Kebiasaan Mengkonsumsi Jenis Makanan Berserat

BAB I I I SI T U ASI DERAJ AT K ESEH AT AN

Untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia berikut ini disajikan situasi mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat.

A. MORTALITAS

Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu. Di samping itu kejadian kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survei dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit penyebab utama kematian yang terjadi pada periode terakhir akan diuraikan di bawah ini. 1. Angka Kematian Bayi AKB Data kematian yang terdapat pada suatu komunitas dapat diperoleh melalui survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di fasilitas kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. AKB di Indonesia berasal dari berbagai sumber, yaitu Sensus Penduduk, SurkesnasSusenas, dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI. Dalam beberapa tahun terakhir AKB telah banyak mengalami penurunan yang cukup besar meskipun pada tahun 2001 meningkat kembali sebagai dampak dari berbagai krisis yang melanda Indonesia. Pada tahun 1995 AKB diperkirakan sebesar 55 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian turun menjadi 52 pada tahun 1997, dan turun lagi menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1999, kemudian naik menjadi menjadi 47 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. AKB menurut hasil SurkesnasSusenas berturut-turut pada tahun 2001 sebesar 50 per 1.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2002 sebesar 45 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB menurut hasil SDKI 2002-2003 terjadi penurunan yang cukup besar dari tahun 1997 sebesar 52 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2002-2003. Provinsi dengan AKB terendah adalah Bali 14 per 1.000 kelahiran hidup, DI Yogyakarta 20 per 1.000 kelahiran hidup, dan Sulawesi Utara 25 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB tertinggi di Provinsi Gorontalo 77 per 1.000 kelahiran hidup, Nusa Tenggara Barat 74 per 1.000 kelahiran hidup, dan Sulawesi Tenggara 67 per 1.000 kelahiran hidup. Gambaran perkembangan estimasi AKB dari beberapa sumber dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini. 13 TABEL 3.1 ESTIMASI ANGKA KEMATIAN BAYI PER 1.000 KELAHIRAN HIDUP DI INDONESIA MENURUT SUPAS 1995 DAN SUSENAS TAHUN 1995 S.D TAHUN 2003 Tahun Estimasi SUPAS 1995 [a] Estimasi SUSENAS [b] SDKI [c] 1995 55 56 - 1996 54 - - 1997 52 - 52 1998 50 49 - 1999 44 - - 2000 47 - - 2001 - 50 - 2002 - 45 35 2003 - - 35 Sumber: [a] Indikator Kesejahteraan Anak 2001 estimasi SUPAS 1995, [b] estimasi Susenas 2002-2003, dan [c] SDKI 2002-2003 Keterangan: National Human Development Report 2004 menyebutkan AKB tahun 2002 sebesar 43,5 per 1.000 kelahiran hidup Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002-2003 dinyatakan pula AKB menurut berbagai karakteristik latar belakang, yaitu menurut tempat tinggal di perkotaan dan di perdesaan, tingkat pendidikan, dan menurut indeks kekayaan. AKB menurut ketiga karakteristik latar belakang tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini. GAMBAR 3.1 ANGKA KEMATIAN BAYI AKB MENURUT LATAR BELAKANG TEMPAT TINGGAL, 2002-2003 GAMBAR 3.2 ANGKA KEMATIAN BAYI AKB MENURUT LATAR BELAKANG PENDIDIKAN, 2002-2003 32 52 10 20 30 40 50 60 Perkotaan Perdesaan 67 65 43 36 23 20 40 60 8 Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tidak tamat SMP SMP+ GAMBAR 3.3 ANGKA KEMATIAN BAYI AKB MENURUT LATAR BELAKANG INDEKS KEKAYAAN, 2002-2003 61 50 44 36 17 10 20 30 40 50 60 70 Terendah Tengah bawah Tengah Tengah atas Atas 14