3. Terkait dengan penokohan tokoh utama dalam
PBS
dan
Pintu
secara jenis kelamin berbeda.
PBS
tokoh utamanya wanita sedangkan
Pintu
tokoh
utamanya laki-laki. Teknik karakterisasi kedua novel menggunakan
teknik yang sama yaitu teknik
telling showing
, dan perpaduan dari teknik keduanya. Baik itu di
P BS
maupun di
Pintu
karakter tokoh tidak selalu digambarkan secara gamblang dan terperinci tetapi dapat diketahui dari
dialog antartokoh dan lewat dialog tokoh. Namun kedua tokoh tersebut memiliki sikap kepribadian yang sama yaitu sama-sama memiliki
komitmen untuk belajar dengan giat dan mandiri dalam menyikapi permasalahan hidup. Hal itu terbukti tokoh Nisa dalam
PBS
, dia memiliki jiwa yang kuat untuk memperjuangkan prinsip dan hakikat hidup. Tokoh
aku Nisa selalu memperjuangkan yang semestinya diterima oleh perempuan, misalnya belajar atau memperoleh pendidikan. Begitu juga
Bowo dalam
Pintu
yang tetap menjunjung tinggi budaya Jawa meskipun ia kuliah di Amerika.
4. Kedua novel ini menggunakan setting yang berbeda karena kehidupan
tokoh berbeda. Perbedaan itu terlihat bahwa tokoh utama dalam novel
PBS
lebih banyak di Jawa khususnya di Jombang, Jogjakarta. Sedangkan dalam
Pintu
tokoh utamanya lebih banyak di Amerika New Orlands, Sinagapura, dan Juga Missouri atau luar negeri meskipun dalam novel ini
juga menggunakan setting dalam negeri khususnya Jawa. Misalnya, Surabaya, Bandung, dan Sangkuriang. Setting sosial budaya memiliki
perbedaan yaitu dilihat dari cara pergaulan dan interaksi tokoh. Dalam
PBS
tokoh utama setting budayanya adalah kolot karena tokoh utama
dibesarkan dalam sosiokultur di Pondok Pesantren di Jombang. Sedangkan dalam
Pintu
setting budaya modern karena tokoh utama hidup dalam kultur Amerika karena Bowo menjalani kuliah di Amerika. Jadi bila
dikaitkan dengan intertekstualitas antara novel
PBS
dan
Pintu
tidak memiliki keterkaitan, akan tetapi memiliki kesamaan akar budaya yang
sama yaitu sosiokultur Jawa. Dengan demikian,
PBS
lebih kepada sosiobudaya Jawa yang sedikit kolot dengan baisis pesantren sedangkan
Pintu
sosiobudaya Jawa dengan perilaku modern karena lebih banyak di Negeri Barat yaitu Amerika.
5, Terkait dengan sudut pandang pengarang, kedua novel ini ada kesamaan yaitu sama-sama menggunakan tokoh “akuan”. Terkait dengan sudut
pandang pengarang, kedua novel ini ada kesamaan yaitu sama-sama
menggunakan tokoh akuan dalam memaparkan cerita. Dengan kata lain kedua novel tersebut tokoh utamanya adalah Aku. Sehingga secara
intertekstualitas novel
PBS
merupakan hipogram karena diciptakan
lebih dahulu sedangkan
Pintu
merupakan sebagai tranformasinya
karena diciptakan lebih akhir.
4. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel
PBS
dan
Pintu
Karya sastra mempunyai struktur yang sangat kompleks. Demikian juga susunan unsur-unsur yang membentuk keseluruhan karya juga sangat kompleks. Sebuah karya
sastra merupakan suatu sistem norma. Untuk memberi penilaian karya sastra tidak dapat ditinggalkan menganalisis atau menguraikan karya sastra itu dengan menggunakan
sistem norma sastra. Setiap membaca karya sastra, sebenarnya suatu usaha untuk menangkap norma-norma atau nilai-nilai sastra.
Nilai pendidikan yang terdapat dalam karya sastra dapat disimpulkan bahwa ada beberapa nilai pendidikan yang bisa diperoleh dari sebuah cerita dalam hal ini novel.
Nilai pendidikan itu diantaranya adalah yang berhubungan dengan sosial, budaya, kemanusiaan, religiagama, dan moral.
Novel
PBS
dan
Pintu
ini telah menggambarkan dengan detail bagaimana amat sangat urgennya kehidupan sosial yang dilakukan oleh manusia pada umumnya dan
tokoh-tokoh dalam novel ini. Hal itu tak terkecuali juga masalah budaya, kemanusiaan, religiagama dan moral yang dapat kita gali dalam novel ini untuk kehidupan kita yang
lebih baik.
a. Nilai Pendidikan Sosial
Nilai pendidikan sosial pada dasarnya adalah terkait apa yang ada dalam diri manusia khususnya masyarakat akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya
kehidupan kelompok dalam ikatan kekeluargaan antara individu satu dengan yang lain.
Dalam novel
PBS
dan
Pintu
telah digambarkan dengan jelas bahwa kehidupan
sosial adalah denyut dan nadi kehidupan manusia. Maka dalam novel ini tergambar bagaimana tokoh utama sebagaimana makhluk invidu dan juga sosial.
1. Nilai Pendidikan Sosial dalam Novel
PBS
Bila dikaji secara detail kandungan nilai pendidikan sosial novel
PBS
, maka terlihat bahwa tokoh Nisa sebagai tokoh utama dalam novel ini memiliki jiwa yang peka
terhadap situasi dan keadaan. Sejak kecil Nisa sudah didik dan selalu membantu Ibunya membersihkan perabot dapur yang kotor. Nisa lebih mementingkan membantu Ibunya
dalam membersihkan priring-piring yang kotor meskipun ia sudah ditunggu oleh Mbak
May untuk belajar mengaji. Untuk nilai pendidikan sosial ini novel
PBS
melekat pada tokoh utamanya. Meskipun tokoh aku terkadang menjadi sosok yang bandel dan
membantah kemauan orang tuanya khususnya Bapaknya, ia tetap memiliki komitmen sosial untuk belajar dengan teman-teman sekampungnya. Nisa tidak pernah luntur jiwa
sosialnya kepada sesamanya. Maka, dalam kehangatan matahari dilereng pegunungan itu, sehabis makan siang
dan mencuci piring yang dipenuhi minyak sambal, kuah sayur dan sisa makanan yang telah berganti warna, aku bergegas menuju ke pondok, ke kamar nomor
enam, kamar Mbak May. Berbeda dengan ruang lainnya, kamar Mbak May, agak sedikit luas, dan di dalamnya seseorang yang masih memakai mukena
sedang menantiku sambil membaca Al-Quran. Setelah Ibu dan lek Sumi kembali, aku langsung masuk ke dalam kamar.
“Maaf, Mbak. Nisa terlambat, ya? Soalnya harus cuci piring dulu. Bantu Ibu.” Abidah El Khalieqy, 2001: 20.
“.... Namun, aku sendiri tak pernah terik untuk mengikutinya, kecuali hanya untuk menuruti keinginan Bapak. Itulah sebabnya, aku sering bermain dan
belajar bersama teman-teman sekampung, yang tidak terdaftar sebagai santri pondok, paling-paling hanya bertandang ke kamar Mbak May. Abidah El
Khalieqy, 2001: 52.
Nilai positif
yang dapat diambil kaitannya dengan nilai pendidikan sosial dalam novel
PBS,
bahwa pendidikan sosial sebaiknya dan seharusnya ditanamkan sejak kecil seperti yang dilakukan oleh orang tua Nisa. Seorang anak harus bisa membantu orang
tua untuk selalu membantu segala kegiatan di dalam rumah. Misalnya membersihkan, mencuci piring kotor. Meskipun juga bahwa tokoh aku Nisa terkadang menjadi sosok
yang bandel dan membantah kemauan orang tuanya khususnya Bapaknya, ia tetap memiliki komitmen sosial untuk belajar dan ingat dengan teman-teman sekampungnya.
Nisa tidak pernah luntur jiwa sosialnya kepada sesamanya meskipun ia tinggal di lingkungan pondok pesantren.
Sedangkan
nilai negatif
yang dapat diambil kaitannya dengan nilai pendidikan sosial dalam novel
PBS
, bahwa Nisa selalu disuruh untuk membersihkan perabot dapur
yang kotor. Nisa harus ikut untuk membantu ibunya karena dia anak perempuan satu- satunya. Karena disuruh-suruh terus untuk membantu ibunya membersihkan perabot
rumah tangga sehingga Nisa mengalami kejenuhan dan tidak ikhlas dalam berkerja. Sehingga ia mencari pelampisan belajar dengan teman-temannya sepermainan sejak
kecil. Nisa sekan-akan mengalami kejenuhan sehingga ia lari dari rumah karena harus membantu membersihkan di dapaur. Dalam konteks yang demikian, orang tua harus
memberikan pendidikan sosial yang tepat kepada anaknya. Jiwa sosial harus menjadi bagian pendidikan anak dalam sebuah keluarga sehingga kelak anak memiliki empati
dan sikap kepedulian pada sesama.
2. Nilai Pendidikan Sosial dalam Novel