PEMBIAYAAN KESEHATAN SI T U ASI SU M BER DAY A K ESEH AT AN

GAMBAR 5.24 ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN RUTIN DEPKES TAHUN 2000 – 2004 500,000,000 1,000,000,000 1,500,000,000 2,000,000,000 2,500,000,000 3,000,000,000 Ribuan rupiah Alokasi 1,380,694,850 1,511,095,708 989,069,545 1,372,514,222 Realisasi 1,950,127,181 2,613,060,056 938,407,224 1,436,450,393 2000 2001 2002 2003 2004 Sumber: Biro Keuangan dan Perlengkapan, Depkes RI Pada tahun 2004, jumlah alokasi anggaran rutin Departemen Kesehatan sebesar 1.372,51 milyar rupiah. Alokasi terbesar adalah untuk Sekretariat Jenderal 922,13 milyar rupiah, Badan PPSDM Kesehatan 192,03 milyar rupiah, dan Ditjen Pelayanan Medik 147,81 milyar rupiah. Sedangkan yang terendah adalah untuk Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alkes 7,87 milyar rupiah, Inspektorat Jenderal 10,54 milyar rupiah, dan Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat 18,82 milyar rupiah. Dari jumlah alokasi anggaran rutin Departemen Kesehatan pada tahun 2004 sebesar itu, telah berhasil digunakan realisasi sebesar 1.436,45 milyar rupiah atau sebesar 104,7. Persentase realisasi terbesar adalah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 129,5, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat 117,5, dan Inspektorat Jenderal 111,4. Sedangkan yang terkecil adalah Ditjen Pelayanan Medik dan Ditjen PPMPL 96,1. Alokasi dan realisasi anggaran rutin Departemen Kesehatan menurut unit kerja pada tahun 2004 disajikan pada Lampiran 5.37. Pada periode tahun 2000 – 2004, jumlah alokasi anggaran pembangunan Departemen Kesehatan yang terdiri atas rupiah murni dan PHLN baik yang dikelola oleh unit pusat maupun yang didistribusikan untuk seluruh provinsi sebagai dana dekonsentrasi, cenderung meningkat yaitu dari 1.532,62 milyar rupiah pada tahun 2000 menjadi 1.841,28 milyar rupiah pada tahun 2001 atau naik sebesar 20,14, naik lagi menjadi 2.451,85 milyar rupiah pada tahun 2002 atau naik sebesar 33,16, dan kemudian menjadi 5.138,55 milyar rupiah pada tahun 2003 atau naik sebesar 109,58, dan pada tahun 2004 juga sedikit turun menjadi 4.784,19 milyar rupiah atau turun sebesar 6,9. Sedangkan realisasinya pada tahun 2000 sebesar 853,05 milyar rupiah 55,7, pada tahun 2001 sebesar 966,04 milyar rupiah 52,1, pada tahun 2002 sebesar 2.287,13 milyar rupiah 93,3, pada tahun 2003 sebesar 4.290,4 milyar rupiah 83,5, dan pada tahun 2004 sebesar 3.767,26 milyar rupiah 78,7. Alokasi dan realisasi anggaran pembangunan Departemen Kesehatan dapat dilihat pada Gambar 5.25 di bawah ini. 117 GAMBAR 5.25 ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN PEMBANGUNAN DEPKES TAHUN 2000 – 2004 1,000,000,000 2,000,000,000 3,000,000,000 4,000,000,000 5,000,000,000 6,000,000,000 Ribuan rupiah Alokasi 1,532,617,719 1,853,250,242 2,451,846,085 5,138,546,085 4,784,192,194 Realisasi 853,050,987 966,038,873 2,287,134,804 4,290,402,595 3,767,260,566 2000 2001 2002 2003 2004 Sumber: Biro Keuangan dan Perlengkapan, Depkes RI Dari jumlah alokasi anggaran pembangunan Departemen Kesehatan pada tahun 2004 sebesar 4.784,19 milyar rupiah, alokasi terbesar adalah untuk Program Upaya Kesehatan 4,200,59 milyar rupiah, sedangkan alokasi terkecil untuk Program Obat, Makanan dan Bahan Berbahaya 11,97 milyar rupiah. Persentase realisasi anggaran pembangunan Departemen Kesehatan pada tahun 2004 sebesar 78,7, dengan persentase realisasi terbesar adalah Program Obat, Makanan, dan Bahan Berbahaya 98,7, Program Upaya Kesehatan 81,6, dan Program Perbaikan Gizi 68,6, sedangkan yang terkecil adalah Program Sumber Daya Kesehatan 49 dan Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, dan Pemberdayaan Masyarakat 52,3. Alokasi dan realisasi anggaran rutin Departemen Kesehatan menurut program pada tahun 2004 disajikan pada Lampiran 5.38. Sementara itu, bila dilihat menurut Eselon I Pusat, dari alokasi anggaran Departemen Kesehatan yang dialokasikan