1 Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah provinsi dengan jumlah kabupatenkota terjangkit sampai dengan tahun 2004 sebanyak 326
kabupatenkota. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi. Angka insiden DBD secara nasional berfluktuasi dari tahun ke
tahun. Pada awalnya pola epidemik terjadi setiap lima tahunan, namun dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir mengalami perubahan dengan periode antara 2 – 5 tahunan.
Sedangkan angka kematian cenderung menurun. Pada tahun 2004, jumlah penderita DBD dilaporkan sebanyak 79.462 kasus dengan angka kematian CFR sebesar 1,2 dan angka
insiden sebesar 37,11 kasus per 100.000 penduduk. sumber: Profil P2M-PL 2004 Perkembangan angka insiden dan angka kematian karena DBD pada tahun 2000 – 2004 dapat
dilihat pada Gambar 3.15 di bawah ini.
GAMBAR 3.15 ANGKA INSIDEN PER 100.000 PENDUDUK DAN CFR
PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE TAHUN 2000 – 2004
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
40,00
0,0 0,5
1,0 1,5
2,0 2,5
3,0
Angka insiden 10,17
15,99 19,24
23,87 37,11
CFR 2,0
1,4 1,3
1,5 1,2
2000 2001
2002 2003
2004
Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI
Provinsi dengan angka insiden DBD tertinggi pada tahun 2004 adalah di Provinsi DKI Jakarta 260,08 per 100.000 penduduk, Kalimantan Timur 91,37 per 100.000 penduduk,
dan DI Yogyakarta 66,89 per 100.000 penduduk. Jumlah penderita, angka kematian, dan angka insiden DBD menurut provinsi pada tahun 2000 – 2004 dapat dilihat pada Lampiran
3.5, sedangkan jumlah kabupatenkota yang terjangkit penyakit DBD menurut provinsi tahun 2001 – 2004 dapat dilihat pada Lampiran 3.15.
Pada tahun 2004 terjadi KLB DBD di Indonesia. Pemerintah melalui Departemen Kesehatan dalam press release tanggal 16 Februari 2004 menetapkan bahwa telah terjadi
KLB DBD dan pada tanggal 24 Februari 12 provinsi dikategorikan sebagai provinsi KLB yaitu seluruh provinsi di pulau Jawa, NAD, Bali, Kalsel, Sulsel, NTB dan NTT. Insidence
Rate
tertinggi terjadi di DKI Jakarta yaitu 60,29 per 100.000 penduduk dengan CFR 0,8 disusul NTT IR 12,47 per 100.000 penduduk, CFR 4,1 dan DI Yogyakarta IR 11,94 per
100.000 penduduk, CFR 3,8. Beberapa daerah lainnya juga menunjukkan adanya peningkatan kasus yaitu di Provinsi Riau, Sumsel, Sumbar, Lampung, Kaltim, Kalteng,
Kalbar, Sulut dan Papua. Puncak KLB terjadi pada bulan Maret dan pada bulan April kasus
36
di semua daerah cenderung sudah menurun dan berangsur-angsur kasus di daerah KLB maupun non KLB kembali pada kondisi normal.
TABEL 3.26 KASUS DAN KEMATIAN PADA KLB DBD TAHUN 2004
Bulan Insidence Rate
per 100.000 penduduk
Case Fatality Rate Januari 5,4
2,0 Februari 11,4
1,2 Maret 27,3
1,1 April 1,4
0,6 Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI
2. Penyakit Diare
Angka kesakitan Diare tahun 2000 survei oleh Subdit Diare, Ditjen PPM-PL adalah 301 per 1.000 penduduk dan episode pada balita 1,3 kali per tahun. Pada tahun 2003 angka
kesakitan Diare meningkat menjadi 374 per 1.000 penduduk dan episode pada balita 1,08 kali per tahun. Angka kesakitan ini meningkat bila dibandingkan dengan hasil survei tahun 1996
yaitu 280 per 1.000 penduduk dan episode pada balita 1,08 kali per tahun.
