingkan dengan orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Dengan demikian, jika suspek TB tidak segera memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan untuk segera mendapatkan pengobatan, maka tentu saja semakin banyak orang di sekitarnya yang akan terinfeksi bakteri TB akibat kontak langsung dengan patient delay tersebut. Ternyata hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata lama delay pada patient delay kasus TB BTA + di wilayah kerja PKC Kramat Jati tahun 2014 selama 1,59 bulan dan sebesar 29,4 patient delay melebihi rata- rata delay tersebut. Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, yang menemukan bahwa rata-rata lama delay di Indonesia selama 30 hari 1 bulan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rata-rata lama delay pada kasus TB BTA + di wilayah kerja PKC Kramat Jati tahun 2014 melebihi rata-rata lama delay di Indonesia. Selain itu, berbeda pula dengan negara lain yang menemukan bahwa rata-rata lama delay di Pakistan selama 10 hari, 69 hari di Somalia dan 161 hari di Tanzania Rintiswati, 2009; WHO, 2006. Di samping itu, ditemukan bahwa 59 patient delay tersebut memiliki kontak dengan penderita TB baik kontak serumah ataupun di wilayah tempat tinggalnya. Artinya memang benar bahwa penyakit TB ini adalah penyakit menular melalui kontak dengan penderita. Meskipun tidak dapat diketahui yang menularkan apakah patient delay ataupun penderita TB di sekitar patient delay tersebut karena keterbatasan dari penelitian ini. Hal ini dapat menjadi perhatian bahwa sangat penting pemeriksaan diri ke pelayananan kesehatan sesegera mungkin saat mengalami gejala-gejala TB agar tidak lebih banyak menularkan ke orang lain di sekitar kita mengingat wilayah Kecamatan Kramat Jati merupakan wilayah yang berisiko tinggi terhadap TB. Oleh karena itu, bagi masyarakat perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan sesegera mungkin saat mengalami gejala TB tanpa harus menunggu 2 minggu agar dapat mengurangi risiko penularan dengan orang di sekitarnya. Untuk itu, diperlukan edukasi mengenai TB oleh petugas kesehatan dari Puskesmas dan juga kader TB kepada masyarakat pada umumnya. L. Alasan delay pada patient delay kasus TB BTA + di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014. Patient delay pada kasus TB BTA + di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014 pada akhirnya memeriksakan diri ke Puskesmas dan menjalani pengobatan. Namun alasan mereka menunda mencari pengobatan dikarenakan batuk yang dialaminya adalah batuk biasa, mereka menganggap remeh batuk tersebut. Sehingga membuat mereka tidak bermasalah dan tidak perlu mencari pengobatan. Sama halnya dengan hasil penelitian di Brazil dan Bangladesh yang menggunakan desain studi cross sectional, menemukan bahwa patient delay tidak segera memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan dikarenakan mereka berpikir bahwa gejala batuk yang dirasakannya adalah batuk biasa dan dianggap wajar, mereka tidak menganggap bahwa gejala batuk yang dialaminya adalah gejala yang serius dan perlu di waspadai. Selain itu mereka berpikir batuk tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan Almeida, dkk, 2015; Karim, dkk, 2007. Namun demikian, mereka pada akhirnya tetap memeriksakan diri ke Puskesmas. Berdasarkan temuan di lapangan, ditemukan bahwa faktor yang akhirnya mendorong patient delay memeriksakan dirinya ke Puskesmas adalah gejala yang dialaminya semakin parah sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari mereka. Menurut Larsen 2015 mengemukakan bahwa 4 peran sakit adalah merasa dirinya dikucilkan oleh kelompok sosial, seseorang tersebut tidak bertanggung jawab dengan kondisinya, adanya kewajiban untuk sembuh dan mencari pengobatan. Dengan demikian, meskipun mereka merasa batuk biasa tidak bertanggung jawab dengan kondisinya mereka tetap merasa wajib untuk sembuh dan mencari pengobatan. Oleh karena itu, agar tetap waspada dan tidak terlambat dalam memeriksakan diri ke Puskesmas perlu kesadaran dan pemahaman mengenai gejala TB oleh masyaraka dan juga peran petugas kesehatan dari Puskesmas dan juga kader TB untuk menyebarluaskan informasi mengenai TB di masyarakat. Selain itu juga diperlukan pemahaman akibat yang ditimbulkan jika menunda pencarian pengobatan karena pada akhirnya tetap akan mencari pengobatan karena merasa dibutuhkan dan wajib. Salah satu penyebab perilaku sakit adalah faktor psikologis yang terdapat pada diri seseorang yang sakit, seperti rasa takut dan malu untuk menceritakan penyakitnya kepada orang lain, sehingga mereka cenderung menyembunyikan penyakitnya. Terbukti pada penelitian ini yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan informasi onset saat dilakukan anamnesis oleh dokter dengan informasi yang dikumpulkan langsung oleh peneliti. Meskipun demikian, peneliti lebih percaya dengan informasi yang didapatkan saat pengumpulan data langsung oleh peneliti karena adanya rasa takut dan malu pada patient delay saat dilakukan anamnesis oleh dokter. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat faktor psikologis yang mempengaruhi kejadian patient delay pada kasus TB BTA + di wilayah kerja PKC Kramat Jati. Faktor psikologis yang terdapat pada patient delay adalah rasa malu ataupun takut menceritakan informasi onset batuknya kepada orang lain termasuk dokter. Sehingga, saat itu mereka memiliki lama

Dokumen yang terkait

Karakteristik Anak dan Ibu, Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2014

4 89 208

Pengaruh Karakteristik Ibu Hamil Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Antenatal K4 di Kelurahan Tg. Jati Wilayah Kerja Puskesmas Sambi Rejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun 2004

1 23 74

Hubungan Karakteristik Individu, Sanitasi Lingkungan Rumah dan Perilaku terhadap Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

2 70 160

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014. 2014

0 10 86

Analisis Kinerja Posyandu Dalam Pelaksanaan Pembinaan Gizi Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat Tahun 2014

7 49 159

Pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur

1 13 61

Karakteristik dan Alasan Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014

1 7 191

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014. 2014

1 8 86

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kelelahan Kerja pada Pembuat Tahu di Wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2014

7 40 196

B. Karakteristik Balita - Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

0 0 27