Penelitian Terdahulu Analisis Sistem Tataniaga Komoditas Brokoli di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor

15 pucat, kadang-kadang dikenal sebagai kubis bunga ungu, tunas putih tanaman dua tahunan bercabang, lewat musim dingin, dan calabrase tunas hijau, sebagian besar berkepala tunggal dengan bentuk setahun dan dua tahunan. Tipe calabrase adalah yang paling banyak ditanam, dengan banyak hibrida yang sangat baik yang menggantikan kultivar menyerbuk terbuka. Sifat yang penting meliputi kepadatan dan bentuk kepala, tingkat percabangan, ukuran individu tunas bunga, panjang batang, jumlah dan panjang ruas, dan perkembangan bunga aksilarsamping.

2.2 Penelitian Terdahulu

Pada waktu sebelumnya telah banyak dilakukan penelitian tentang tataniaga suatu produk. Masing-masing peneliti melakukan penelitian pada produk yang berbeda-beda. Ariyanto 2008 meneliti tentang tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi- fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas sayuran bayam, menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat, dan menganalisis efisisensi saluran tataniaga bayam berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pembagian daftar pertanyaan lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat. Sistem tataniaga sayuran bayam di Desa Ciaruten Ilir terdiri dari tiga buah saluran tataniaga yaitu ; saluran tataniaga satu : petani - pedagang pengumpul - pedagang pengecer - konsumen ; saluran tataniaga dua : petani - pedagang pengecer – konsumen ; saluran tataniaga tiga : petani - konsumen. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan, fungsi fisik berupa kegiatan pengemasan, pengangkutan dan fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi petani bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. 16 Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul adalah oligopsoni. Terdapat hambatan bagi pedagang lain untuk memasuki pasar pedagang pengumpul. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembeli dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, penanggungan resiko dan pembiayaan. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer cukup banyak, produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi pasar sehingga bertindak sebagai price taker. Perilaku pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian sayuran bayam dan kemudian menjualnya kepada pedagang pengecer. Secara umum sistem pembayaran antar lembaga tataniaga dan petani dilakukan secara tunai dan harga produk ditentukan berdasarkan mekanisme pasar. Kerjasama antara petani dan pedagang pengumpul terjalin dengan baik melalui kegiatan jual beli produk sayuran bayam. Hal yang sama juga terjadi diantara pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga petani yang paling efisien, karena hasil produksi sayuran bayam langsung dibawa ke pasar dan dijual langsung ke konsumen dalam bentuk ikat dan petani bertindak sebagai pedagang pengecer. Petani memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar Rp 368,- per ikat, rasio keuntungan dan biaya yaitu sebesar 9,43 dan bagian harga yang terbesar farmer’s share diterima oleh petani berprofesi sebagai pedagang pengecer dan produk yang dijual sedikit sehingga keuntungan secara total yang diperoleh tidak begitu besar dan hanya sebagian kecil dari jumlah petani yang melakukan kegiatan tataniaga. Hasniah 2005, meneliti tentang analisis sistem dan efisiensi tataniaga komoditas pepaya sayur di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang 17 dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga pepaya sayur di Desa Sukamaju, menganalisis struktur dan perilaku pasar yang dihadapi oleh pepaya sayur produksi Desa Sukamaju, dan menganalisis efisiensi tataniaga pepaya sayur Desa Sukamaju dilihat dari segi operasional dan harga. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis kualititatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Salah satu hasil analisis yang didapatkan adalah pola saluran tataniaga. Pola saluran tataniaga tersebut adalah sebagai berikut: saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga saluran satu petani-pedagang pengumpul-pedagang grosir- pedagang pengecer-konsumen, saluran tataniaga dua petani-pedagang pengumpul- pedagang pengecer-konsumen, dan saluran tataniaga tiga petani- pedagang pengecer-konsumen. Saluran tataniaga satu merupakan tataniaga pepaya sayur terpanjang dan digunakan oleh 6,04 persen dari total petani responden. Sedangkan saluran tataniaga dua merupakan saluran tataniaga yang digunakan oleh 35,17 persen dari total petani responden. Saluran tataniaga tiga dipergunakan oleh 58,79 persen petani responden. Pada saluran tiga, petani langsung menjual produknya ke pedagang pengecer di pasar. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani pepaya sayur yaitu fungsi pertukaran berupa kegiatan penjualan kepada pedagang perantara. Fungsi fisik dilakukan petani yang menjual produk pertaniannya langsung ke pasar yaitu kegiatan pengemasan dan pengangkutan. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang grosir berupa kegiatan pengemasan. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang grosir berupa penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi pasar. Struktur pasar yang dihadapi petani cenderung bersifat pasar bersaing sempurna karena jumlah petani yang banyak, dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Selain itu produk petani bersifat homogen. Sistem penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar sehingga kedudukan petani dalam sistem tataniaga sangat lemah. Petani bertindak sebagai price taker. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul adalah oligopsoni. Hal ini terlihat melalui adanya hambatan bagi pedagang dari daerah lain untuk 18 keluar masuk pasar. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, karena jumlah pedagang pengecer cukup banyak, produk bersifat homogen, harga berdasarkan mekanisme pasar dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Selain itu pedagang pengecer dapat dengan bebas keluar masuk pasar. Perilaku pasar yang dilakukan oleh pedagang pengumpul berupa praktek pembelian pepaya sayur dari petani dan menjual kepada pedagang grosir dan pedagang pengecer. Sistem penentuan harga di setiap tingkat lembaga tataniaga berdasarkan mekanisme pasar. Sedangkan sistem pembayaran di setiap lembaga tataniaga dilakukan secara tunai. Berdasarkan analisis marjin tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga tiga yang paling efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil, yaitu sebesar Rp 400,- per kg. Farmer’s share tertinggi juga terdapat pada saluran tiga yaitu sebesar 60 persen. Namun rasio keuntungan dan biaya tataniaga pepaya sayur tertinggi terdapat pada saluran dua yaitu sebesar 1,24. Efisiensi tataniaga pepaya sayur tercapai jika saluran tataniaga yang digunakan adalah saluran tataniaga tiga. Selain itu saluran tataniaga tiga juga menghasilkan keuntungan terbesar bagi petani. Faisal 2010, meneliti tentang analisis tataniaga sapi potong di PT. Kariyana Gita Utama PT. KGU di Cicurug, Sukabumi. Tujuan penelitian yang dilakukan di antaranya mengidentifikasi dan menganalisis pola saluran tataniaga sapi potong di PT. KGU, mengidentifikasi dan meganalisis lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong di PT. KGU, menganalisis marjin tataniaga, producer’s share, rasio keuntungan dan biaya tataniaga sapi potong di PT. KGU, dan mengidentifikasi dan menganalisis struktur pasar tataniaga sapi potong di PT. KGU. Pengolahan data digunakan secara kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif menjabarkan secara deskriptif tentang gambaran umum dan kondisi perusahaan, menganalisis saluran tataniaga dan fungsi tataniaga serta struktur dan perilaku pasar. Sedangkan data kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, producer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Hasil yang diperoleh bahwa di PT. KGU terdapat empat lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul, pedagang pemotong, pedagang pengecer, dan rumah potong hewan RPH. Fungsi tataniaga yang dilakukan adalah fungsi pertukaran, 19 fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Lembaga-lembaga tataniaga tidak melakukan seluruh fungsi tataniaga tersebut. Masing-masing lembaga tataniaga hanya melakukan fungsi tataniaga yang dibutuhkannya untuk memperlancar aktivitas tataniaga untuk memperlancar aktivitas tataniaga yang dilakukannya. Di PT. KGU terdapat enam saluran tataniaga, yaitu : 1 PT. KGU - pedagang pengumpul - pedagang pemotong - konsumen, 2 PT. KGU - pedagang pengumpul - pedagang pemotong - pedagang pengecer - konsumen, 3 PT. KGU - pedagang pemotong - konsumen, 4 PT. KGU - pedagang pemotong - pedagang pengecer – konsumen, 5 PT. KGU – pedagang pengumpul – konsumen, 6 PT. KGU – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen. Saluran dua merupakan jalur distribusi sapi potong terbesar diantara saluran lain yaitu sebesar 39,7 persen. Saluran