Karakteristik dan Alasan Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014

(1)

KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh: Faizatul Islamiyah

1111101000141

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015


(2)

(3)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

Skripsi, 13 Agustus 2015

Nama: Faizatul Islamiyah, NIM: 1111101000141

Karakteristik dan Alasan Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014

xiv + 122 halaman, 3 grafik, 16 tabel, 10 bagan, 1 gambar, 8 lampiran ABSTRAK

Patient delay di Puskesmas Kecamatan (PKC) Kramat Jati menempati peringkat ketiga terbesar (54,54%) se-Jakarta Timur. Kelurahan Kampung Tengah, Batu Ampar dan Balekambang merupakan 3 wilayah kerja PKC Kramat Jati yang memiliki proporsi TB BTA (+) terbesar pada tahun tersebut. Secara umum, tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik dan alasan patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus dengan pendekatan

mixed methods pada 17 patient delay.

Penelitian ini menemukan bahwa 41,2% patient delay tersebar pada kelompok usia 35-44 tahun, 70,6% berjenis kelamin laki-laki, 47,1% bekerja sebagai wiraswasta, 70,6% memiliki status ekonomi kaya, 47,1% memiliki jenjang pendidikan dasar. Selain itu, ditemukan bahwa 100% patient delay

berpengetahuan rendah tentang TB, 64,7% memiliki riwayat merokok, 100% berjarak <5 km dari tempat tinggal ke Puskesmas, 100% tidak mendapat dukungan kader dalam pencarian pengobatan serta rata-rata lama delay selama 2,53 bulan. Di samping itu, diketahui bahwa alasan delay patient delay karena mereka merasa batuk yang dialaminya merupakan batuk biasa yang akan sembuh dengan sendirinya.

Dengan demikian, untuk menurunkan angka patient delay dan juga mengurangi penyebaran menularnya TB BTA (+) dapat dilakukan kerjasama antara pmerintah, petugas kesehatan, kader TB, tokoh masyarakat dan juga masyarakat itu sendiri. Sehingga, informasi yang diberikan dapat tersampaikan ke semua masyarakat di wilayah kerja kader TB untuk segera mememeriksakan diri ke Puskesmas saat mengalami gejala batuk selama 2-3 minggu.

Kata Kunci: Patient Delay, TB BTA (+) Daftar Bacaan: 74 (2000-2015)


(4)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH

EPIDEMIOLOGY CONCENTRATION Undergraduate Thesis, 13rd August 2015

Name: Faizatul Islamiyah, ID Number: 1111101000141

Characteristics and Reason of Patient Delay in Case of TB Smear (+) at The Coverage Area of Kramat Jati Community Health Center, East Jakarta 2014 xiv + 122 pages, 3 graphics, 16 tables, 10 schemes, 1 pictures, 8 attachments

ABSTRACT

Patient delay in Kramat Jati community health center was the third-highest (54.54%) in East Jakarta at 2014. Kampung Tengah, Batu Ampar and Balekambang are the three coverage area of Kramat Jati community health center which have the largest proportion of TB smear (+) at the time. The purpose of this study is to determine the characteristics and reason of patient delay in TB smear (+) cases in the coverage area of Kramat Jati community health center, East Jakarta at 2014. This study uses a case study design with mixed methods approach on 17 patient delay.

This study found that 41.2% of patients are 35-44 years old, 70.6% are male, 47.1% work as self-employed, 70.6% have a rich economic status, 47.1% have a basic education. In other hand found that 100% patient delay have lack of knowledge about TB, 64.7% have a history of smoking, 100% has <5 km from residance to community health center, 100% was not supported by TB cadre in seeking medication and average length of delay was 2,53 months.In addition, it is known that the reason for the delay patient delay because they feel taht cough is a common cough that will go away by itself.

Thus, to reduce the number of patient delay, the cooperation between the parties (government, health workers, TB cadres, community leaders and the community itself) is needed to disseminate information to the public about TB. So that people get more aware of TB and will seek a medication to the community health center when experiencing symptoms of cough for 2-3 weeks.

Keywords: Patient Delay, TB Smear (+) References: 74 (2000-2015)


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Faizatul Islamiyah Tempat tanggal

lahir

: Banyuwangi, 6 Januari 1993 Jenis Kealamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Suku : Jawa

No. Telp : 085781237226

Alamat email : faizatul.islamiyah@yahoo.com

Alamat : Gang Saad No.56 Rt 004/02 Kelurahan Tengah Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur

Hobi : Berorganisasi

Kemampuan : Public speaking, pengoperasian komputer, bahasa Arab dan bahasa Inggris

Nama Orang Tua : Ayah: Lasiman

Ibu : Siti Mahmudah Pekerjaan Orang

Tua

: Ayah: Pedagang

Ibu : Ibu Rumah tangga

RIWAYAT PENDIDIKAN Taman

Kanak-Kanak

: TK Khodijah (1997-1999)

Sekolah Dasar : SDN Tengah 02 (1999-2005) Sekolah Menengah

Pertama

: SMP Manbaul Ulum PP. Asshiddiqiyah Jakarta

(2005-2008) Madrasah Aliyah : MA Manbaul Ulum PP.

Asshiddiqiyah Jakarta

(2008-2011) Perguruan Tinggi : Peminatan Epidemiologi Program

Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(6)

(7)

(8)

KATA PENGANTAR

ةتاكربو ه ةمحرو كي ع اسلا

Alhamdulillaahi robbil „aalamiin, segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Shalawat beriringkan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang senantiasa memberikan rahmat hingga akhir zaman. Skripsi ini berjudul “Karakteristik dan Alasan Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan dukungan dari semua pihak, baik berupa doa, perhatian, arahan, waktu, tenaga maupun biaya, sehingga penulis dapat terus menimba ilmu, mencari pengalaman dan juga dapat mengabdikan diri kepada masyarakat hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik dan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang terkait. Dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orang tua, Bapak H. Ahmad Nurrudin dan Ibu Hj. Siti Mahmudah

2. Adik, Ahmad Nur Zamzami, Nadzif Aulia Rohmah dan Natasa Liwa‟un Nabilah

3. Keluarga besar Alm. H. Miseri dan H. Koserin 4. Yuda Agus Pratama dan keluarga


(9)

5. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes

6. Ka. Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D

7. Penanggungjawab Peminatan Epidemiologi sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi, Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes

8. Dosen pembimbing skripsi, Ibu Ir. Febrianti, M.Si 9. Dosen Peminatan Epidemiologi, Ibu Hoirun Nisa, Ph.D 10. Dosen mata kuliah GIS, Bapak Fajar Nugraha

11. Petugas Program Pengendalian TB PKC Kramat Jati, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar dan PKL Balekambang

12. Petugas Rekam Medis PKC Kramat Jati, PKC Jatinegara, PKC Makasar, PKC Cipayung, PKC Pasar Rebo, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar dan PKL Balekambang

13. Keluarga besar Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta 14. Alumni SDN Tengah 02

15. Keluarga besar CSS MoRA UIN Jakarta

16. Sahabat seperjuangan Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta 17. Keluarga besar Epidemiology Student Association UIN Jakarta 18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan baik pada isi maupun penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Terima kasih.


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRAK ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... v

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Pertanyaan Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 10

1. Tujuan Umum ... 10

2. Tujuan Khusus ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 12

1. Bagi Peneliti Lain ... 12

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta . 12 3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 13

4. Bagi PKC Kramat Jati, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar dan PKL ... Balekambang ... 13

5. Bagi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur ... 13

6. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ... 14

7. Bagi Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) ... 14

8. Bagi Masyarakat ... 14

F. Ruang Lingkup ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Definisi TB ... 16

B. Klasifikasi TB ... 16

1. Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh (Anatomical Site) yang Terkena ... 18


(11)

3. Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya ... 20

4. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit ... 21

C. Diagnosis TB Paru ... 21

D. Gejala TB Paru ... 22

E. Cara Penularan ... 23

F. Patogenesis TB Paru ... 26

G. Keterlambatan (Delay) ... 27

H. Epidemiologi Deskriptif ... 28

1. Karakteristik Orang ... 29

2. Karakteristik Tempat... 37

3. Karakteristik Waktu ... 39

I. Kerangka Teori ... 39

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 42

A. Kerangka Konsep ... 42

B. Definisi Operasional dan Definisi Istilah ... 46

BAB IV METODE PENELITIAN ... 51

A. Desain Penelitian ... 51

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52

C. Alur Penelitian ... 53

D. Populasi, Sampel dan Informan Penelitian ... 53

E. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 56

1. Sumber Data ... 56

2. Cara Pengumpulan Data... 56

3. Instrumen Pengumpulan Data ... 57

F. Pengolahan Data ... 58

1. Kuantitatif ... 58

2. Kualitatif ... 60

G. Triangulasi Data ... 61

H. Analisa Data ... 62

1. Kuantitatif ... 62

2. Kualitatif ... 62

BAB V HASIL PENELITIAN ... 63

A. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Usia di Wilayah ... Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 63


(12)

B. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Kelamin di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 64 C. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Pekerjaan di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 64 D. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Status Ekonomi di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 65 E. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenjang Pendidikan . di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 66 F. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 66 G. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 67 H. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jarak Tempat ... Tinggal Patient Delay dengan Puskesmas di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati ... Jakarta Timur Tahun 2014 ... 68 I. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Dukungan Kader TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 69 J. Lama Delay pada Patient Delay Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC ... Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 69 K. Alasan Delay pada Patient Delay Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC... Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 70 BAB VI PEMBAHASAN ... 72 A. Keterbatasan Penelitian ... 72 B. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Usia di Wilayah ... Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 73 C. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Kelamin di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 75 D. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Status Pekerjaan di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 77 E. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Status Ekonomi di .... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 78 F. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenjang Pendidikan .. di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 80 G. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Tentang TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 82 H. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 88


(13)

I. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jarak Tempat ... Tinggal Patient Delay dengan Puskesmas di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati ...