pada unit pusat sebesar 2.228,06 milyar rupiah pada tahun 2004, alokasi terbesar adalah untuk Sekretariat Jenderal 1.306,79 milyar rupiah, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan 525,97 milyar rupiah, dan untuk Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat 167,58 milyar rupiah, sedangkan alokasi terkecil adalah untuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan 11,97 milyar rupiah, sedangkan untuk Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 26,96 milyar rupiah, dan untuk Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan 76,5 milyar rupiah. Persentase anggaran pembangunan Departemen Kesehatan yang dialokasikan pada unit pusat pada tahun 2004 sebesar 87,4, dengan persentase realisasi terbesar adalah Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alkes 98,7, Sekretariat Jenderal 91,4, dan Ditjen Pelayanan Medik 90,9, sedangkan yang terkecil adalah Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 54, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat 63,4, dan Badan PPSDM Kesehatan 69. Alokasi dan realisasi angagaran rutin Departemen Kesehatan menurut Eselon I Pusat pada tahun 2004 disajikan pada Lampiran 5.39. Untuk daerah, data terakhir adalah data tahun 2003. Pada tahun 2003 alokasi terbesar adalah untuk Provinsi Jawa Timur 223,58 milyar rupiah, Jawa Tengah 191,71 milyar rupiah, dan untuk Jawa Barat 189,6 milyar rupiah. Sedangkan alokasi terkecil adalah untuk Provinsi Banten 45 milyar rupiah, Maluku Utara 45,03 milyar rupiah, dan untuk Kepulauan Bangka Belitung 47,4 milyar rupiah. Realisasi anggaran pembangunan yang dialokasikan ke daerah pada tahun 2003 sebesar 80,41. Provinsi dengan realisasi anggaran 118 terbesar adalah Provinsi Banten 99,88, Maluku Utara 99,49, dan Jambi 99,37. Sedangkan realisasi terkecil adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur 40,11, Bali 50,32, dan Jawa Timur 64,24. Realisasi anggaran pembangunan menurut provinsi pada tahun 2003 dapat dilihat pada Lampiran 5.40. Perkembangan alokasi anggaran pembangunan Departemen Kesehatan tahun 2000 – 2004 disajikan pada Gambar 5.26 di bawah ini. GAMBAR 5.26 ALOKASI ANGGARAN PEMBANGUNAN DEPKES MENURUT PUSAT DAN DAERAH TAHUN 2000 – 2004 1,000,000,000 2,000,000,000 3,000,000,000 4,000,000,000 5,000,000,000 6,000,000,000 Ribuan rupiah Daerah 789,402,923 1,081,510,18 1,010,677,64 2,477,564,59 Tdk ada data Pusat 743,214,796 759,768,930 1,441,168,43 2,660,981,48 2,228,061,74 2000 2001 2002 2003 2004 Sumber: Biro Keuangan dan Perlengkapan, Depkes RI Sesungguhnya salah satu indikator yang cukup sensitif untuk mengetahui situasi pembiayaan kesehatan adalah pembiayaan kesehatan per kapita, namun sampai saat ini data pembiayaan kesehatan per kapita sangat sulit diperoleh, karena melibatkan data pembiayaan dari berbagai sumber seperti pemerintah pusat dan daerah, swasta, dan masyarakat. Data yang tersedia adalah alokasi anggaran pembangunan kesehatan per kapita per tahun yang dihitung berdasarkan alokasi anggaran pembangunan Departemen Kesehatan untuk pusat dan untuk daerah dana dekonsentrasi, tidak termasuk anggaran kesehatan yang bersumber dari APBD provinsi dan APBD kabupatenkota. Pada tahun 2000 alokasi anggaran pembangunan bersumber APBN per kapita per tahun hanya 7.450 rupiah, untuk tahun 2001 hanya 8.840 rupiah, untuk tahun 2002 hanya 11.620 rupiah, dan untuk tahun 2003 hanya 23.970 rupiah. Alokasi anggaran pembangunan bersumber APBN per kapita tahun 2000 – 2003 dapat dilihat pada Gambar 5.27 berikut ini. GAMBAR 5.27 ALOKASI ANGGARAN PEMBANGUNAN BERSUMBER APBN PERKAPITA TAHUN 2000 – 2003 7,450 4,088 11,620 23,970 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 2000 2001 2002 2003 119 Pada tahun 2000, dalam pertemuan antara Departemen Kesehatan dengan seluruh BupatiWalikota se-Indonesia, disepakati bahwa pemerintah daerah akan mengalokasikan 15 dari APBD-nya untuk pembiayaan kesehatan. Walaupun sampai saat ini data mengenai alokasi biaya kesehatan di kabupatenkota secara lengkap relatif sulit dapat diperoleh, namun demikian berdasarkan hasil pengumpulan data sumber daya dari Dinas Kesehatan Kabupatenkota, menunjukkan bahwa persentase APBD untuk kesehatan terhadap total APBD kabupatenkota untuk tahun 2001 – 2003 relatif tidak banyak berubah dan masih terlalu kecil bila dibandingkan dengan alokasi yang telah disepakati, yaitu berkisar antara 1,3 – 8. Persentase APBD untuk kesehatan terhadap APBD KabupatenKota menurut provinsi tahun 2001 – 2003 dapat dilihat pada Lampiran 5.41. 