Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Tingkat
akan adanya pemberian informasi yang salah karena tidak semua temankerabat memiliki pengetahuan yang baik tentang TB, sehingga perlu
menyadarkan masyarakat bahwa sebaiknya tidak hanya mengandalkan informasi dari teman kerabat saja tetapi perlu informasi dari sumber lain
yang lebih terpercaya Biya, dkk, 2014. Dalam mencari informasi apapun termasuk informasi kesehatan,
patient delay terbiasa menggunakan televisi sebagai sumber informasinya
termasuk informasi tentang TB seperti pengertian, bahaya, gejala, cara penularan dan pengobatan ataupun permasalahan TB di masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam, peneliti menarik kesimpulan bahwa patient delay
akan menerima dan lebih yakinpercaya jika informasi tersebut bersumber dari televisi dan disampaikan dalam bentuk berita karena dirasa
informasi tersebut nyata dan terpercaya. Selain itu, patient delay juga akan lebih yakin jika informasi-informasi
tentang TB
disampaikan oleh
kader TB
yang diutus
oleh kelurahanPuskesmas ataupun lembaga-lembaga kesehatan karena mereka
yakin bahwa kader TB yang telah diutus tentunya memiliki pengetahuan yang lebih karena telah mendapatkan pelatihan di bandingkan dengan masyarakat
lain pada umumya. Seperti yang diutarakan oleh beberapa informan berikut ini:
RA
:”Ya percaya aja klo dari berita di TV, ya kan emang banyak terjadi. Ya percaya sih kan emang nyata klo dari kader
itu”
SM
:”Dari TV percaya, percaya kader yang udah di utus ya dia pasti udah di bina,
udah ada penataran gitu lah ibaratnya”
ER
:”Ya percaya klo dari berita. Berarti dia udah dikasih pendidikan, tambahan pengetahuan klo udah di utus”
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, dalam menjalankan tugasnya atau melakukan kegiatan di masyarakat, kader TB selalu mengenalkan dirinya
bahwa dirinya adalah utusan dari Puskesmas dan PKPU. Sayangnya, karena memang tidak dapat menjangkau seluruh masyarakat di wilayahnya, sehingga
patient delay merasa tidak mendapat dukungan kader TB. Oleh karena itu,
patient delay merasa butuh mendapatkan informasi mengenai TB dan akan
percaya jika disampaikan oleh kader TB yang telah diutus oleh Kelurahan, Puskesmas ataupun lembaga kesehatan lainnya.
Metode pemberian informasi TB yang membuat masyarakat yakin untuk waspada terhadap TB adalah melalui berita di televisi dan juga dari
kader TB yang diutus oleh Kelurahan, Puskesmas ataupun lembaga kesehatan lainnya. Mereka berpendapat bahwa metode tersebut dapat dipercaya karena
berita di Televisi merupakan berita yang nyata, sedangkan jika melalui kader TB yang telah diutus mereka telah memiliki bekal pengetahuan tentang TB
yang baik karena telah mendapatkan pelatihan sebelumnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI NO. 46 tahun 2014 tentang
Sistem Informasi kesehatan menyebutkan bahwa sumber informasi kesehatan dapat berasal dari media cetak atau elektronik, fasilitas kesehatan, perorangan
ataupun kelompok. Televisi merupakan media elektronik yang memainkan peran penting pada masyarakat modern, karena apa yang mereka lihat, dengar
dan baca menjadi gudang utama informasi yang dapat mempengaruhi bagaimana mereka bertindak, melihat, berpikir, bersuara tentang sesuatu
Edberg, 2010. Banschofter dalam Mulayana, 2002 menyatakan bahwa setelah tiga hari, informasi yang bisa diingat lewat media pandang dan dengar
sebesar 65, sedangkan lewat media dengar saja sebesar 10 dan lewat media pandang saja sebesar 20.
Selain itu, masyarakat akan yakin jika informasi tentang TB yang didapatkannya berasal dari kader TB yang diutus oleh kelurahan, puskesmas
ataupun lembaga kesehatan lainnya karena mereka merasa kader TB yang diutus dapat memberikan informasi tentang TB yang benar dan dapat
dipercaya. Dalam menyebarkan informasi kesehatan akan lebih efektif jika dilakukan dengan metode komunikasi yang berbeda-beda, seperti dalam
penelitian ini menggunakan metode berita dari televisi dan kader TB Hornik, 2002.