Jakarta Timur Tahun 2014 ... 89

J. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Dukungan Kader TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 91

K. Lama Delay pada Patient delay Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC ... Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 99

L. Alasan delay pada patient delay kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014. ... 101

M. Karakteristik Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di WIlayah Kerja PKC ... Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 105

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 110

A. Simpulan ... 110

B. Saran ... 112

1. Bagi Peneliti Lain ... 112

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 112 3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 112

4. Bagi PKC Kramat Jati, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar dan PKL ... Balekambang ... 113

5. Bagi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur ... 113

6. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ... 114

7. Bagi Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) ... 114

8. Bagi Masyarakat ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 116


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 46

Tabel 3.2 Definisi Istilah ... 50

Tabel 4.1 Kriteria Informan Penelitian ... 55

Tabel 4.2 Triangulasi Sumber ... 61

Tabel 5.1 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Usia di ... Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 64

Tabel 5.2 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014... 64

Tabel 5.3 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Status Ekonomi di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 65

Tabel 5.4 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 66

Tabel 5.5 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 67

Tabel 5.6 Jumlah Batang Rokok yang dihisap oleh Patient Delay pada Kasus TB BTA+ di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 68

Tabel 5.7 Lama Merokok Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 68

Tabel 5.8 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jarak Tempat Tinggal Patient Delay dengan Puskesmas di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 68

Tabel 5.9 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Dukungan Kader TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 69

Tabel 5.10 Rata-Rata Lama Delay pada Patient Delay Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 70

Tabel 5.11 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 70


(15)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenis

Pekerjaan di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 65

Grafik 5.2 Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) Berdasarkan Jenjang Pendidikan di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 66

Grafik 5.3 Sebaran Patient Delay Berdasarkan Alasan Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014 ... 71

DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Tahap Penularan TB ... 17

Bagan 2.2 Rantai Penularan TB ... 25

Bagan 2.3 Delay pada Penyakit TB ... 28

Bagan 2.4 Kerangka Teori ... 40

Bagan 2.5 Kerangka Teori ... 41

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ... 42

Bagan 3.2 Kerangka Pikir ... 45

Bagan 4.1 Alur Penelitian ... 53

Bagan 4.2 Alur Pengambilan Sampel ... 54

Bagan 6.1 Karakteristik Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di WIlayah Kerja PKC Kramat Jati Tahun 2014 ... 105

DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Peta Wilayah Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur... 52


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) paru merupakan masalah kesehatan secara global dan merupakan salah satu pembunuh berbahaya di dunia. Di dunia pada tahun 2012, angka kematian akibat TB paru mencapai 15,1% dan lebih dari 95% kematian tersebut terjadi di negara berkembang (WHO, 2013, WHO, 2014a). Indonesia merupakan negara berkembang dengan pasien TB terbanyak ke-5 di dunia setelah India, Cina, Nigeria dan Pakistan pada tahun 2013 (WHO, 2014b). Selain itu, pada tahun 2013 prevalensi TB paru di Indonesia sebesar 0,4% (Kemenkes, 2014).

Prevalensi TB paru di Provinsi DKI Jakarta (0,6%) pada tahun 2013 menempati urutan ke-3 tertinggi di Indonesia setelah Jawa Barat dan Papua dengan angka kematian sebesar 2 per 100.000 penduduk (Kemenkes, 2013). Pada tahun 2012, prevalensi TB paru yang menempati urutan ke-3 tertinggi di DKI Jakarta adalah Jakarta Timur (0,24%) setelah Jakarta Pusat dan Kepulauan Seribu. Berdasarkan capaian indikator Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur tahun 2014, capaian target penemuan kasus baru TB paru BTA (+) (Case Detection Rate) di Jakarta Timur sudah baik karena telah mencapai target nasional, yaitu 95% (target nasional=70%).


(17)

Puskesmas Kecamatan (PKC) Kramat Jati merupakan salah satu PKC di Jakarta Timur yang telah menerapkan strategi Directly Observed Treatment, Short Course (DOTS). Fokus utama strategi ini adalah penemuan kasus dan penyembuhannya. Penemuan kasus dan penyembuhannya menurut strategi ini merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. Selain itu, bank dunia menyatakan bahwa strategi ini merupakan strategi yang secara ekonomis sangat efektif (cost effective) karena setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program pengendalian TB akan menghemat sebesar US $55 selama 20 tahun (Kemenkes, 2014).

Meskipun telah menerapkan strategi DOTS yang terbukti efektif dalam pengendalian TB tersebut, namun prevalensi TB pada tahun 2014 masih sangat besar karena melebihi 100 per 100.000 penduduk, yaitu 144 per 100.000 penduduk. Angka tersebut menunjukkan bahwa Kecamatan Kramat Jati merupakan wilayah berisiko tinggi terhadap penyakit TB (WHO, 2013). Selain itu, indikator CDR di wilayah tersebut belum mencapai target nasional, yaitu 67,80%. Belum tercapainya indikator ini salah satunya disebabkan karena akses masyarakat ke pelayanan kesehatan masih kurang, termasuk keterlambatan pencarian pengobatan ke pelayanan kesehatan.

Keterlambatan dalam pencarian pengobatan ke Puskesmas karena gejala batuk yang dialaminya selama ≥1 bulan (patient delay), mengakibatkan terlambat pula mendapatkan diagnosis dan pengobatan TB (Rintiswati, 2009). Kondisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya banyak


(18)

masyarakat berisiko TB BTA (+) di wilayah tersebut yang belum mendapatkan diagnosis TB dibandingkan dengan yang sudah mendapatkan diagnosis TB, sehingga capaian indikator CDR di wilayah tersebut belum mencapai target nasional.

Patient delay merupakan penyebab diagnosis delay (Chang, 2007). Selain itu, patient delay dapat menjadi penyebab health system delay dan juga total delay. Patient delay merupakan awal terjadinya delay, dimana jika terjadi patient delay maka akan berdampak pada diagnosis delay, treatment delay, health system delay dan tentunya total delay. Di Uganda,

patient delay dapat berkontribusi 50% total delay, sedangkan di Yaman berkontribusi 90% total delay. Total delay yaitu interval waktu dari munculnya gejala hingga diberikan terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) (WHO, 2006; Sendagire, 2010).

Dampak yang akan didapatkan ketika fenomena patient delay ini tidak segera ditangani adalah akan semakin banyak orang yang tertular TB dari orang yang kemungkinan besar jika diperiksa dan mendapatkan diagnosis benar bahwa orang tersebut TB BTA (+). Hal ini disebabkan karena diperkirakan pasien TB BTA (+) yang tidak segera diobati dapat menularkan rata-rata lebih dari 10 orang setiap tahunnya (Farah, 2006). Selain itu, dapat meningkatkan keparahan dan mortalitas serta dapat memperburuk situasi ekonomi pasien dan keluarga pasien (Sendagire, 2010).

Setelah dilakukan telaah rekam medis ataupun register Practical Aproach to Lung Health (PAL).01 di PKC se Jakarta Timur, menunjukkan


(19)

bahwa proporsi patient delay di wilayah kerja PKC Kramat Jati (54,54%) menempati urutan ketiga terbesar setelah PKC Cakung (82,6%) dan PKC Duren Sawit (80,95%). Fenomena besarnya patient delay ini menunjukkan adanya "fenomena gunung es" dimana masih banyak suspek TB di wilayah kerja PKC Kramat Jati yang belum ditemukan untuk segera dilakukan diagnosis lebih lanjut dan tentunya tidak segera pula mendapatkan pengobatan.

Kecamatan Kramat Jati memiliki 7 wilayah kerja, yaitu Kelurahan Cawang, Kelurahan Cililitan, Kelurahan Kramat Jati, Kelurahan Dukuh, Kelurahan Kampung Tengah, Kelurahan Batu Ampar dan Kelurahan Balekambang. Dari 7 wilayah tersebut, Kelurahan Kampung Tengah, Kelurahan Batu Ampar dan Kelurahan Balekambang merupakan 3 wilayah kerja yang memiliki proporsi TB BTA (+) baru terbesar di Kecamatan Kramat Jati pada tahun 2014. Selain itu, angka patient delay di tiga wilayah tersebut lebih besar dibandingkan dengan empat wilayah kerja lainnya, yaitu 35,29% di Kelurahan Kampung Tengah, 23,33% di Kelurahan Batu Ampar dan 17,39% di Kelurahan Balekambang.

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi patient delay adalah faktor usia, jenis kelamin, status pekerjaan, status ekonomi, jenjang pendidikan, tingkat pengetahuan tentang TB, status merokok, jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan dan dukungan kader TB. Di Etiopia, pasien dengan usia > 55 tahun 2,2 kali berisiko delay dibandingkan dengan usia 15-34 tahun (Yimer, 2014). Penelitian di Yaman, menemukan bahwa laki-laki 2,03 kali berisiko delay


(20)

dibandingkan perempuan (WHO, 2006). Hal yang sama ditemukan di Uganda bahwa laki-laki berisiko 1,61 kali delay dibandingkan perempuan (Buregyeye, 2014). Namun, di India laki-laki menurunkan risiko 0,42 kali dibandingkan dengan perempuan (Konda, 2014). Baik laki-laki atau perempuan yang tidak bekerja 2,2 kali berisiko menjadi patient delay

dibandingkan dengan yang bekerja.

Hasil meta analisis, menemukan bahwa jenjang pendidikan rendah 2,14 kali dapat meningkatkan risiko patient delay (Li, 2013). Jenjang pendidikan mempengaruhi kesempatan dalam mengakses informasi kesehatan, termasuk informasi tentang TB. Sehingga, semakin rendah pendidikan semakin sedikit kesempatan untuk mengakses informasi tentang TB. Dengan demikian, seseorang tersebut tidak segera datang ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan gejala pada dirinya karena ketidaktahuan tentang informasi TB.

Pasien yang mengetahui bahwa TB dapat diobati 0,36 kali dapat menurunkan risiko patient delay (Sendagire, 2010). Di samping itu, pasien yang memiliki pengetahuan baik mengenai TB 0,45 kali dapat menurunkan risiko patient delay (Konda, 2014). Namun, dapat terjadi kondisi yang bertentangan, dimana seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang TB justru menunda memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan karena tahu bahwa gejala TB adalah batuk selama 2-3 minggu ataupun karena malu jika orang lain mengetahui bahwa dirinya menderita TB.


(21)

Perilaku merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

delay. Hal ini terjadi karena seseorang yang memiliki kebiasaan merokok sudah terbiasa batuk yang disebabkan perilaku merokoknya. Sehingga, saat mengalami gejala batuk lebih dari 2-3 minggu, patient delay mengira bahwa gejala batuk yang di alaminya adalah batuk biasa karena perilaku merokonya. Hasil penelitian sebelumnya, menemukan bahwa seseorang yang merokok 2,5 kali berisiko delay dibandingkan dengan yang tidak merokok (Tarimo, 2012). Begitu juga di India, merokok 1,9 kali dapat meningkatkan patient delay (Mor, 2013). Selain itu, di Nepal, merokok > 5 kali per hari dapat meningkatkan 2,4 kali delay dibandingkan dengan yang tidak merokok (Rajeswari, 2002).

Kader TB merupakan salah satu masyarakat peduli TB yang memiliki peran untuk menemukan suspek di masyarakat, memberikan informasi tentang TB dan mengantarkan suspek TB memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan (Aisyiyah, 2015). Sehingga, keberadaan kader TB dan dukungan kader TB kepada suspek TB untuk segera memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan menjadi penting untuk menurunkan angka

patient delay.

Selain beberapa faktor di atas, perlu diketahui alasan yang melatarbelakangi patient delay terlambat dalam memeriksakan diri ke Puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menemukan bahwa beberapa alasan yang melatarbelakangi patient delay adalah merasa batuk biasa, akan sembuh dengan sendirinya; tidak dapat mengakses fasilitas kesehatan; sibuk; tidak tahu kemana harus memeriksakan diri; tidak mau


(22)

pergi ke fasilitas kesehatan, tidak ingin orang lain mengetahui bahwa dirinya TB; jauh dari fasilitas kesehatan; takut mendapatkan diagnosis; takut terisolasi dari lingkungan sosial; masalah ekonomi; perilaku petugas kesehatan yang tidak baik serta kualitas pelayanan yang tidak baik (Schneider, dkk, 2010, WHO, 2006).

Penelitian mengenai patient delay di Indonesia sampai saat ini baru dilakukan di 2 provinsi, yaitu Provinsi DI Yogyakarta dan Bandung. Sedangkan di DKI Jakarta belum pernah dilakukan penelitian serupa, apalagi di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana karakteristik dan alasan patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

Kecamatan Kramat Jati merupakan wilayah berisiko tinggi terhadap TB dikarenakan prevalensi TB di Kramat Jati tahun 2014 sebesar 144 per 100.000 penduduk. Selain itu, indikator CDR di wilayah tersebut belum mencapai target nasional karena akses masyarakat ke pelayanan kesehatan masih kurang, termasuk keterlambatan pencarian pengobatan ke pelayanan kesehatan (patient delay).

Berdasarkan hasil telaah rekam medis, menunjukkan bahwa terdapat 54,54% patient delay di PKC Kramat Jati Tahun 2014 dan menempati peringkat ke tiga terbesar setelah PKC Cakung dan PKC Duren Sawit. Tiga wilayah kerja PKC Kramat Jati yang memiliki proporsi patient


(23)

delay terbesar pada tahun 2014 adalah Kelurahan Kampung Tengah, Kelurahan Batu Ampar dan Kelurahan Balekambang. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan di 3 wilayah kerja tersebut.

Tingginya angka patient delay di wilayah tersebut artinya tinggi pula penderita TB yang seharusnya sudah mendapatkan pengobatan, tetapi belum memeriksakan gejala ke Puskesmas. Pada kondisi ini pula artinya akan semakin banyak orang berisiko tertular bakteri TB dari patient delay

yang ternyata TB BTA (+). Faktor yang dapat meningkatkan risiko patient delay adalah faktor usia, jenis kelamin, status pekerjaan, status ekonomi, jenjang pendidikan, tingkat pengetahuan tentang TB, perilaku merokok, jarak tempat tinggal patient delay dengan Puskesmas serta dukungan kader TB.

Penelitian terkait dengan patient delay belum pernah dilakukan di wilayah tersebut. Oleh karena itu, penelitian terkait dengan karakteristik dan alasan patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014 sangat penting dan perlu dilakuakn sebagai dasar pembuatan rekomendasi dalam menyelesaikan masalah tersebut khususnya di wilayah kerja PKC Kramat Jati.

C. Pertanyaan Penelitian 1. Kuantitatif

a. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan usia di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?


(24)

b. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

c. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jenis pekerjaan di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

d. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan status ekonomi di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

e. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jenjang pendidikan di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

f. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan tingkat pengetahuan tentang TB di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

g. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan perilaku merokok di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

h. Bagaimana Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jarak tempat tinggal patient delay dengan puskesmas di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

i. Bagaimana sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan dukungan kader TB di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?


(25)

j. Berapa lama delay pada patient delay kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

2. Kualitatif

Apa alasan delay pada patient delay kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

a. Kuantitatif

Tujuan umum pendekatan kuantitatif pada penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

b. Kualitatif

Tujuan umum pendekatan kualitatif pada penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

2. Tujuan Khusus a. Kuantitatif

Tujuan khusus pada pendekatan kuantitatif ini adalah untuk mengetahui:

1) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan usia di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.


(26)

2) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

3) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jenis pekerjaan di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

4) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan status ekonomi di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

5) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jenjang pendidikan di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

6) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan tingkat pengetahuan tentang TB di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

7) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan perilaku merokok di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

8) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan jarak tempat tinggal patient delay dengan puskesmas di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

9) Sebaran patient delay pada kasus TB BTA (+) berdasarkan dukungan kader TB di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.


(27)

10) Lama delay pada patient delay kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

b. Kualitatif

Alasan delay pada patient delay kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014.

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk melanjutkan penelitian lain terkait patient delay dengan epidemiologi analitik. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya terkait dengan diagnosis delay, health system delay, treatment delay ataupun total delay.

2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan literatur perpustakaan terkait dengan karakteristik dan alasan patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014 yang belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Selain itu, hasil penelitian ini dapat pula dijadikan sebagai referensi tempat pemberdayaan masyarakat oleh Program Studi Kesehatan Masyarakat.


(28)

3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan bahwa di masyarakat sangat dibutuhkan kerjasama antar petugas kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan baik berupa preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Oleh karena itu, diharapkan dalam kegiatan perkuliahan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dapat menerapkan kerjasama lintas profesi kesehatan sebagai bekal bagi mahasiswa dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di masyarakat di kemudian hari. 4. Bagi PKC Kramat Jati, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar

dan PKL Balekambang

Bagi PKC Kramat Jati, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar dan PKL Balekambang, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi terkait dengan kualitas data rekam medis. Selain itu, untuk bagian Program Pengendalian TB di 4 puskesmas tersebut dapat dilakukan evaluasi terkait dengan penemuan kasus dan promosi kesehatan kepada masyarakat tentang pentingnya segera memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan saat mengalami gejala TB.

5. Bagi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan masukan dalam manajemen Program Pengendalian TB baik pada perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program.


(29)

6. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Bagi Kementerian Kesehatan RI diharapkan dapat melakukan evaluasi Program Pengendalian TB khususnya pada orientasi strategi DOTS yang masih fokus pada pendekatan kuratif.

7. Bagi Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi pelaksanaan pembinaan kader TB di masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian TB khususnya pada edukasi perorangan atau masyarakat, penemuan suspek, mengantarkan suspek ke pelayanan kesehatan serta pencatatan dan pelaporan. Dengan demikian, diharapkan peran kader TB dalam menurunkan angka patient delay

dapat meningkat di wilayah kerja PKC Kramat Jati. 8. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat terkait dengan karakteristik dan alasan patient delay pada kasus TB BTA (+). Dengan demikian, masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan, memperbaiki persepsi yang salah tentang TB ataupun kesadaran untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan lebih dini ketika sudah mengalami gejala batuk selama 2-3 minggu. Selain itu, masyarakat dapat menyebarkan informasi yang di dapat kepada masyarakat lain, sehingga diharapkan dapat menurunkan angka patient delay di wilayah kerja PKC Kramat Jati.


(30)

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif dengan desain studi kasus melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mixed methods). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan alasan patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai bulan Juli 2015.

Responden pada penelitian ini adalah 17 patient delay tahun 2014 di wilayah kerja PKC Kramat Jati, sedangkan 9 di antaranya merupakan informan penelitian ditambah dengan 9 informan pendukung lainnya yang berasal dari kader TB, petugas TB, dokter dan juga petugas PKPU. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari TB 03, TB 01 dan rekam medis/register PAL, sedangkan data primer berasal dari wawancara terstruktur, plotting dan wawancara mendalam. Selain itu, analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis spasial


(31)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi TB

TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri dari orang ke orang lain melalui droplet orang yang terinfeksi TB (WHO, 2014a; Kemenkes 2011). Penyebab penyakit ini adalah bakteri

Mycobacterium tuberculosis (the tubercle bacillus) yang memiliki hubungan spesies terdekat dengan Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti, Mycobacterium caprae, Mycobacterium pinnipedii, Mycobacterium canetti dan Mycobacterium mungi (Enarson, 2003; CDC, 2014). Sebagian besar bakteri tersebut menyerang paru yang biasa disebut TB paru, tetapi dapat menyerang organ tubuh lainnya yang disebut TB ekstra paru, seperti tulang belakang, ginjal dan otak (CDC, 2009; CDC 2012).

B. Klasifikasi TB

TB dibedakan menjadi penyakit TB/aktif TB dan infeksi laten TB. Klasifikasi ini dikarenakan tidak setiap orang yang terinfeksi bakteri TB menjadi sakit TB. Penyakit TB terjadi ketika bakteri TB aktif (berkembang biak) di dalam tubuh yang tidak dapat dikendalikan oleh sistem imun, sehingga orang dengan imunitas rendah lebih berisiko tinggi dibandingkan dengan sistem imunitas normal. Orang dengan kondisi ini diklasifikasikan


(32)

sebagai sakit TB/aktif TB, dapat menimbulkan gejala dan dapat menularkan bakteri kepada orang lain (CDC, 2012; Curry, 2007).

Sedangkan, infeksi laten TB terjadi pada kondisi yang sebaliknya dengan orang yang sakit TB/aktif TB, yaitu ketika bakteri TB yang ada di dalam tubuh tidak mengakibatkan sakit dan tidak menimbulkan gejala tetapi dapat menularkan kepada orang lain. Sembilan dari sepuluh orang dengan sistem imun yang normal tidak akan berubah menjadi kondisi sakit. Namun, dapat berubah menjadi sakit tergantung dengan pola hidup. Berikut ini orang dengan infeksi laten TB yang berisiko menjadi sakit, yaitu orang yang terinfeksi HIV dan penyakit lain dengan gangguan sistem imun, orang yang terinfeksi bakteri TB dua tahun sebelumnya, anak berusia <4 tahun dan orang yang mempunyai riwayat TB yang tidak diobati atau pengobatan tidak lengkap (CDC, 2012; Curry, 2007). Secara visual tahap penularan TB baik pada sakit TB/TB aktif maupun infeksi TB laten dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Bagan 2.1 Tahap Penularan TB


(33)

Berdasarkan bagan di atas, dapat diketahui bahwa 95% kuman TB di udara menimbulkan TB laten. Meskipun demikian, namun TB laten tidak dapat menularkan ke lingkungan. TB laten akan berubah menjadi aktif TB sebesar 5 %, tetapi bagi pendeita HIV sangat besar risiko menjadi aktif TB, yaitu sebesar 50%. Bagi penderita TB (aktif TB) jika mendapatkan pengobatan yang tepat, maka kemungkinan 95% dapat disembuhkan, 5% relaps (kambuh) dan 50% meninggal (Koul, dkk, 2011).

Selain klasifikasi tersebut, terdapat empat klasifikasi TB lainnya, yaitu (Kemenkes, 2009; Kemenkes, 2011):

1. Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh (Anatomical Site) yang Terkena

Organ tubuh yang terkena TB, terbagi menjadi TB paru dan TB ektra paru:

a. TB paru. TB paru adalah kondisi dimana bakteri Mycobacterium tuberculosis menyerang jaringan parenkim paru, tidak termasuk bagian pleura dan kelenjar pada hilus (Kemenkes, 2011).

b. TB ekstra paru. Klasifikasi ini merupakan kondisi dimana bakteri TB menyerang organ tubuh selain organ paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang belakang, persendian, kulit, usus, ginjal, alat kelamin dan organ tubuh lainnya selain organ paru (CDC, 2009; Kemenkes, 2009).

2. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Pemeriksaan dahak mikroskopis dilakukan untuk penegakan diagnosis yang dikumpulkan sebanyak tiga spesimen dahak dalam dua hari kunjungan pada Sewaktu (suspek TB datang pertama kali ke


(34)

pelayanan kesehatan), Pagi (dahak dikumpulkan oleh suspek TB saat di rumah pada hari ke dua pagi hari tepat setelah bangun tidur), Sewaktu (dahak dikumpulkan saat pengumpulan dahak pagi di pelayanan kesehatan). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, TB dibedakan menjadi (Kemenkes, 2011):

a. TB Paru BTA (+)

1) Dua dari tiga hasil pemeriksaan spesimen dahak yang diperiksa Sewaktu-Pagi-Sewaktu menunjukkan bahwa hasil BTA (+). 2) Satu spesimen dahak yang dilakukan pada

Sewaktu-Pagi-Sewaktu hasilnya menunjukkan BTA (+) dan hasil foto toraks dada menunjukkan gambaran TB.

3) Satu spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu hasilnya menunjukkan BTA (+) dan biakan kuman TB (+).

4) Satu atau lebih spesimen dahak menunjukkan hasil (+) setelah tiga spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya menunjukkan BTA (-) dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non Obat Anti TB (OAT).

b. TB Paru BTA (-)

TB paru BTA (-) merupakan kasus yang tidak memenuhi kriteria pada TB paru BTA (+). Kriteria diagnostik TB paru BTA (-) meliputi:

1) Hasil tiga spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu menunjukkan BTA (-).


(35)

2) Hasil foto toraks menunjukkan abnormal.

3) Bagi pasien dengan HIV (-), tidak ada perubahan setelah pemberian antibiotika non OAT

3. Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya terdiri dari kasus baru, kasus yang sebelumnya pernah diobati, kasus pindahan dan kasus lain, seperti penjelasan di bawah ini (Kemenkes, 2009):

a. Kasus Baru. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati sebelumnya dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 4 minggu. Pada tipe ini tidak membedakan hasil pemeriksaan BTA.

b. Kasus yang Sebelumnya Diobati, teridiri dari:

1) Kasus Kambuh. Kasus kambuh adalah pasien TB yang pernah mendapat pengobatan sebelumnya dan telah dinyatakan sembuh oleh petugas kesehatan atau telah melakukan pengobatan lengkap kemudian dilakukan didiagnosis kembali dan hasilnya BTA (+).

2) Kasus Setelah Putus Berobat (Default). Kasus default adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat (tidak menyelesaikan pengobatan) selama 2 bulan atau lebih dengan klasifikasi BTA (+).

3) Kasus Setelah Gagal (Failure). Kasus setelah gagal adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap (+) atau kembali


(36)

menjadi (+) setelah sebelumnya sudah (-) pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

4) Kasus Pindahan (Transfer In). Kasus pindahan adalah pasien yang dipindahkan ke register lain (pelayanan kesehatan dengan register TB lain) untuk melanjutkan pengobatannya.

5) Kasus Lain. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan kasus diatas, seperti tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya, kembali diobati dengan BTA (-)serta kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

4. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan dikategorikan dengan berat dan ringan yang dilihat dari hasil foto toraks, yaitu berat jika gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas dan atau keadaan umum pasien buruk. Sedangkan kondisi ringan adalah kondisi yang sebaliknya, dimana hasil foto toraks menggambarkan kerusakan paru yang sempit (Kemenkes, 2009).

C. Diagnosis TB Paru

Penegakkan diagnosis TB paru dilakukan dengan (Kemenkes, 2011):

1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu


(37)

2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya bakteri TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi

overdiagnosis.

D. Gejala TB Paru

Masa inkubasi TB, yaitu mulai masuknya bakteri TB sampai timbul gejala atau reaksi tes TB (+) sekitar 2-10 minggu (Chin, 2012). Gejala yang biasa timbul pada penderita TB paru adalah batuk yang berlangsung selama tiga minggu atau lebih, batuk dengan disertai darah atau lendir, nyeri dada, kesulitan bernapas, menggigil, demam, kelemahan atau kelelahan, penurunan berat badan, nafsu makan menurun, dan berkeringat berlebihan tanpa aktivitas terutama di malam hari (WHO, 2014a; Vyas, 2013; CDC, 2012). Bagi seseorang yang memiliki infeksi TB laten tidak akan merasa sakit, tidak memiliki gejala dan tidak dapat menularkan kepada orang lain (CDC, 2012).


(38)

E. Cara Penularan

Sumber penularan TB paru adalah pasien TB/aktif TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis menunjukkan BTA (+) (Kemenkes, 2011). Namun, dapat juga bersumber dari infeksi TB laten. Hal ini terjadi dikarenakan sangat besar kemungkinan di dalam tubuh seseorang yang infeksi TB laten terdapat BTA positif, hanya saja belum mendapatkan diagnosis, sehingga pada infeksi TB laten justru lebih berisiko tinggi menularkan kepada orang lain.

Penyakit ini menular melalui udara dari satu orang ke orang lain yang berasal dari percikan dahak (droplet nuclei) penderita TB paru BTA (+)/infeksi TB laten yang batuk, bersin, meludah berbicara atau bernyanyi, sehingga orang lain menghirup bakteri TB dan mengakibatkan orang lain tersebut tertular penyakit ini (CDC, 2012; Kemenkes, 2011; WHO, 2014a). Namun, seseorang dengan BTA positif tidak dapat menularkan ke orang lain melalui berjabat tangan, berbagi makanan atau minuman, menyentuh seprai atau toilet, menggunakan sikat gigi bersama-sama ataupun bergantian pakaian (CDC, 2012).

Seseorang dengan BTA (+) setiap kali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak, sedangkan seseorang yang menghirup bakteri TB meskipun dalam jumlah sedikit, bakteri tersebut dapat menginfeksi orang yang menghirupnya tersebut (Kemenkes, 2011; WHO, 2014a). Dengan demikian, semua orang berisiko tinggi menjadi sakit TB. Apalagi didukung dengan kondisi di Kecamatan Kramat Jati yang merupakan


(39)

wilayah berisiko tinggi karena prevalensi TB pada tahun 2014 melebihi 100 per 100.000 penduduk, yaitu sebesar 144 per 100.000 penduduk.

Secara teoritis, seorang penderita TB tetap menular sepanjang ditemukan basil TB di dalam sputum penderita. Penderita yang tidak diobati atau yang diobati tidak sempurna akan tetap mengandung kuman TB selama bertahun-tahun (Chin, 2012). Tingkat penularan sangat tergantung pada hal-hal sebagai berikut:

1. Jumlah kuman TB yang dikeluarkan 2. Virulensi kuman TB

3. Terpajannya kuman TB dengan sinar ultra violet

4. Terjadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada saat bernyanyi

Mycobacterium tuberculosis merupakan agent penyebab TB yang terdapat pada reservoir, yaitu pasien TB/aktif TB. Kemudian keluar melalui paru-paru menularkan dan masuk ke dalam paru-paru orang lain dengan cara droplet pada seseorang yang tidak memiliki kekebalan terhadap TB ataupun biasa disebut dengan kelompok berisiko (susceptible host) termasuk kelompok/penduduk Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. Dengan demikian, untuk menurunkan prevalensi TB di wilayah tersebut perlu memutus rantai penularan baik pada susceptible host ataupun pada reservoir. Secara visual, rantai penularan TB dapat dilihat pada bagan di bawah ini:


(40)

Bagan 2.2 Rantai Penularan TB

Pemutusan rantai penularan pada susceptible host dan juga reservoir dapat dilakukan dengan cara sesegera mungkin memeriksakan diri ke Puskesmas ataupun pelayanan kesehatan ketika mengalami batuk selama 2-3 minggu baik disertai maupun tidak disertai gejala tambahan lainnya (keringat di mlaam hari tanpa aktivitas, BB menurun, nafsu makan berkurang, nyeri dada ataupun batuk disertai darah). Tidak terlambat memeriksakan diri ke Puskesmas ataupun pelayanan kesehatan lainnya sangat bermanfaat karena akan segera mendapatkan pemastian diagnosis bahwa dirinya positif ataupun tidak menderita TB. Dengan demikian, jika memang benar postif TB, maka segera diobati agar tidak menularkan kepada orang lain (susceptible host) dan tidak menunggu kondisi tubuh semakin parah.


(41)

Pemutusan rantai penularan pada kelompok rentan TB (susceptible host) dapat dilakukan dengan cara lebih cepat tanggap untuk segera memeriksakan diri ke Puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya ketika mengalami gejala batuk tanpa harus menunggu gejala batuk selama 2-3 minggu. Hal ini dikarenakan pada kelompok rentan ini sudah terpapar bakteri TB dari penderita TB ataupun infeksi TB laten. Sehingga sangat besar kemungkinan batuk yang dialaminya meskipun belum mencapai 2-3 minggu adalah gejala TB. Selain itu, tentunya bakteri TB pada kelompok rentan ini sudah mengalami masa inkubasi selama 2-10 minggu.

Dengan demikian, jika pemutusan rantai penularan TB dilakukan pada reservoir dan juga susceptible host sangat besar peluang untuk menurunkan prevalensi TB di wilayah Kramat Jati Jakarta Timur. Pemutusan rantai penularan ini sangat dibutuhkan kerjasama semua pihak baik dari masyarakat sendiri, tokoh masyarakat, petugas kesehatan termasuk dokter yang melakukan diagnosis maupun pemerintah.

F. Patogenesis TB Paru

TB paru disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosis. Organisme ini merupakan basil tahan asam, aerob dan tidak dapat membentuk spora. Infeksi TB terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuklei yang mengandung basil tuberkel tersebut dan dapat mencapai alveoli paru-paru. Kemudian basil tuberkel tersebut tertelan oleh makrofag alveolar, namun terdapat sebagian basil yang hancur dan terhambat. Beberapa basil lainnya dapat berkembang biak intraseluler dan dilepaskan ketika makrofag


(42)

mati. Jika basil tersebut hidup, dapat menyebar melalui saluran limfatik atau melalui aliran darah ke jaringan yang lebih jauh dan beberapa organ selain paru-paru, seperti kelenjar getah bening, apeks paru-paru, ginjal, otak dan tulang (BMJ, 2013). Basil tersebut dapat hidup di tempat yang gelap dan dingin dalam waktu yang lama. Namun, tidak dapat bertahan hidup (mati) bila terkena sinar matahari, panas, pasteurisasi, mendidih dan sinar ultra violet (Melake,dkk, 2012).

G. Keterlambatan (Delay)

Keterlambatan (delay) pada penyakit TB ini terbagi menjadi lima keterlambatan (WHO, 2006), yaitu:

1. Keterlambatan pasien (patient delay) adalah interval waktu antara onset dan kehadiran pertama kali di pelayanan kesehatan. Rata-rata lama delay

di indonesia adalah 30 hari (1 bulan), sehingga dapat dikatakan patient delay adalah jika jarak antara onset dan kehadiran pertama kali ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan gejala adalah 30 hari (1 bulan)

2. Keterlambatan diagnosis (diagnosis delay) adalah interval waktu antara timbulnya gejala dan diagnosis dokter sebagai penderita TB. Hasil penelitian di Yogyakarta menemukan bahwa lama diagnosis delay

adalah 1 minggu (Ahmad, dkk, 2011).

3. Keterlambatan pengobatan (treatment delay) adalah interval waktu antara diagnosis dan pemberian OAT


(43)

4. Keterlambatan sistem pelayanan kesehatan (health care system delay)

adalah interval waktu antara tanggal kehadiran pertama kali di pelayanan kesehatan dan pemberian OAT pertama kali. Di Iraq, Yaman dan Somalia ditemukan bahwa health care system delay adalah jika interval tersebut mencapai 5-27 hari, di Vietnam 49 hari bahkan di Pakistan mencapai 90 hari.

5. Keterlambatan total (total delay) adalah jumlah diagnosis delay dan

treatment delay. Selain itu, total delay merupakan jumlah dari patient delay dan health care system delay. Hasil penelitian di Yogyakarta menemukan bahwa total delay, jika interval tersebut selama 5 minggu dan 8-12 minggu (Ahmad, dkk, 2011; Mahendradhata, dkk, 2008). Sedangkan, di negara lain 46 hari di Iraq, 57 hari di Mesir, 59 hari di Yaman, 60 hari di India, dan 99 hari di Nepal.

Secara visual, keterlambatan tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini Bagan 2.3

Delay pada Penyakit TB

Diagnostic Delay Treatment Delay

Patient Delay Health System Delay

H. Epidemiologi Deskriptif

Epidemiologi deskriptif merupakan karakteristik distribusi suatu kejadian atau masalah kesehatan yang di tinjau dari tinjauan eidemiologi. Suatu pola kejadian penyakit atau masalah kesehatan terbagi berdasarkan

Tanggal Kehadiran Pertama Kali di Yankes


(44)

karakterisitik orang, tempat dan waktu dan karakteristik tersebut merupakan ciri dari epidemiologi deskriptif (CDC, 2005). Patient delay pada kasus TB BTA (+) merupakan masalah kesehatan yang dapat diketahui pola kejadiannya berdasarkan orang, tempat dan waktu seperti pada penjelasan di bawah:

1. Karakteristik Orang

Karakteristik orang dapat dilihat berdasarkan faktor sosiodemografi, seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan dan sosioekonomi. Pada penelitian ini, faktor yang menjadi karakteristik orang patient delay adalah usia, jenis kelamin, status ekonomi, status pekerjaan, pengetahuan tentang TB, seperti penjelasan di bawah ini: A. Usia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), umur adalah lama waktu hidup seseorang sejak dilahirkan (Kemendikbud, 2008). Sedangkan pada penelitian ini, usia patient delay

didefinisikan sebagai lama waktu hidup seseorang sejak dilahirkan hingga ulang tahun terakhir pada saat datang ke puskesmas pertama kali dengan keluhan batuk dengan satuan tahun. Pembatasan ini digunakan karena peneliti ingin mengetahui karakteristik patient

delay sebelum datang ke pelayanan kesehatan bukan saat penelitian dilakukan.

Usia merupakan salah satu karakteristik orang yang sangat utama, dimana akan adanya perbedaan kerentanan maupun perbedaan pengalaman terhadap penyakit TB pada usia yang


(45)

berbeda, sehingga akan terlihat variasi distribusi patient delay

berdasarkan usia. Penelitian di Etiopia, menemukan bahwa pasien dengan usia > 55 tahun 2,2 kali berisiko delay dibandingkan dengan usia 15-34 (Yimer, 2014). Sedangkan di Indonesia pengelompokan usia untuk penyakit TB khususnya untuk strategi DOTS terbagi menjadi kelompok usia 15-24 tahun, 25-34 tahun, 35-44 tahun, 45-54 tahun dan > 45-54 tahun. Hasil penelitian di Yogyakarta menunjukkan bahwa pada kelompok 25-34 tahun lebih berisiko dibandingkan dengan kelompok usia lainnya (Ahmad,dkk, 2011). B. Jenis kelamin

Menurut KBBI, jenis kelamin adalah sifat atau keadaan yang mencirikan laki-laki atau perempuan (Kemendikbud, 2008). Penelitian di Yaman, menemukan bahwa laki-laki 2,03 kali berisiko

delay dibandingkan perempuan (WHO, 2006). Hal yang sama ditemukan di Uganda bahwa laki-laki berisiko 1,61 kali delay

dibandingkan perempuan (Buregyeye, 2014). Namun, di India laki-laki menurunkan risiko 0,42 kali dibandingkan dengan perempuan (Konda, 2014).

Faktor ini mempengaruhi patient delay karena adanya perbedaan keterbukaan keluhan yang dirasakan dan perbedaan penggunaan pelayanan kesehatan. Selain itu, laki-laki lebih banyak

delay dibandingkan perempuan karena laki-laki lebih sibuk dibandingkan perempuan, laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga sehingga memiliki waktu terbatas untuk


(46)

memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan. Di samping itu, proporsi merokok pada laki-laki lebih besar di bandingkan perempuan sehingga laki-laki menganggap bahwa dirinya tidak berisiko ketika mengalami batuk lebih dari 2-3 minggu (Kemenkes, 2013). Mereka menganggap bahwa gejala batuk yang di alaminya bukan karena TB melainkan karena perilaku merokok.

C. Status Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu rangkaian tugas yang dirancang untuk dikerjakan oleh satu orang dan sebagai imbalan diberikan upah dan gaji menurut kualifikasi dan berat ringannya pekerjaan tersebut. Sedangkan jenis pekerjaan adalah kumpulan pekerjaan yang mempunyai rangkaian tugas yang bersamaan dalam satu kelompok (BPS, 2002). Penelitian di DI Yogjakarta menemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan patient delay. Namun, sebagai karakteristik orang, faktor pekerjaan perlu diketahui karena untuk mendeskripsikan kareakteristik sosioekonomi. Selain itu, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa laki-laki memiliki risiko lebih besar delay dibandingkan perempuan karena kesibukan waktu bekerja, sehingga tidak ada waktu untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan yang mengakibatkan delay. Pengelompokan status pekerjaan dibagi menjadi tidak bekerja/ibu rumah tangga, pegawai swasta, wiraswasta, petani, nelayan, buruh dan lain-lain (Kemenkes, 2013).


(47)

D. Status Ekonomi

Menurut BPS, status ekonomi masyarakat ditentukan dengan garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah besarnya pengeluaran seseorang per kapita per bulan dalam satuan rupiah untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan bukan makanan untuk tetap berada pada kehidupan yang layak. Kebutuhan dasar makanan seperti padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman siap saji, tembakau dan sirih serta konsumsi lainnya. Sedangkan kebutuhan dasar bukan makanan diantaranya perumahan dan fasilitas rumah tangga, barang dan jasa, pakaian, barang tahan lama, pajak dan asuransi serta keperluan pesta dan rumah tangga (BPS, 2014)

Sedangkan, penduduk miskin adalah penduduk jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan pada September 2014 di Indonesia sebesar Rp 326.853. Sedangkan, di Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 459.560 (BPS, 2014; BPS, 2015). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya terdapat hubungan yang bermakna antara status ekonomi dengan patient delay (Rajeswari, 2002).

E. Jenjang Pendidikan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses


(48)

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sedangkan, yang dimaksud dengan tingkat/jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, yaitu:

1) Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang menjadi landasan jenjang pendidikan menengah, yaitu Sekolah Dasar (SD) sederajat dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat.

2) Pendidikan menengah adalah jenjang lanjutan dari pendidikan dasar, baik pendidikan menengah umum atau pendidikan menengah kejuruan, seperti Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat.

3) Pendidikan tinggi merupakan jenjang lanjutan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian di Malawi, India dengan desain


(49)

hubungan dengan terjadinya patient delay dimana jenjang pendidikan dasar cenderung lebih lama waktu delay dibandingkan dengan jenjang pendidikan menengah. Selain itu, pasien yang tidak sekolah juga memiliki hubungan yang bermakna dengan patient delay. Hal ini disebabkan karena pasien yang memiliki jenjang pendidikan rendah bahkan tidak sekolah sedikit memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi mengenai TB dibandingkan dengan pasien yang memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi (Makwakwa, 2014).

F. Tingkat Pengetahuan tentang TB

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan seseorang termasuk objek yang mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku (Sunaryo, 2004). Pengetahuan terbagi menjadi enam, yaitu:

a. Tahu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah yang diartikan sebagai recall teori yang telah dipelajari sebelumnya. Indikator bahwa seseorang tahu adalah ketika seseorang tersebut dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.

b. Paham, memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang


(50)

objek yang diketahui tersebut. Indikator bahwa seseorang paham adalah ketika seseorang dapat menjelaskan, memberikan contoh dan menyimpulkan.

c. Penerapan, penerapan diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi dan kondisi nyata.

d. Analisis, analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Sintesis, kemampuan seseorang untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran sintesis adalah ketika seseorang dapat menyusun, meringkas, merencanakan dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi, kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria yang telah ada atau di susun sendiri.

Penelitian di India menemukan bahwa pasien yang memiliki pengetahuan bahwa batuk lebih dari 3 minggu merupakan gejala TB tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan patient delay.


(51)

Pasien tersebut memiliki lama delay yang lebih lama dibandingkan yang tidak tahu. Keadaan ini dapat terjadi, dicurigai karena pasien tidak percaya bahwa dirinya menderita TB, pasien tersebut menunggu batuk yang dialaminya selama 3 minggu sebelum datang ke pelayanan kesehatan. Selain itu, dapat disebabkan karena mereka memiliki stigma bahwa TB memiliki hubungan yang sangat erat dengan penyakit HIV/AIDS (Makwakwa, dkk. 2014).

G. Status Merokok

Rokok adalah hasil olahan tembakau yang dibungkus yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotina Rustica, dan spesies lainnya, atau sintesis yang mengandung nikotin dan tar beserta bahan tambahan. Menurut laporan Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia tahun 2011, Indonesia (34,7%) merupakan negara dengan prevalensi perokok terbesar ketiga di dunia (GATS, 2012).

Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah China dan India (WHO, 2008). Hal ini didukung dengan hasil penelitian Riskesdas 2013 yang menunjukkan bahwa 47,5% perokok setiap hari adalah laki-laki dan 1,1% adalah perempuan. Sedangkan rata-rata batang rokok yang dihisap per hari per orang di Jakarta hampir sama dengan rata-rata batang rokok yang di hisap per hari per orang se Indonesia, yaitu 11,6 batang, sedangkan di Indonesia adalah 12,3 batang atau setara dengan satu bungkus (Kemenkes, 2013).


(52)

Status merokok dapat diketahui dengan merokok atau tidak merokok. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa seseorang yang merokok memiliki risiko delay. Hal ini disebabkan karena seseorang yang merokok merasa dirinya tidak bermasalah saat muncul gejala batuk karena dianggap batuk yang muncul adalah batuk biasa.

H. Alasan Delay

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, menemukan bahwa alasan yang melatarbelakangi patient delay terlambat dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan adalah merasa batuk biasa, akan sembuh dengan sendirinya; tidak dapat mengakses fasilitas kesehatan; sibuk; tidak tahu kemana harus memeriksakan diri; tidak mau pergi ke fasilitas kesehatan, tidak ingin orang lain mengetahui bahwa dirinya TB; jauh dari fasilitas kesehatan; takut mendapatkan diagnosis; takut terisolasi dari lingkungan sosial; masalah ekonomi; perilaku petugas kesehatan yang tidak baik serta kualitas pelayanan yang tidak baik (Schneider, dkk, 2010, WHO, 2006).

2. Karakteristik Tempat

a. Jarak Tempat Tinggal ke Pelayanan Kesehatan

Jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi patient delay. Hal ini berkaitan dengan akses ke pelayanan kesehatan. Semakin jauh tempat tinggal ke pelayanan kesehatan, maka semakin lama delay patient delay. Ditemukan


(53)

bahwa berdasarkan hasil penelitian sebelumnya pasien yang memiliki jarak >5 Km cenderung lebih lama delay dibandingkan dengan pasien yang memiliki jarak <5 Km (Huong, dkk, 2007). Namun, pada penelitian lain ditemukan bahwa pasien yang memiliki jarak rumah ke pelayanan kesehatan >10 Km cenderung lebih lama

delay dibandingkan dengan pasien yang memiliki jarak <10 Km (Mekonnen, dkk, 2014).

b. Dukungan Kader TB

Tempat atau lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik dapat menjadi faktor risiko terjadinya TB karena bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat hidup di tempat yang lembab dan dapat mati dengan adanya sinar matahari. Namun, pada penelitian ini, lingkungan fisik tidak diteliti karena penelitian ini tidak melihat faktor risiko terjadinya TB, melainkan ingin mengetahui kerakteristik patient delay. Dengan demikian, faktor yang dapat mempengaruhi patient delay adalah lingkungan sosial. Dimana lingkungan sosial ini dapat membantu seseorang segera datang ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan diri, tetapi di sisi lain dapat mempengaruhi stigma seseorang tentang TB karena takut dijauhi, ataupun dikucilkan di lingkungan sosial. Jika stigma yang ditimbulkan tinggi dapat dikatakan bahwa lingkungan sosial tersebut yang menyebabkan seseorang menunda datang ke pelayanan kesehatan.


(54)

Adanya kader TB di suatu wilayah adalah salah satu karakteristik lingkungan sosial, dimana kader TB memiliki peran dalam penemuan kasus, pengawasan menelan obat ataupun memberikan edukasi kepada masyarakat terkait TB. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah patient delay mendapatkan dukungan dari kader TB di wilayah tempat tinggalnya (Kemenkes, 2011; Kemenkes; 2014). Dengan demikian, peneliti dapat mengetahui kinerja kader TB di masyarakat dan dapat dijadikan sebagai bentuk evaluasi dan rencana intervensi selanjutnya terkait dengan patient delay.

3. Karakteristik Waktu

Pada penelitian ini, karakteristik waktu dapat dilihat berdasarkan rata-rata lama delay. Rata-rata lama delay di setiap negara berbeda, yaitu 10 hari di Pakistan, 69 hari di Somalia, 161 hari di Tanzania dan 30 hari/1 bulan di Indonesia (Rintiswati, 2009; WHO, 2006). Pada penelitian ini ingin mengetahui rata-rata lama delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati apakah melebihi rata-rata lama

delay di Indonesia. I. Kerangka Teori

1. Kuantitatif

Kerangka teori yang digunakan pada penelitian kuantitatif ini yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014 ini adalah menggunakan teori epidemiologi deskriptif orang, tempat dan waktu, dimana pada karakteristik orang diadopsi dari teori Anderson


(55)

yaitu health seeking behaviour seperti yang tergambar pada bagan di bawah ini (CDC, 2005):

Bagan 2.4 Kerangka Teori

Sumber: (CDC, 2005)

2. Kualitatif

Pada penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif ini yang bertujuan untuk mengetahui alasan delay pada patient kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur peneliti membuat kerangka teori seperti pada bagan di bawah ini:

Patient Delay

Lama delay

1. Jarak tempat tinggal dengan Puskesmas 2. Dukungan

Kader TB 1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Jenis pekerjaan 4. Status ekonomi 5. Jenjang

pendidikan 6. Tingkat

Pengetahuan tentang TB 7. Perilaku

Merokok


(56)

Bagan 2.5 Kerangka Teori

Sumber: (Schneider, dkk, 2010, WHO, 2006) ALASAN

DELAY

Takut didiagnosis

TB

Merasa Batuk Biasa

Masalah ekonomi

Pelayanan tidak baik

Malas

Tidak dapat mengakses

fasilitas Sibuk

Tidak tahu kemana harus memeriksakan

diri Takut

dijauhi orang lain Perilaku petugas

kesehatan yang tidak baik


(57)

42 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Pada pendektan kuantitatif, variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah variabel usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, status ekonomi, jenjang pendidikan, tingkat pengetahuan tentang TB, perilaku merokok, jarak tempat tinggal patient delay

dengan Puskesmas, dukungan kader TB dan lama delay. Beberapa variabel tersebut diteliti untuk mengetahui karakteristik patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014. Berikut kerangka konsep pada penelitian ini:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Usia

Perilaku merokok

Patient Delay

Jenjang pendidikan Tingkat pengetahuan tentang TB

Jarak tempat tinggal dengan Puskesmas Status ekonomi

Jenis pekerjaan Jenis kelamin

Dukungan kader TB Lama Delay


(58)

Beberapa variabel tersebut diteliti karena: 1. Usia

Usia merupakan salah satu karakteristik orang yang sangat utama, dimana akan adanya perbedaan kerentanan maupun perbedaan pengalaman terhadap penyakit TB pada usia yang berbeda.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan variabel deskriptif yang dapat membedakan angka kejadian pada laki-laki atau perempuan karena adanya karakter baik pada laki-laki dan perempuan yang berbeda sehingga akan adanya perbedaan penggunaan pelayanan kesehatan ataupun kepedulian terhadap status kesehatannya.

3. Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan merupakan variabel penting untuk mengetahui kesibukan

patient delay, sehingga mempengaruhi perilaku pencarian pengobatan. Selain itu, pekerjaan juga sebagai penjelas pada variabel ekonomi untuk mengetahui bagaimana kondisi ekonomi patient delay. Dengan demikian, sekaligus dapat diketahui karakteristik patient delay berdasarkan status ekonomi.

4. Status Ekonomi

Status ekonomi merupakan salah satu variabel yang diteliti karena variabel ini berperan dalam pencarian pengobatan pasien TB dan juga kerentanan terhadap penyakit sehingga mempengaruhi perilaku pencarian pengobatan. Meskipun tidak ada biaya yang dikeluarkan pada pengobatan TB, namun berdasarkan observasi beberapa pasien, mereka mengeluh masalah ekonomi untuk biaya transportasi. 5. Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan penting untuk diteliti karena semakin rendah jenjang pendidikan yang ditempuhnya semakin sedikit kesempatan untuk mendapatkan


(59)

informasi tentang TB dan juga mempengaruhi pembentukan perilaku kesehatan melalui pendidikan di bangku sekolah. Selain itu, variabel ini sebagai penjelas variabel pengetahuan, seseorang dengan pendidikan rendah cenderung memiliki pengetahuan rendah termasuk pengetahuan tentang TB.

6. Tingkat Pengetahuan Tentang TB

Pengetahuan yang baik tentang TB dapat mendorong pasien untuk segera mencari pengobatan agar mencegah timbulnya keparahan. Namun, pengetahuan yang baik tidak dapat menjamin pasien segera datang ke pelayanan kesehatan karena menunggu batuk lebih dari 2 minggu ataupun adanya stigma yang buruk sehingga menunda pencarian pengobatan.

7. Perilaku Merokok

Pasien yang memiliki kebiasaan merokok akan menunda pencarian pengobatan karena patient delay merasa bahwa gejala batuk yang di alaminya adalah gejala batuk biasa yang disebabkan oleh perilaku merokok. Selain itu, dapat digambarkan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya dan juga lama merokok selama hidupnya sampai dengan waktu memeriksakan diri ke Puskesmas.

8. Jarak Tempat Tinggal dengan Puskesmas

Jarak tempat tinggal ke Puskesmas sangat mempengaruhi perilaku pencarian pengobatan TB. Semakin jauh jarak tempat tinggal dengan Puskesmas, maka mereka semakin menunda untuk memeriksakan diri ke Puskesmas dengan gejala batuk yang di alaminya dibandingkan dengan tempat tinggal yang lebih dekat dengan Puskesmas.

9. Dukungan Kader TB

Kader TB memiliki peran penting dalam menurunkan angka patient delay


(60)

dan memiliki peran dalam penemuan suspek, memberikan edukasi tentang TB baik perorangan maupun masyarakat, mengantarkan memeriksakan diri ke Puskesmas maupun pengawas menelan obat. Sehingga, dapat digali informasi untuk mengetahui bagaimana sebenarnya peran kader TB untuk menurunkan angka patient delay. 10. Lama Delay

Lama delay pada patient delay perlu diketahui karena untuk melihat bagaimana rata-rata lama delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014. Dengan demikian dapat diketahui dan diperkirakan bagaimana penularan TB di wilayah tempat tinggalnya.

Berikut ini, kerangka konsep yang digunakan untuk mengetahui alasan delay patient delay pada kasus TB BTA (+) di wilayah kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur tahun 2014 dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Bagan 3.2 Kerangka Pikir

Masalah ekonomi

Alasan Delay

Merasa batuk biasa Takut dijauhi orang lain

Pelayanan tidak baik Malas Takut didiagnosis TB


(61)

B. Definisi Operasional dan Definisi Istilah

Definisi operasional yang akan digunakan pada variabel penelitian dengan pendekatan kuantitatif sebagai berikut: Tabel 3.1

Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Cara Pengumpulan

Data dan Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

1. Usia

Lama waktu hidup responden sejak dilahirkan sampai usia ulang tahun terakhir pada saat datang ke puskesmas pertama kali untuk memeriksakan diri dengan keluhan batuk.

