Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah BBLR Gizi Balita
GAMBAR 3.19 PERSENTASE BALITA GIZI BURUK, GIZI KURANG, GIZI BAIK
DAN GIZI LEBIH, TAHUN 1998 – 2003
20 40
60 80
100
pers en
Gizi lebih 3,15
4,58 3,25
2,7 2,3
2,24 Gizi baik
67,33 69,06
72,09 71,1
71,88 69,59
Gizi kurang 19
18,25 17,13
19,8 18,35
19,62 Gizi buruk
10,51 8,11
7,53 6,3
7,47 8,55
1998 1999
2000 2001
2002 2003
Sumber: SusenasSurvei Garam Yodium Rumah Tangga dan SKRT
Dari laporan hasil Survei Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga tahun 2002 dan 2003 diketahui bahwa persentase balita yang bergizi baiknormal sebesar 71,88 pada tahun
2002 dan 69,59 pada tahun 2003. Balita yang bergizi kurangburuk atau dikenal dengan istilah Kurang Kalori Protein KKP sebesar 25,82 pada tahun 2002 dan 28,17 pada tahun
2003, dan selebihnya yaitu balita yang bergizi lebih sebesar 2,30 pada tahun 2002 dan 2,24 pada tahun 2003.
Dari SKRT tahun 2004, persentase balita yang bergizi baiknormal sebesar 74,8. Balita yang bergizi kurangburuk atau KKP sebesar 22. Persentase balita menurut status
gizi dan jenis kelamin pada tahun 2002 - 2004 disajikan pada Tabel 3.41 berikut ini.
TABEL 3.41 PERSENTASE BALITA MENURUT STATUS GIZI DAN JENIS KELAMIN
TAHUN 2002 - 2004
2002 2003 2004 Laki-
laki Perempuan
Laki-laki + Perempuan
Laki- laki
Perempuan Laki-laki +
Perempuan Laki-
laki Perempuan
Laki-laki + Perempuan
BPS, 2002-2003 SKRT 2004
Lebih 2,04 2,58 2,3
2,03 2,47 2,24
3.5 2.8 3.2 Normal
70,46 73,37 71,88 67,89 71,41 69,59
74.5 75.2 74.8 Kurang
19,46 17,18 18,35 20,73 18,43
19,62 18.9 18.5 18.8
Buruk 8,03 6,88 7,47
9,35 7,69 8,55
3.0 3.4 3.2 Sumber: BPS, Survei Garam Konsumsi Yodium Rumah Tangga, 2002-2003 dan SKRT 2004
Dari tabel di atas dapat diketahui persentase balita perempuan yang bergizi baik relatif lebih tinggi daripada balita laki-laki.
Sementara itu, untuk persentase balita dengan status gizi buruk menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 3.20 berikut ini, sedangkan data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 3.25.
49
GAMBAR 3.20 PERSENTASE BALITA STATUS GIZI BURUK
MENURUT PROVINSI, TAHUN 2003
Gorontalo Papua
Kalimantan Barat Sumatera Utara
Nusa Tenggara Timur Riau
Nusa Tenggara Barat Sumatera Selatan
Sulawesi Selatan Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan Sulawesi Tengah
Kalimantan Tengah Kepulauan Bangka Belitung
Maluku Utara Kalimantan Timur
Maluku Banten
Lampung Bengkulu
Sumatera Barat DKI Jakarta
Jawa Tengah Jawa Timur
Sulawesi Tenggara Jawa Barat
DI Yogyakarta Bali
Jambi 5
10 15
20 25
Indonesia 8,55
Persentase balita dengan status gizi buruk menurut provinsi dalam bentuk peta wilayah Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.21 berikut ini.
GAMBAR 3.21 PERSENTASE BALITA STATUS GIZI BURUK
MENURUT PROVINSI, TAHUN 2003
50
Persentase balita dengan status gizi buruk dan kurang menurut provinsi dalam bentuk peta wilayah Indonesia dapat dilihat pada Gambar 3.22 di bawah ini.
GAMBAR 3.22 PERSENTASE BALITA STATUS GIZI BURUK DAN KURANG
MENURUT PROVINSI, TAHUN 2003
3. Status Gizi Wanita Usia Subur Kurang Energi Kronik KEK
Salah satu cara untuk mengetahui status gizi Wanita Usia Subur WUS umur 15-49 tahun adalah dengan melakukan pengukuran Lingkar Lengan Atas LILA. Hasil pengukuran
ini bisa digunakan sebagai salah satu cara dalam mengidentifikasi seberapa besar seorang wanita mempunyai risiko untuk melahirkan bayi BBLR. Indikator Kurang Energi Kronik
KEK menggunakan standar LILA 23,5cm. Dari hasil survei BPS tahun 2000-2003 diperoleh gambaran risiko KEK yang diukur berdasarkan LILA menurut kelompok umur,
seperti terlihat dalam Gambar 3.23 berikut.
GAMBAR 3.23 PERSENTASE WANITA USIA SUBUR DENGAN
LILA 23,5 CM BERISIKO KEK, TAHUN 2000 – 2003
10 20
30 40
50
pe rs
e n
2000 38.04
26.59 19.01
15.11 14.04
13.16 13.16
2001 40.85
27.53 19.12
14.59 12.9
13.18 13.18
2002 35.7
23.7 18.7
18 10.4
11 11
2003 35.1
21.43 13.82
10.17 8.6
9.62 10.1
2004 15-19
20-24 25-29
30-34 35-39
40-44 45-49
Sumber: BPS, Survei Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga
51
Persentase WUS yang berstatus gizi baik dalam 4 tahun 2001-2004 mengalami peningkatan. Persentase WUS yang berstatus gizi baik lebih tinggi di perkotaan daripada
WUS di perdesaan. Persentase WUS berstatus gizi baik menurut daerah tempat tinggal pada tahun 2001 – 2004 dapat dilihat pada Gambar 3.24 di bawah ini.
GAMBAR 3.24 PERSENTASE WUS BERSTATUS GIZI BAIK
MENURUT DAERAH TEMPAT TINGGAL 2001 – 2004
70 75
80 85
90
per s
en
Perkotaan 80.61
83.57 84.28
82.1 Perdesaan
76.64 81.39
82.35 78.7
Perkotaan+Perdesaan 78.47
82.42 83.3
80.3 2001
2002 2003
2004
Sumber: BPS, Survei Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga 2001-2003, dan SKRT 2004
Hasil Survei GAKY 2003 menunjukkan sebesar 16,7 WUS mempunyai risiko KEK, sedangkan SKRT 2004 menunjukkan sebesar 19,7 mempunyai risiko KEK. Di perkotaan
persentase WUS yang mempunyai risiko KEK lebih rendah dibandingkan di perdesaan yaitu masing-masing 15,72 dan 17,65. Persentase WUS yang mempunyai risiko KEK terbesar
di Provinsi Nusa Tenggara Timur 29,63 dan yang terendah di Provinsi Kalimantan Tengah 7,56. Persentase WUS yang mempunyai risiko KEK menurut provinsi dapat
diuraikan dalam Gambar 3.25 berikut.
GAMBAR 3.25 PERSENTASE WANITA USIA SUBUR WUS YANG MEMPUNYAI RISIKO KEK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2003
29.63 24.88
24.04 22.38
20.21 20.1
19.58 18.36
17.5 16.85
16.61 16.09
15.67 15.61
15.44 14.95
14.7 14.43
14.3 13.97
13.91 13.12
12.42 12.41
11.98 10.97
10.01 8.04
7.56 Nusa Tenggara Timur
Maluku Nusa Tenggara Barat
DI Yogyakarta Jawa Tengah
Papua Jawa Timur
Banten Sumatera Selatan
Sulawesi Selatan Bangka Belitung
Maluku Utara Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara Gorontalo
Kalimantan Barat Kalimantan Selatan
Lampung Jawa Barat
Bengkulu DKI Jakarta
Jambi Sumatera Utara
Sumatera Barat Riau
Bali Kalimantan Timur
Sulawesi Utara Kalimantan Tengah
5 10
15 20
25 30
35
Sumber: BPS, Survei Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga
52
4. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium Salah satu masalah gizi yang perlu mendapat perhatian adalah masalah Gangguan
Akibat Kekurangan Yodium GAKY. GAKY dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik dan keterbelakangan mental. Gangguan pertumbuhan fisik meliputi pembesaran kelenjar
tiroid gondok, kretin badan kerdil, gangguan motorik kesulitan berdiri atau berjalan normal, bisu, tuli, dan mata juling. Sedangkan keterbelakangan mental termasuk
berkurangnya tingkat kecerdasan anak.
