wilayah di Indonesia, terutama di Kawasan Timur Indonesia masih merupakan daerah endemis tinggi, antara lain Papua, Maluku, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah,
Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Untuk Kawasan Barat Indonesia beberapa daerah endemis tinggi antara lain di Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung dan
Riau. Dibandingkan dengan tahun 2003 terjadi peningkatan endemisitas di wilayah Sumatera.
Jumlah kasus dan APIAMI penyakit Malaria menurut provinsi tahun 2004 dapat dilihat pada Lampiran 3.4 dan Lampiran 3.5.
b. Penyakit TB Paru
Pada tahun 2003, TB Paru menjadi penyakit nomor dua terbanyak pada pasien rawat jalan dan penyakit terbanyak nomor enam pada pasien rawat inap di RSU
. Pada tahun 2004
TB Paru merupakan penyebab kematian terbanyak nomor 4 di rumah sakit di Indonesia. Menurut Surkesnas 2001, TB Paru menempati urutan ke-3 penyebab kematian umum 9,4.
Menurut SurkesnasSusenas 2004, 55 penduduk usia 15 tahun yang pernah menjalani tes dahakrontgen paru melaporkan hasil tes positif, 19 tidak mengetahui hasil
pemeriksaannya. Berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan dahakrontgen paru diperkirakan prevalensi TB Paru di Indonesia sekitar 240100.000 penduduk umur 15 tahun.
Pelaksanaan penanggulangan penyakit TB Paru telah dapat menurunkan prevalensi dari 130100.000 penduduk pada tahun 2001 menjadi 122100.000 penduduk pada tahun
2002 dan 115100.000 penduduk pada tahun 2003. Selain menyerang paru, Tuberkulosis dapat menyerang organ lain extra pulmonary
TB. Jumlah kasus TB yang terdeteksi pada tahun 2004 sebanyak 214.658 kasus terdiri dari 133.410 kasus dengan BTA+ 128.981 kasus baru, 4.429 kasus kambuh, 68.848 kasus
BTA- dengan rontgen positif, dan 4.267 kasus ekstra pulmoner. Angka kesembuhan untuk kasus baru BTA+ pada tahun 2003 mencapai 86 data tahun 2004 belum ada. Target
angka kesembuhan TB Paru BTA+ yang ingin dicapai sebesar 85.
c. Penyakit HIVAIDS
Perkembangan penyakit HIVAIDS terus menunjukkan peningkatan, meskipun berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan terus dilakukan. Semakin tingginya
mobilitas penduduk antar wilayah, menyebarnya sentra-sentra pembangunan ekonomi di Indonesia, meningkatnya perilaku seksual yang tidak aman, dan meningkatnya
penyalahgunaan NAPZA Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya melalui suntikan, secara simultan telah memperbesar tingkat risiko penyebaran HIVAIDS. Saat ini Indonesia
telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi concentrated level epidemic
, yaitu adanya prevalensi lebih dari 5 pada sub populasi tertentu misalnya pada kelompok penjaja seks dan pada para penyalahguna NAPZA. Tingkat epidemi ini
menunjukkan tingkat perilaku berisiko yang cukup aktif menularkan di dalam suatu sub populasi tertentu. Selanjutnya perjalanan epidemi akan ditentukan oleh jumlah dan sifat
hubungan antara kelompok berisiko tinggi dengan populasi umum.
Jumlah penderita HIVAIDS dapat digambarkan sebagai fenomena gunung es iceberg phenomena, yaitu jumlah penderita yang dilaporkan jauh lebih kecil daripada
jumlah penderita yang sebenarnya. Hal ini berarti bahwa jumlah penderita HIVAIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui dengan pasti. Jumlah kumulatif kasus HIVAIDS
yang dilaporkan sampai dengan 31 Desember 2004 sebanyak 6.050 kasus terdiri dari 3.368 kasus infeksi HIV dan 2.682 kasus AIDS, 740 kasus di antaranya telah meninggal dunia.
24
Kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta disusul Papua, Jawa Timur dan Bali. Sesuai data penduduk hasil sensus tahun 2000 kumulatif kasus AIDS per
100.000 penduduk secara nasional sebesar 1,33. Rate tertinggi terjadi di Papua diikuti DKI Jakarta, Bali, Maluku dan Sulawesi Utara. Cara penularan AIDS yang terbesar pada tahun
2003 adalah melalui hubungan heteroseksual, namun hingga akhir tahun 2004 cara penularan terbanyak yang dilaporkan adalah penularan pada penyalahguna NAPZA suntik Intravenous
Drug User
= IDU. Penularan yang terkait dengan IDU terjadi pada 44,1 kasus AIDS disusul penularan melalui hubungan heteroseksual 43,7, melalui hubungan homoseksual
5,5, melalui perinatal 1,8, melalui transfusi 0,1 dan 4,7 tidak diketahui cara penularannya.
GAMBAR 3.5 PROPORSI PENDERITA AIDS SECARA KUMULATIF
MENURUT CARA PENULARAN S.D. TAHUN 2004
Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI
43,7 5,5
4,7 1,8
44,1 0,1
IDU Heteroseks
Homoseks Tak diketahui
Perinatal Transfusi
Berikut ini gambaran mengenai perkembangan penderita HIVAIDS sampai dengan Desember 2004.
GAMBAR 3.6 JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF
PENGIDAP HIV YANG TERDETEKSI DARI BERBAGAI SARANA KESEHATAN
TAHUN 2000 – 2004
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
Tahun Jumlah kasu
s
Kasus baru 403
732 648
168 649
Kasus kumulatif
1172 1904
2552 2720
3368 2000
2001 2002
2003 2004
Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI
GAMBAR 3.7 JUMLAH KASUS BARU DAN KUMULATIF
PENDERITA AIDS YANG TERDETEKSI DARI BERBAGAI SARANA KESEHATAN
TAHUN 2000 – 2004
500 1000
1500
Tahun Jumlah kasu
s
Kasus baru 74
47 178
219 345
355 Kasus kumulatif
227 274
452 671
1016 1371
1998 1999
2000 2001
2002 2003
Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI
25