tataniaga sapi potong di PT. KGU yang paling efisien adalah pada saluran tiga, berdasarkan nilai marjin tataniaga terendah 23,55 persen dan memberikan nilai producer’s share terendah 73,53 persen. Struktur pasar yang dihadapi hampir seluruh lembaga tataniaga sapi potong di PT. KGU cenderung bersifat oligopoli. Hal ini dilihat dari kemampuan lembaga tataniaga dalam menentukan harga, produk yang diperdagangkan bersifat homogen, dan hambatan keluar masuk pasar yang cukup tinggi. Purba 2010 meneliti tentang analisis tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar, dan menganalisis efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Metode pengolahan data menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, serta struktur dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut : terdapat lima lembaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, yaitu petani selaku produsen ubi jalar, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi yang berbeda-beda, yaitu 20 saluran tataniaga satu petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – konsumenpabrik keripik ; saluran tataniaga dua petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – pedagang pengecer – konsumen ; saluran tataniaga tiga petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – konsumen. Struktur pasar yang dihadapi setiap lembaga tataniaga berbeda, di mana petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli. Saluran tataniaga satu merupakan saluran yang relatif lebih efisien karena memiliki marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar Rp 325,- per kg dan persentase farmer’s share terbesar yaitu 74,51 persen. Sementara saluran tataniaga yang relatif kurang efisien adalah saluran tataniaga kedua karena memiliki marjin tataniaga terbesar yaitu sebesar Rp 1.550,- per kg dan persentase farmer’s share terkecil yaitu sebesar 38 persen. Purba memberi kesimpulan agar petani ubi jalar yang terdapat di desa Malang membentuk kelompok tani agar dapat menjual hasil panennya secara bersama-sama dan mencari alternatif tujuan penjualan sehingga meningkatkan posisi tawar bargaining position petani. Manfaat lainnya adalah untuk dapat menghasilkan produk-produk turunan seperti tepung, saos, keripik, untuk dapat memberi nilai tambah added value yang dapat menambah penghasilan petani di desa tersebut. 21 Tabel 8. Penelitian Terdahulu tentang Tataniaga Nama Peneliti Judul Tujuan Alat Analisis Ariyanto 2008 Analisis Tataniaga Sayuran Bayam 1. Menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga- lembaga tataniaga pada komoditas sayuran bayam. 2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing- masing lembaga tataniaga yang terlibat 3. Menganalisis efisisensi saluran tataniaga bayam berdasarkan marjin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan biaya 1. Marjin tataniaga 2. Farmer’s share 3. Rasio keuntungan dan biaya Hasniah 2005 Analisis Sistem dan Efisiensi Tataniaga Komoditas Pepaya Sayur di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat 1. Menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga pepaya sayur di desa Sukamaju. 2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar yang dihadapi oleh pepaya sayur produksi desa Sukamaju. 3. Menganalisis efisiensi tataniaga pepaya sayur desa Sukamaju dilihat dari segi operasional dan harga. 1. Marjin tataniaga 2. Farmer’s share 3. Rasio keuntungan dan biaya Faisal 2010 Analisis Tataniaga Sapi Potong di PT. Kariyana Gita Utama PT. KGU di Cicurug Sukabumi 1. Mengidentifikasi dan menganalisis pola saluran tataniaga sapi potong di PT. KGU. 2. Mengidentifikasi dan meganalisis lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong di PT. KGU. 3. Menganalisis marjin tataniaga, producer share, rasio keuntungan dan biaya tataniaga sapi potong di PT.KGU. Mengidentifikasi dan menganalisis struktur pasar tataniaga sapi potong di PT KGU. 1. Marjin tataniaga 2. Farmer’s Share 3. Rasio keuntungan dan biaya Purba 2010 Analisis Tataniaga Ubi Jalar Studi Kasus : Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat 1. Menganalisis lembaga dan fungsi tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar ubi jalar di desa Gunung Malang, kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor. 2. Menganalisis efisiensi tataniaga ubi jalar di desa Gunung Malang, kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor. 1. Marjin tataniaga 2. Producer’s Share 3. Rasio keuntungan dan biaya 22

2.3 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu