Penyakit Kusta Penyakit Menular

meningkat lagi menjadi 0,93 per 10.000 penduduk. Secara nasional, Indonesia sudah dapat mencapai eliminasi Kusta pada bulan Juni 2000. Jika ditinjau dari situasi global, Indonesia merupakan negara penyumbang jumlah penderita Kusta ketiga terbanyak setelah India dan Brazil. Masalah ini diperberat dengan masih tingginya stigma di kalangan masyarakat dan sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini sebagian besar penderita dan mantan penderita Kusta dikucilkan sehingga tidak mendapatkan akses pelayanan kesehatan serta pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya angka kemiskinan. Perkembangan penyakit Kusta yang diindikasikan dengan prevalensi dan penemuan penderita baru menunjukkan adanya penurunan prevalensi Kusta yang sangat tajam pada tahun 1991, di mana Multiple Drug Therapy MDT 24 dosis mulai digunakan. Jumlah penderita menurun dari 120.000 pada tahun 1990 menjadi 19.666 pada tahun 2004 sedangkan berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan Indikator Kinerja SPM pada Lampiran 3.9, dilaporkan adanya 19,283 kasus Kusta. Maka dengan sendirinya angka prevalensi menurun dari 5,9 menjadi 0,93 per 10.000 penduduk. Angka penemuan penderita baru menunjukkan adanya peningkatan penemuan penderita baru tahun 1997, 1998, 1999, yang kemungkinan disebabkan adanya intensifikasi penemuan penderita karena Leprosy Elimination Campaign LEC yang dilaksanakan di 109 kabupaten endemik pada tahun tersebut. Meskipun Indonesia sudah mencapai eliminasi Kusta pada pertengahan tahun 2000, sampai saat ini penyakit Kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat. Hal ini terbukti dari masih tingginya jumlah penderita Kusta di Indonesia. Pada tahun 2004 jumlah penderita baru yang ditemukan sebanyak 16.672 kasus dengan 12.957 kasus 78 di antaranya merupakan penderita tipe Multi Basiler MB yang diketahui merupakan tipe yang menular. Gambaran penderita Kusta dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.18 berikut. TABEL 3.18 JUMLAH PENDERITA KUSTA MENURUT TIPE DAN ANGKA PENEMUAN PENDERITA CDR PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 1999 – 2004 Jumlah Penderita Kusta Tahun Tipe MB Tipe PB Semua Tipe CDR 100.000 Penduduk 2000 11.267 3.430 14.697 7,22 2001 10.768 3.293 14.061 6,91 2002 12.376 3.853 16.229 7,77 2003 11.956 3.594 15.549 7,29 2004 12.957 3.715 16.672 - CDR = Case Detection Rate, MB = Multi Basiler, PB = Pausi Basiler Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI Di antara penderita baru yang ditemukan, 8,6 sudah mengalami kecacatan tingkat 2 kecacatan yang dapat dilihat dengan mata. Angka ini masih di atas indikator program yaitu 5. Sedangkan proporsi penderita anak di antara penemuan kasus baru Kusta adalah 10,6, juga masih di atas indikator program 5. Keadaan ini menggambarkan masih berlanjutnya penularan dan kurangnya kesadaran masyarakat akan penyakit Kusta sehingga ditemukan 29 sudah dalam keadaan cacat. Perkembangan proporsi kecacatan tingkat 2 dan perkembangan proporsi anak pada penderita Kusta baru selama 5 tahun terakhir terlihat pada Gambar 3.10 dan Gambar 3.11 di bawah ini. GAMBAR 3.10 PROPORSI KECACATAN TINGKAT 2 PADA PENDERITA BARU KUSTA TAHUN 2000 - 2004 8.4 8.9 7.7 8 8.6 7 7.5 8 8.5 9 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun C acat der ajat II Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI GAMBAR 3.11 PROPORSI PENDERITA ANAK PADA PENDERITA KUSTA BARU TAHUN 2000-2004 10.2 10.05 8.9 10.6 10.7 2 4 6 8 10 12 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI Sementara itu, dari peta berikut ini terlihat bahwa Indonesia masih banyak menyimpan kantong-kantong Kusta yang kebanyakan berada di Kawasan Timur Indonesia. 30 Pada tahun 2004 ada 12 provinsi yang masih belum mencapai eliminasi Kusta, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. GAMBAR 3.12 SITUASI KUSTA TAHUN 2004 Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI

f. Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi PD3I

PD3I penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi merupakan penyakit yang diharapkan dapat diberantasditekan dengan pelaksanaan program imunisasi. PD3I yang dibahas dalam bab ini mencakup penyakit Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri, Pertusis, dan Hepatitis B. Sedangkan untuk Polio akan diuraikan dalam Bab IV. 1 Tetanus Neonatorum Jumlah kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus dengan angka kematian CFR 56. Angka ini sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini diduga karena meningkatnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan. Namun secara keseluruhan CFR masih tetap tinggi. Penanganan Tetanus Neonatorum memang tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah usaha pencegahan yaitu pertolongan persalinan yang higienis ditunjang dengan imunisasi TT pada ibu hamil. 31 GAMBAR 3.13 JUMLAH KASUS DAN CFR TETANUS NEONATORUM DI INDONESIA TAHUN 2000 – 2003 50 100 150 200 250 300 Jumlah kasuskemati a 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 CFR Kasus 281 183 147 175 Meninggal 183 100 91 98 CFR 48,04 54,64 61,90 56,00 2000 2001 2002 2003 Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI Jumlah kasus Tetanus Neonatorum pada tahun 2003 terbanyak dijumpai di Provinsi Banten 46 penderita, Jawa Timur 38 penderita, dan Lampung 16 penderita. 2 Campak Campak merupakan penyakit menular yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa KLB. Sepanjang tahun 2004 frekuensi KLB Campak menempati urutan kedua, setelah DBD. KLB Campak 2004 terjadi sebanyak 97 kali dengan jumlah kasus sebanyak 2.818 dan 44 kematian CFR: 1,56. Perkembangan frekuensi KLB Campak dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.19 berikut. TABEL 3.19 FREKUENSI, JUMLAH PENDERITA, DAN CFR KLB CAMPAK TAHUN 1999 – 2004 Tahun Frekuensi KLB Jumlah Penderita CFR 2000 101 1.259 0,3 2001 32 85 1,6 2002 247 5.509 1,45 2003 89 2.914 0,3 2004 97 2.818 1,56 Sumber: Ditjen PPM-PL, Depkes RI 32