Cakupan penderita Diare yang dilayani dan dilaporkan selama lima tahun terakhir cenderung menurun. Pada
tahun 2000 dilaporkan sebanyak 4.771.340 penderita, tahun 2001 sebanyak 2.873.414 penderita, tahun 2002 sebanyak 1.788.492 penderita, tahun 2003 sebanyak 1.950.745
penderita dan pada tahun 2004 hanya 596.050 penderita. Penurunan ini tidak dapat kita sebutkan sebagai insiden Diare menurun, tetapi karena cakupan penerimaan laporan juga
menurun.
Menurut hasil SKRT dalam beberapa survei dan Surkesnas 2001, penyakit Diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita sebagaimana disajikan pada
Tabel 3.27 berikut.
TABEL 3.27 PROPORSI DAN PERINGKAT PENYAKIT DIARE SEBAGAI
PENYEBAB KEMATIAN BAYI DAN BALITA, TAHUN 1986, 1992, 1995, DAN 2001
Penyebab Kematian Bayi Penyebab Kematian Balita
Tahun Survei Proporsi Peringkat Proporsi Peringkat
SKRT 1986 15,5
3 -
- SKRT 1992
11 . 2
- -
SKRT 1995 13,9
3 15,3
3 Surkesnas 2001
9,4 3
13,2 2
Sumber: SKRT dan Surkesnas
37
Pada tahun 2004, Diare merupakan penyakit dengan frekuensi KLB kelima terbanyak setelah DBD, Campak, Tetanus Neonatorum dan keracunan makanan. Perkembangan KLB Diare
lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.28 di bawah ini.
TABEL 3.28 KLB DIARE MENURUT JUMLAH PROVINSI DENGAN KLB,
JUMLAH KASUS, MENINGGAL, DAN CFR TAHUN 2000 – 2004
Tahun Jumlah Provinsi
dengan KLB Jumlah Kasus
Meninggal CFR
2000 16 5.680
109 1,92
2001 12 4.428
100 2,26
2002 15 5.789
94 1,62
2003 22 4.622
128 2,77
2004 17 1.315
53 1,60
Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI Profil PPM-PL 2004
h. Penyakit Rabies
Pada tahun 2004, jumlah kabupatenkota terjangkit Rabies sebanyak 123 kabupatenkota. Kasus gigitan hewan tertular Rabies sebanyak 12.559 orang. Jumlah
spesimen yang diperiksa sebanyak 1.378 dan yang positif 1.122 81,42. Pada tahun 2004 terjadi 40 kali KLB Rabies dengan 132 kasus dan 13 kasus
meninggal CFR 10. Jumlah dan persentase kabupaten terjangkit dan jumlah kasus gigitan hewan tertular
Rabies serta hasil pemeriksaan spesimen hewan menurut provinsi tahun 2004 dapat dilihat pada Lampiran 3.17.
i. Filariasis
Program eliminasi Filariasis dilaksanakan atas dasar kesepakatan global WHO tahun 2000 yaitu “The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health
Problem The Year 2020”. Jumlah kasus Filariasis kronis pada tahun 2004 sebanyak 8.243 orang yang tersebar di
231 kabupaten pada 30 provinsi. Terdapat 88 kabkota yang berstatus endemis Filariasis, tersebar di 22 provinsi. Sampai saat ini di Indonesia telah ditemukan 3 spesies cacing Filaria,
yaitu Wucherecia bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Jumlah penderita Filariasis menurut provinsi pada tahun 2000 – 2004 dapat dilihat pada Lampiran 3.3.
j. Frambusia
Penyakit Frambusia sampai saaat ini belum dapat dieliminasi dari seluruh wilayah Indonesia, meskipun secara nasional angka prevalensinya sudah kurang dari 1 per 10.000
penduduk. Prevalensi rate secara nasional pada tahun 20032004 adalah 0,26 per 10.000 penduduk. Daerah yang angka prevalensinya masih cukup tinggi, terutama di daerah-daerah
38