Telaah dokumen

formulir TB.03 PKC

Kramat Jati Jakarta

Timur tahun 2014.

0. 15-24 tahun

1. 25-34 tahun

2. 35-44 tahun

3. 45-54 tahun

4. > 54 tahun (Ahmad,dkk, 2011).

Interval

2. Jenis

Kelamin

Jenis kelamin responden laki-laki atau perempuan.

Telaah dokumen

formulir TB.03 PKC

Kramat Jati Jakarta

Timur tahun 2014.

0. Laki-laki

1. Perempuan

(Kemendikbud, 2008)


(1)

16.PE: Ibu ada nyesel gak, dulu kenapa gak cepet berobat? MA: Gak soalnya saya mah gak diem aja saya juga berobat

17.PE: Misalnya di keluarga, tetangga ada yang batuk2 menuurt ibu gimana? MA: Ya langsung berobat, diperiksain takutnya klo dibiarin kaya saya 18.PE: Kira2 faktor apa yang bikin ibu berobat?

MA: Ya takutnya gak gak aja, takut lebih parah

19.PE: Nah, klo misalkan ada orang ni sebelum diobatin sama dokter kan ditanya, gejalanya apa? Batuk misalnya udah berapa lama, kan dijawab udah 1 bulan. Nah misalnya ditanya lagi sama orang lain batuknya berapa lama? Eh si pasien bilangnya 2 minggu atau malah lebih dari yang dibilang ke dokter misalnya 3 bulan gitu. Menurut ibu sebenrnya kenapa bu?

MA: Takut kali, takut diomelin sama dokternya. Kok gak buru2 berobat apa gimana tau sendiri kan dokter.


(2)

(3)

Lampiran 7. Panduan Wawancara

A. Pengetahuan Rendah

1. Saat itu, apa saja informasi yang Bapak/Ibu dapat dari *...*sesuai hasil kuantitatif

2. Dalam bentuk apa informasi itu diberikan oleh *... *sesuai hasil kuantitatif 3. Apakah Anda paham dengan informasi yang diberikan tersebut?

4. Apa manfaat yang Anda rasakan dari informasi yang Anda dapat?

5. Bagaimana Anda menggunakan informasi yang Anda dapat untuk pencarian pengobatan Anda?

6. Saat itu, sebelum Anda dinyatakan TB. Menurut Anda, siapa yang Anda butuhkan untuk memberikan informasi yang lebih mudah dipahami?

7. Saat itu, sebelum Anda dinyatakan TB. Menurut Anda, dalam bentuk apa informasi yang Anda butuhkan untuk memberikan informasi yang lebih mudah dipahami?

8. Saat itu sebelum Anda dinyatakan TB, Anda sebagai masyarakat umum apakah informasi tentang TB Anda butuhkan?

B. Metode Pemberian Informasi

1. Biasanya, dimana Anda mencari informasi (koran, tv dll)

2. Dari media tersebut apa yang biasa Anda lihat/dengar/baca?(film, berita, talkshow dll)

3. Jika, informasi dimasukkan ke dalam media tersebut. Apakah Anda percaya? 4. Ketika ada pihak kelurahan/LSM/petugas kesehatan dll menunjuk ada kader

untuk memberikan penyuluhan terkait dengan TB. Kira-kira apakah Bapak/Ibu percaya?

C. Peran Kader TB

1. Apa saja tugas Ibu kader TB untuk penyakit TB? Probing sampai kader mengatakan tugasnya yaitu penemuan suspek di masyarakat

2. Siapa saja pasien TB di wilayah Anda? (crosscheck apakah kader kenal dengan responden)

3. Kegiatan apa saja yang Ibu lakukan dengan responden?

4. Tidak melakukan penemuan suspek kepada responden, probing alasan 5. Bagaimana cara Ibu melakukan penemuan suspek?


(4)

6. Kapan saja Ibu turun ke masyarakat?

7. Siapa saja yang Ibu kunjungi di masyarakat?

8. Bagaimana sebaiknya mekanisme agar masyarakat bisa mendapatkan informasi tentang TB dari kader TB/petugas puskesmas lebih dini?

D. Faktor Pendorong Pencarian Pengobatan

1. Kondisi apa saja biasanya yang membuat Anda menjadi batuk?

2. Saat itu, yang Anda rasakan kira-kira kondisi yang mana? yang membuat Anda batuk terus-terusan dan ternyata batuk tersebut gejala TB.

3. Mengapa Anda merasa batuk tersebut batuk biasa?

4. Batuk biasa yang Anda maksud, batuk selama berapa hari? 5. Menurut Anda apa bedanya batuk biasa dengan batuk TB? 6. Bagaimana Anda menyikapi ketika Anda dinyatakan TB?

7. Apakah saat itu, ada penyesalan dalam diri Anda “andaikan saat itu segera memeriksakan diri ke puskesmas”

8. Jika Anda mengetahui keluarga atau orang lain yang batuk hingga 2 minggu atau lebih apakah harus segera periksa ke pelayanan kesehatan? ataukah menunggu batuk darah terlebih dahulu?

9. Mengapa Anda saat batuk dahak biasa tidak segera datang ke puskesmas? 10.Sebenarnya, faktor apa yang mndorong Anda memeriksakan diri ke

puskesmas?

E. Perbedaan Lama Delay

1. Adakah SOP dalam melakukan anamnesis pada suspek TB?

2. Jika terjadi perbedaan lama gejala antara hasil anamnesis dengan pengakuan pasien. Menurut dokter kenapa?

3. Apakah perbedaan itu bisa dihindari? 4. Bagaimana cara menghindarinya?


(5)

Lampiran 8. Standard Operational Procedure Promosi Kesehatan TB

1. Promosi kesehatan tentang TB di masyarakat dilakukan oleh kader TB, kader jumantik dan petugas kesehatan dari Puskesmas.

2. Promosi kesehatan tersebut dilakukan bersamaan dengan kegiatan Jumantik.

3. Kegiatan promosi kesehatan ini terus dilakukan sampai dengan semua KK di setiap Kelurahan telah dikunjungi dan mendapatkan informasi terkait TB.

4. Petugas yang memberikan promosi kesehatan membawa alat tulis, bukti telah melakukan promosi kesehatan berupa absensi yang ditandatangai oleh KK dan petugas kesehatan yang melakukan promosi kesehatan.

5. Media promosi yang digunakan berupa stiker yang di tempelkan di dinding. Setalah ditempel di dinding rumah masyarakat yang dikunjungi, petugas menjelaskan maksud dari stiker tersebut. Konten stiker tersebut seperti di bawah ini:

Gambar

Contoh Stiker Promosi Kesehatan tentang TB

6. Saat melakukan promosi kesehatan, semua anggota keluarga yang berada di rumah ikut mendengarkan penjelasan dari petugas. Jika tidak semua ART berada di rumah, petugas menyampaikan kepada ART yang ada untuk menyampaikan

WASPADA TB!!!

Segera ke Puskesmas, jika

Batuk 2-3 minggu

GRATIS

, cukup membawa KTP atau BPJS

TB penyakit berbahaya dan mematikan, tetapi

dapat disembuhkan

Segera periksa

, segera tertangani “Sayangi diri dan keluarga Anda”

Info lebih lanjut/butuh pengantar ke Puskesmas hub: Kader TB RW...., Nama kader TB (No.HP)


(6)

informasi yang telah didapatkan kepada ART lain dan juga tetangga ataupun orang terdekatnya baik hanya saat dibutuhkan ataupun tidak.

7. Setalah melakukan promosi kesehatan, perwakilan dari KK tersebut mendatangani absensi sebagai bukti telah mendapatkan informasi mengenai TB.

8. Setelah semua KK dikunjungi, petugas perlu mengadakan lomba antar KK berupa review pengetahuan yang didapatkan saat kunjungan.


Dokumen yang terkait

Karakteristik Anak dan Ibu, Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2014

4 89 208

Pengaruh Karakteristik Ibu Hamil Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Antenatal K4 di Kelurahan Tg. Jati Wilayah Kerja Puskesmas Sambi Rejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat Tahun 2004

1 23 74

Hubungan Karakteristik Individu, Sanitasi Lingkungan Rumah dan Perilaku terhadap Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Padangmatinggi Kota Padangsidimpuan Tahun 2014

2 70 160

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014. 2014

0 10 86

Analisis Kinerja Posyandu Dalam Pelaksanaan Pembinaan Gizi Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat Tahun 2014

7 49 159

Pengaruh bimbingan akhlak terhadap akhlak santri di Madrasah Diniyah Awwaliyah Baitussalam Yayasan Baitussalam Kramat Jati Jakarta Timur

1 13 61

Karakteristik dan Alasan Patient Delay pada Kasus TB BTA (+) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014

1 7 191

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014. 2014

1 8 86

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kelelahan Kerja pada Pembuat Tahu di Wilayah Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur Tahun 2014

7 40 196

B. Karakteristik Balita - Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Gizi Kurang pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2016

0 0 27