C. Pendekatan Kajian Sastra
Pendekatan kajian yang dapat digunakan untuk menelaah novel sangat beragam, namun berikut ini disampaikan beberapa pendekatan kajian sastra. Hal ini dikandung
maksud sebagai dasar kajian perlu mengetahui asumsi karya sastra sesuai pendekatan yang digunakan dalam mengkaji karya sastra.
1. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural atau objektif adalah pendekatan kajian sastra yang paling populer di antara pendekatan kajian sastra yang lain. Pendekatan struktural menurut
Teeuw 1984: 128 sudah ada pada tahun 1915-1930 oleh kaum Formalis di Rusia. Dari Rusia aliran ini berkembang ke Praha, ke Perancis dengan nama
Nouvelle Critique
sekitar, ke Belanda dengan nama Merlyn, ke Amerika Serikat dengan aliran
New Criticims,
dan di Indonesia dengan aliran Rawamangun. Konsep dasar dari pendekatan struktural menurut Atar Semi 1990: 67 adalah:
1 Karya sastra dipandang dan diperlakukan sebagai sebuah sosok yang berdiri sendiri, yang mempunyai dunianya sendiri, mempunyai rangka dan bentuknya
sendiri; 2 memberi penilaian terhadap keserasian atau keharmonisan semua komponen membentuk keseluruhan struktur. Mutu karya sastra ditentukan oleh
kemampuan penulis menjalin hubungan antar komponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna dan bernilai estetik; 3 memberikan
penilaian terhadap keberhasilan penulis menjalin hubungan harmonis antara isi dan bentuk, karena jalinan isi dan bentuk merupakan hal yang amat penting
dalam menentukan mutu sebuah karya sastra; 4 walaupun memberikan perhatian istimewa terhadap jalinan hubungan antara bentuk dan isi, namun
pendekatan ini menghendaki adanya analisis yang objektif sehingga perlu dikaji atau diteliti setiap unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut; 5
pendekatan struktural berusaha berlaku adil terhadap karya sastra dengan jalan hanya menganalisis karya sastra tanpa mengikutsertakan hal-hal yang berada di
luar karya sastra; 6 yang dimaksud isi dalam kajian struktural adalah persoalan, pemikiran, falsafah, cerita pusat pengisihan, tema. Sedangkan yang dimaksud
bentuk adalah alur plot, bahwa sistem penulisan, dan perangkat perwajahan sebagai karya tulis; 7 peneliti boleh melakukan analisis komponen yang
diinginkan.
Peran pendekatan strukturalisme dalam penelitian karya sastra sangat besar. Hal ini telah diuraikan di atas bahwa pendekatan strukturalisme sudah bertahun-tahun
merajai analisis karya sastra di beberapa belahan dunia. Bahkan Teeuw 1984: 139 memberikan komentar bahwa peran pendekatan struktural tidak dapat disangkal,
menghasilkan kemajuan yang sangat besar, baik dalam memajukan minat untuk studi sastra demi sastra itu sendiri, maupun untuk memperbaiki pemahaman karya sastra
individual sebagai ciptaan artistik. Tidak terhitung yang diterbitkan dimana-mana, dan pendekatan struktural terhadap karya sastra merupakan perolehan ilmu sastra yang
langgeng. Pada tulisan lainnya, Teeuw 1980: 2 dalam Made Sukada 1993: 30
mengatakan: Bagi setiap peneliti sastra, analisis struktur karya sastra yang ingin diteliti dari
segi mana pun juga merupakan tugas prioritas, pekerjaan pendahuluan; sebab karya sastra sebagai ”dunia dalam kata” Dresden, 1965 mempunyai kebulatan
makna intrinsik yang hanya dapat kita gali dari karya itu sendiri. Dalam arti ini kita ”tergantung pada kata” Teeuw, 1980. Dan makna unsur-unsur karya itu
hanya dapat kita pahami dan nilai sepenuh-penuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra. Jadi menurut
pendapat saya, analisis struktur adalah suatu tahap dalam penelitian sastra yang sukar kita hindari, sebab analisis semacam itu baru memungkinkan pengertian
yang optimal persis seperti dalam ilmu bahasa, dimana pengetahuan tentang struktur bahasa juga merupakan syarat mutlak untuk penelitian sosio-linguistik,
psikolinguistik, ilmu sejarah, bandingan bahasa, dan lain-lain.
Dari pendapat Teeuw di atas secara jelas bahwa penelitian sastra dengan pendekatan dan metode apapun harus melalui analisis struktur karya sastra. Dan betapa
pentingnya pendekatan struktural ini, Teeuw 1981: 6 dalam Made Sukada 1993: 31 mengatakan:
Strukturalisme membawa kembali perolehan yang langgeng, dalam artian bahwa analisis struktur sebuah karya sastra merupakan prasarana bagi studi
mana pun juga yang lebih lanjut. Pada esensi pendekatan struktural terhadap karya sastra tak lain dan tak bukan usaha untuk membaca dan memahami sebaik
mungkin binaan kata itu.
Pendapat Teeuw di atas sejalan dengan pendapat Becker 1978: 3-4 dalam
Made Sukada 1993:31 yang mengatakan: Makna sebuah teks adalah hubungannya dengan konteksnya. Strukturalisme
memberikan suatu cara berdisiplin untuk memulai dengan konteks dalam suatu karya sastra sebagai langkah pertama, dan hanya sesudah analisis struktural itu
kita bisa melangkah keluar dari teks ke dunia alamiah atau dunia sosial budaya yang merupakan konteks yang lebih luas.
Meskipun Teeuw menganggap betapa pentingnya analisis struktural, namun juga diakuinya bahwa strukturalisme masih mempunyai kekurangan khususnya
New Criticims.
Kekurangan itu yaitu: a analisis struktur karya sastra secara umum belum merupakan teori sastra,
malahan tidak berdasarkan teori sastra yang tepat dan lengkap, bahkan ternyata merupakan bahaya untuk mengembangkan teori sastra yang sangat perlu; b
karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, tetapi harus dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah; c adanya struktur yang
objektif pada karya sastra makin disangsikan; peranan pembaca selaku pemberi makna dalam interpretasi karya sastra makin ditonjolkan dengan segala
konsekuensi untuk analisis struktural; d analisis yang menekankan otonomi karya sastra juga menghilangkan konteks dan fungsinya, sehingga karya itu
dimenara gadingkan dan kehilangan relevansi sosialnya.
Pendekatan struktural memang merupakan pendekatan yang populer dan banyak digunakan para penelaah sastra. Kelebihan pendekatan ini adalah memberi peluang
untuk melakukan telaah atau kajian sastra lebih rinci dan mendalam. Pendekatan ini mencoba melihat sastra sebagai sebuah karya sastra dengan hanya mempersoalkan apa
yang ada didalam dirinya. Analisis yang objektif dan bersifat analitik banyak memberi umpan balik kepada pengarang, dan mendorong agar lebih berhati-hati serta teliti, sebab
kesalahan sekecil sekalipun akan dapat diketahui oleh pembaca. Penulis sangat setuju bahwa analisis struktural merupakan langkah awal penelitian sastra lebih lanjut. Dan
mestinya pendekatan ini harus dikaitkan dengan pendekatan yang lain.
2. Pendekatan Intertekstualitas