2. Pembiayaan Kesehatan oleh Masyarakat Untuk melihat gambaran biaya kesehatan yang dikeluarkan rumah tangga menurut jenis biayanya, biaya kesehatan dikelompokkan ke dalam biaya pengobatan tradisional, biaya mengobati sendiri, dan biaya produk dan jasa kesehatan lainnya. Untuk pengobatan tradisional, rata-rata tertinggi besarnya biaya kesehatan yang dikeluarkan rumah tangga untuk adalah di Provinsi DKI Jakarta Rp. 5.871,02, Jambi Rp. 3.791,70, dan Bali Rp. 3.710,31, sedangkan yang terendah adalah di Provinsi Gorontalo Rp. 849,68, Papua Rp. 904,53, dan Nusa Tenggara Barat Rp.1.137,08. Untuk mengobati sendiri, rata-rata tertinggi besarnya biaya kesehatan yang dikeluarkan rumah tangga adalah di Provinsi Maluku Utara Rp. 12.857,14, Papua Rp. 10.251,98, dan DKI Jakarta Rp. 8.860,30, sedangkan yang terendah adalah di Provinsi Bengkulu Rp. 4.051,99, Sulawesi Selatan Rp. 4.136,14, dan Nusa Tenggara Timur Rp. 4.442,28. Untuk biaya produk dan jasa kesehatan lainnya, rata-rata tertinggi besarnya biaya kesehatan yang dikeluarkan rumah tangga adalah di Provinsi DKI Jakarta Rp. 7.647,98, Papua Rp. 6.441,40, dan Jambi Rp. 4.445,97, sedangkan yang terendah adalah di Provinsi Sulawesi Tenggara Rp. 375,19, Sulawesi Selatan Rp. 407,45, dan Gorontalo Rp. 526,18. Rata-rata besarnya biaya kesehatan yang dikeluarkan rumah tangga menurut provinsi, jenis biaya kesehatan, dan daerah tempat tinggal pada tahun 2004 dapat dilihat pada Lampiran 5.42. Persentase rumah tangga menurut sumber dana yang digunakan untuk pembiayaan kesehatan, dan daerah tempat tinggal pada tahun 2004 dapat dilihat pada Lampiran 5.43, Lampiran 5.43.a, dan Lampiran 5.43.b. Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan kesehatannya, sejak lama sudah dikembangkan berbagai cara untuk memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat. Tingkat kesertaan masyarakat dalam upaya jaminan pemeliharaan kesehatan selama beberapa tahun terakhir dapat dilihat dalam Gambar 5.28 berikut ini. 120 GAMBAR 5.28 PROPORSI PEMBIAYAAN KESEHATAN MASYARAKAT BERDASARKAN SUMBER PEMBIAYAAN TAHUN 1993, 2001 - 2004 20 40 60 80 100 Non JPK 84.5 79.8 78.9 76.4 73.7 JPK 15.5 20.2 21.1 23.6 26.3 1993 2001 2002 2003 2004 Sumber: - data 1993, Laporan Bank Dunia - data 2001, Hasil analisis lanjut data SUSENAS - data 2002-2004, Laporan Dinkes Provinsi Rincian jumlah dan persentase kepesertaan penduduk dalam jaminan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 5.44. Pada saat ini berkembang berbagai cara pembiayaan kesehatan pra upaya, yaitu Dana Sehat, Asuransi Kesehatan Askes, Asuransi Tenaga Kerja AstekJaminan Sosial Tenaga Kerja Jamsostek, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat JPKM, dan asuransi kesehatan lainnya, serta Kartu Sehat untuk penduduk miskin. Perkembangan kepesertaan masyarakat dalam jaminan pemeliharaan kesehatan pada tahun 2002 – 2004 dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Rincian distribusi kepesertaan penduduk dalam jaminan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 5.45. GAMBAR 5.29 PERSENTASE KEPESERTAAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN TAHUN 2002 – 2004 2 4 6 8 10 12 14 2002 7.15 1.75 1.07 1.09 9.45 0.57 2003 7.19 3.59 2.18 1.04 8.31 1.3 2004 7.0 2.5 1.5 1.03 12.6 2.3 Askes Jamsostek Dana Sehat JPKM Kartu Sehat Lain-lain Sumber: Laporan Dinkes Provinsi 121

