Setting atau Latar Struktur Novel

Robert Humpre 1988: 10 dalam Herman J. Waluyo. 2009: 33 menyebutkan 4 cara menampilkan watak tokoh, yaitu: 1 teknik monolog interior; 2 teknik monolog interior langsung; 3 pengarang serba tahu; 4 teknik solilokui.

d. Setting atau Latar

William Kenney 1966: 45 terkait setting atau latar menyatakan bahwa : setting must be one element in a unified artistict whole, and we must ask of setting character, not only what interest it has in itself, but also what contributes to the complex whole that is the work of fiction. Artinya, p engaturan harus menjadi salah satu unsur dalam satu kesatuan artistict keseluruhan, dan kita harus minta pengaturan karakter, bukan hanya dalam dirinya sendiri, tetapi juga apa yang memberikan kontribusi untuk keseluruhan kompleks yang merupakan karya fiksi. Abrams, 1981: 175 dalam Burhan Nurgiyantoro, 2009: 216 menyatakan setting atau latar sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Setting atau latar berfungsi memperkuat pematutan dan faktor penentu bagi kekuatan plot, begitu kata Marjeric Henshaw dalam Herman J. Waluyo, 2002: 198. Abrams membatasi setting sebagai tempat terjadinya peristiwa dalam cerita 1977: 157. Dalam setting, menurut Harvy 1966: 304, faktor waktu lebih fungsional daripada faktor alam. Wellek mengatakan bahwa setting berfungsi untuk mengungkapkan perwatakan dan kemauan yang berhubungan dengan alam dan manusia Wellek, 1962: 220. Herman J. Waluyo mengatakan bahwa setting adalah tempat kejadian cerita 2009: 34. William Kenney 1966 dalam Herman J. Waluyo 2002: 198 menyebutkan tiga fungsi setting, yaitu: 1 sebagai metafora setting spiritual yang dapat dihayati pembaca setelah membaca keseluruhan dari cerita. Setting ini mendasari waktu, tempat, watak pelaku, dan peristiwa yang terjadi; 2 sebagai atmosphere atau kreasi, yang lebih memberi kesan dan tidak hanya sekedar memberi tekanan kepada sesuatu. Penggambaran kamar gelap dengan ilustrasi musik tertentu, misalnya, dapat menciptakan suasana kegembiraan, sedang kabut dan hujan rintik-rintik dapat mewakili suasana hati gelap, dan sebagainya; 3 setting sebagai unsur yang dominan yang mendukung plot dan perwatakan. Setting yang dominan ini dapat dalam hal a waktu b tempat. Waktu dapat berarti warna lokal atau kedaerahan, tempat peristiwa berlangsung, dapat juga adegan saat peristiwa itu terjadi. Waktu dan tempat tidak hanya lukisan fisik, tetapi terlebih adalah lukisan dunia batin William Kenney, 1966: 40-45. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa setting cerita berkaitan dengan waktu dan tempat penceritaan. Waktu dapat berarti siang dan malam, tanggal, bula, dan tahun; dapat pula berarti di dalam atau di luar rumah, di desa atau di kota, dapat juga di kota mana, di negeri mana dan sebagainya. Unsur setting lain yang tidak dapat dipisahkan adalah hasil budaya masa lalu, alat transportasi, alat komunikasi, warna lokal dan daerah dan lain-lain. Sementara itu terkait dengan fungsi Setting Herman J. Waluyo adalah: 1 mempertegas watak pelaku; 2 memberikan tekanan pada tema cerita; 3 memperjelas tema yang disampaikan; 4 metafora bagi situasi psikis pelaku; 5 sebagai atmosfir kesan; 6 memperkuat posisi plot 2009: 35.

e. Point of View atau Sudut Pandang