Angka prevalensi gondok atau Total Goiter Rate TGR dihitung berdasarkan seluruh stadium pembesaran kelenjar, baik yang teraba pallable maupun yang terlihat visible.
Pada tahun 1980, TGR didapatkan dari survei GAKY sebesar 37,2. Prevalensi ini menurun menjadi 27,7 pada tahun 1990 dan turun drastis menjadi 9,8 pada tahun 1998. Walaupun
terjadi penurunan yang cukup berarti, GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensinya masih di atas 5.
Dalam dekade terakhir, ada 3 tiga survei: 1993,19961998 dan 2003. Tahun1993, survei dilakukan di 5 provinsi yang dikenal sebagai endemik gondok tinggi. Tahun
19961998, survei nasional kedua GAKY dilakukan di 27 provinsi, TGR anak sekolah tingkat nasional 9,8 . Tahun 2003, survei evaluasi di seluruh kabupatenkota kecuali Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua.
WHOUNICEFICCID mengkategorikan endemisitas daerah dalam 4 empat kategori menurut besar TGR. TGR digunakan untuk menilai status GAKY masyarakat
sekaligus untuk evaluasi dampak program terhadap perbaikan status GAKY. Dalam survei data dasar 19961998 TGR diperoleh dari hasil palpasi anak sekolah umur 6-12 tahun,
sedangkan survei evaluasi 2003, TGR diperoleh dari hasil palpasi anak sekolah umur 8-10 tahun. Hasil kedua survei tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.42 sebagai berikut ini.
TABEL 3.42 PERUBAHAN ENDEMISITAS GAKY KABUPATENKOTA
TAHUN 19961998 DAN 2003
KabupatenKota Endemisitas
19961998 2003 Kategori
TGR N N Non-endemik
5 123 44,7 148 43,3
Endemik ringan 5,0 – 19,9
106 38,6
122 35,7
Endemik sedang 20,0 – 29,9
30 10,9
42 12,2
Endemik berat = 30
16 5,8
30 8,8
Total 275 100 342 100
Sumber: Dit. Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas
Status TGR dari 2 survei terakhir pada tingkat kabupaten bervariasi dari yang terendah 0,0 hingga yang tertinggi 58,1. Tahun 19961998, 5,8 kabupatenkota
termasuk kategori endemik berat, 10,9 kabkota termasuk dalam kategori endemik sedang, 38,6 termasuk kategori endemik ringan, dan 44,7 termasuk dalam kategori non-endemik.
Pada tahun 2003, 8,8 kabupatenkota termasuk kategori endemik berat, 12,2 kabupatenkota termasuk dalam kategori endemik sedang, 35,7 termasuk kategori endemik
ringan, dan 43,3 termasuk dalam kategori non-endemik.
53
Secara keseluruhan, proporsi kabupatenkota dengan kategori non-endemik dan endemik ringan sedikit menurun dari tahun 19961998 dibanding tahun 2003. Sebaliknya,
proporsi kabupaten kategori sedang dan berat sedikit meningkat. Dengan meningkatkan program penanggulangan GAKY diharapkan proporsi kabupatenkota dengan kategori non-
endemik dan endemik ringan meningkat, dan proporsi kabupatenkota dengan kategori sedang dan berat diharapkan menurun. Persentase desakelurahan yang dilaporkan dengan
garam beryodium yang baik menurut provinsi tahun 2003 dapat dilihat pada Lampiran 3.26.
Demikian gambaran singkat mengenai situasi derajat kesehatan di Indonesia sampai dengan tahun 2004.
54