BAB V I PERBAN DI N GAN I N DON ESI A DEN GAN N EGARA LAI N

Indonesia dengan beberapa negara di Asia Tenggara tergabung dalam sebuah perkumpulan antar negara yang biasa dikenal dengan Association of South East Asian Nations ASEAN. Perkumpulan ini mulai terbentuk pada tahun 1967, yang pada awalnya hanya terdiri dari lima negara dan saat ini sudah berkembang menjadi sepuluh negara anggota di dalamnya. Di antara ke-sepuluh negara anggota ASEAN ada yang termasuk dalam kategori negara maju sedangkan secara umum anggota lainnya termasuk ke dalam kategori negara berkembang.

A. KEPENDUDUKAN 1.

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan data yang disampaikan dalam “WHO Health Report 2005”, tercatat bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk terbanyak di antara negara anggota ASEAN. Vietnam merupakan negara berpenduduk terbanyak kedua di ASEAN dengan jumlah sekitar 81 juta jiwa dan yang paling sedikit penduduknya adalah Brunei Darussalam sekitar 358 ribu jiwa. Sementara bila dilihat berdasarkan kepadatan penduduknya, Singapura tercatat sebagai negara yang paling padat yaitu sekitar 6.004 penduduk per km 2 , kemudian Philipina dengan 270 penduduk per km 2 dan terakhir adalah Laos 24 penduduk per km 2 .

2. Laju Pertumbuhan Penduduk

Selama kurun waktu 1993 – 2003, laju pertumbuhan penduduk yang tertinggi di antara negara anggota ASEAN terjadi di negara Kamboja dengan pertumbuhan sebesar 2,7 . Sementara itu, meski Singapura tingkat kepadatan penduduknya cukup tinggi ternyata laju pertumbuhan penduduknya pun merupakan tertinggi kedua di antara negara ASEAN 2,6. Untuk kurun waktu tersebut, Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk 1,4 persen, sedangkan yang terendah terjadi di Thailand dengan angka sebesar 1,1 persen. 3. Penduduk Menurut Kelompok Usia Dilihat dari persentase penduduk menurut kelompok usia 0–14 tahun untuk keadaan tahun 2003, Laos dan Kamboja merupakan negara yang terbesar dengan kelompok usia tersebut, masing-masing adalah 44,1 dan 42. Sementara itu di Indonesia sebesar 29,7, sedangkan Thailand dan Singapura merupakan negara dengan komposisi penduduk kelompok usia 0 – 14 tahun terendah, masing-masing 21,3 dan 20,8. 122 Keadaan sebaliknya terjadi pada persentase penduduk usia 65 tahun ke atas, dimana Singapura dan Thailand yang terbesar masing – masing 7,7 dan 6,6. Sedangkan di Indonesia sebesar 5 dan terendah adalah Brunei Darussalam yaitu 2,4. GAMBAR 6.1 RASIO BEBAN TANGGUNGAN TAHUN 2003 40 46 50 53 57 58 60 66 80 82 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Persentase Singapura Thailand Brunei Darussalam Indonesia Viet Nam My anmar Malay sia Philipina Kamboja Laos Sumber: WHO Health Report 2005 Persentase penduduk kelompok usia 0 – 14 tahun dan kelompok usia 65 tahun ke atas tersebut memberikan pengaruh pada Rasio Beban Tanggungan Dependency Ratio. Negara- negara ASEAN dengan rasio beban tanggungan tertinggi adalah Laos 82 dan Kamboja 80. Singapura merupakan negara dengan rasio beban tanggungan terendah 40, dan untuk Indonesia angka tersebut sebesar 53.

4. Angka Kesuburan Wanita

Angka Kesuburan Wanita atau Total Fertility Rate TFR di negara-negara ASEAN pada tahun 2003 menurut WHO dalam WHO Health Report 2005, yang tertinggi terdapat di Negara Philipina dengan angka 5,9 yang berarti untuk setiap wanita di negara tersebut rata- rata memiliki anak 5 sampai dengan 6 orang selama hidupnya, sedangkan Angka Kesuburan Wanita yang terendah terdapat di Negara Singapura dengan angka 1,3 diikuti Thailand dengan 1,9. Angka Kesuburan Wanita di Indonesia bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya berada di tingkat sedang dengan 2,3. Perbandingan Angka Kesuburan Wanita Total Fertility Rate secara keseluruhan di berbagai negara ASEAN dapat di lihat pada lampiran 6.2. 123