Dengan demikian, Kementerian Kesehatan RI perlu menyebarluaskan informasi mengenai TB melalui berita di Televisi. Selain itu, Puskesmas atau
PKPU perlu mengenalkan kepada masyarakat bahwa kader TB yang berada di wilayah mereka merupakan utusan dari Puskesmas dan PKPU dan telah
mendapatkan pelatihan tentang TB sebelumnya, sehingga masyarakat lebih waspada terhadap TB. Selain itu, mereka sudah memiliki pengalaman tentang
TB sebelumnya, sehingga mereka dapat dijadikan sebagai pembelajaran oleh masyarakat lain dari pengalaman tersebut, vicarious learning Edberg,
2010. Dengan demikian, diharapkan mereka dapat lebih peduli dan aktif dengan memberikan paparan informasi yang benar mengenai TB kepada
masyarakat, agar informasi yang didapatkan dapat disebarluaskan kepada masyarakat luas. Begitupun Islam telah mengajarkan kepada kita semua
bahwa سانلل مهعفنأ سانلا ريخ
“
sebaik baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya”.
H. Sebaran Patient delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Perilaku
Merokok di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar patient delay memiliki riwayat merokok, hanya 6 35,3 patient delay yang tidak pernah
merokok. Seluruh patient delay yang memiliki riwayat merokok tersebut adalah laki-laki. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Riskesdas 2013
yang menunjukkan bahwa 47,5 perokok setiap hari adalah laki-laki dan 1,1 adalah perempuan.
Selain itu, setiap harinya patient delay merokok rata-rata sebanyak 19 batang atau sekitar 1,5 bungkus. Jumlah rokok yang dihisap paling sedikit
berjumlah 5 batang per hari atau sekitar setengah bungkus dan paling banyak adalah 36 batang 3 bungkus per hari. Rata-rata batang rokok yang dihisap
patient delay ternyata melebihi rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap
per hari per orang di Jakarta yaitu 11,6 batang per hari Kemenkes, 2013. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok patient delay
memang lebih berat dibandingkan dengan perokok di Jakarta pada umumnya. Selain jumlah batang rokok yang banyak dikonsumsi setiap harinya,
ternyata merokok sudah menjadi kebiasaan patient delay yang sudah sangat lama. Terbukti bahwa mereka merokok rata-rata selama 22,82 tahun sampai
dengan pertama kali memeriksakan gejala TB yang di alaminya ke Puskesmas, dengan minimal selama 11 tahun dan maksimal 48 tahun
merokok. Dengan demikian, tentu saja patient delay sudah terbiasa dengan
akibat yang ditimbulkan dari kebiasaan merokoknya termasuk munculnya gejala batuk. Hasil penelitian sebelumnya, menemukan bahwa seseorang
yang merokok 2,5 kali berisiko delay dibandingkan dengan yang tidak merokok Tarimo, 2012. Begitu juga di India, merokok 1,9 kali dapat
meningkatkan patient delay Mor, 2013. Selain itu, di Nepal, merokok 5 kali per hari dapat meningkatkan 2,4 kali delay dibandingkan dengan yang
tidak merokok Rajeswari, 2002. Adanya faktor risiko tersebut dikarenakan patient delay
merasa batuk yang dialaminya adalah batuk biasa akibat dari kebiasaan merokoknya.
Oleh karena itu, masyarakat khususnya seseorang yang memiliki kebiasaan merokok perlu mendapatkan pemahaman dari petugas kesehatan
Puskesmas ataupun kader TB mengenai gejala batuk yang dicurigai TB, yaitu jika batuk yang di alaminya terus-menerus selama 2-3 minggu beserta
ataupun tidak ada gejala tambahan lainnya, maka perlu waspada dan segera memeriksakan diri ke Puskesmas agar segera mendapatkan diagnosis dan
penanganan lebih lanjut. Namun, dikarenakan Kecamatan Kramat Jati merupakan wilayah berisiko tinggi terhadap TB, maka ketika mengalami
batuk walaupun belum 2 minggu segera memeriksakan diri ke Puskesmas.
I. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Jarak
Tempat Tinggal Patient Delay dengan Puskesmas di Wilayah Kerja PKC
Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Seluruh tempat tinggal patient delay pada kasus TB BTA + di
wilayah kerja PKC Kramat Jati tahun 2014 berada dekat dengan pelayanan kesehatan yang didatanginya pertama kali untuk memeriksakan gejala batuk
yang dialaminya, yaitu 5 Km. Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa pasien yang memiliki jarak 5 Km cenderung lebih
lama delay dibandingkan dengan pasien yang memiliki jarak 5 Km Huong,
dkk, 2007. Hal ini disebabkan semakin jauh tempat tinggal ke pelayanan kesehatan, maka semakin lama delay patient delay. Namun, pada penelitian
lain ditemukan bahwa pasien yang memiliki jarak rumah ke pelayanan kesehatan 10 Km cenderung lebih lama delay dibandingkan dengan pasien
yang memiliki jarak 10 Km Mekonnen, dkk, 2014. Ternyata memang benar, alasan mereka delay bukan karena jarak ke pelayanan kesehatan
melainkan mereka merasa batuk yang dialaminya adalah batuk biasa, bukan batuk yang perlu di waspadai.
Selain itu, ditemukan bahwa patient delay di wilayah Kelurahan Tengah yang terdekat dengan PKL Kampung Tengah berada sekitar 289,63
meter dari puskesmas tersebut, yaitu di wilayah RW 10 Kelurahan Tengah. Sedangkan patient delay yang berada di wilayah Batu Ampar yang terdekat
dengan PKL Batu Ampar adalah 132,85 meter dari PKL Batu Ampar dan patient delay
di kelurahan Balekambang yang memiliki jarak terdekat dengan PKL Balekambang berjarak 156,91 meter.
Meskipun seluruh patient delay berada dekat dengan Puskesmas, namun jarak secara keruangan dengan menggunakan analisis spasial ini
diukur dengan menarik garis lurus antar titik koordinat rumah patient delay dengan titik koordinat Puskesmas, sehingga untuk mengakses Puskesmas
sebenarnya dapat melebihi jarak secara keruangan yang dihasilkan pada penelitian ini. Walaupun sebenarnya lebih jauh jaraknya untuk mengakses
Puskesmas, namun patient delay dapat dengan mudah mengakses Puskesmas tersebut karena tersedia alat transportasi umum menuju ke empat Puskesmas
tersebut PKC Kramat Jati, PKL Kampung Tengah, PKL Batu Ampar dan PKL Balekambang.
Oleh karena itu, untuk menurunkan angka patient delay diperlukan edukasi lebih dini kepada masyarakat mengenai TB oleh petugas kesehatan
dari Puskesmas dan juga kader TB agar mereka lebih waspada terhadap TB, tidak menganggap remeh dan segera memeriksakan diri ke Puskesmas jika
mengalami batuk, terlebih sudah selama 2-3 minggu mengingat akses menuju Puskesmas dapat dicapai dengan mudah. Dengan demikian, petugas
Puskesmas bekerja sama dengan kader TB setempat dan juga tokoh masyarakat untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terlebih dahulu
yang tinggal di wilayah RW 10 Kelurahan Kampung Tengah, RW 03 Kelurahan Batu Ampar dan RW 02 Kelurahan Balekambang. Diharapkan
masyarakat yang memiliki jarak tempat tinggal dengan Puskesmas yang lebih dekat akan lebih segera pula dalam memeriksakan diri ke Puskesmas saat
mengalami gejala batuk meskipun tidak mencapai 2-3 minggu.
J. Sebaran Patient Delay pada Kasus TB BTA + Berdasarkan Dukungan
Kader TB di Wilayah Kerja PKC Kramat Jati Jakarta Timur Tahun 2014
Sebagian besar kasus TB terlambat ditemukan patient delay bahkan sebanyak 13 kasus TB masih belum terlaporkan, sehingga mempengaruhi
keberhasilan pengobatan. Hal ini dikarenakan saat dilakukannya pemeriksaan dan penegakkan diagnosis, kondisi umum pasien sudah parah bahkan bakteri
TB telah resisten di dalam tubuhnya. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan atau mencari pengobatan
lebih dini sangatlah penting. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat,