dan Juga Missouri atau luar negeri meskipun dalam novel ini juga menggunakan setting dalam negeri khususnya Jawa. Misalnya, Surabaya,
Bandung, dan Sangkuriang. Setting sosial budaya memiliki perbedaan yaitu dilihat dari cara pergaulan dan interaksi tokoh.
5 Terkait dengan sudut pandang pengarang, kedua novel ini ada kesamaan
yaitu sama-sama menggunakan tokoh “akuan”.
4. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel
PBS
dan
Pintu
Karya sastra mempunyai struktur yang sangat kompleks. Demikian juga susunan unsur-unsur yang membentuk keseluruhan karya juga sangat kompleks. Sebuah karya
sastra merupakan suatu sistem norma. Untuk memberi penilaian karya sastra tidak dapat ditinggalkan menganalisis atau menguraikan karya sastra itu dengan menggunakan
sistem norma sastra. Setiap membaca karya sastra, sebenarnya suatu usaha untuk menangkap norma-norma atau niali-nilai sastra.
Nilai pendidikan yang terdapat dalam karya sastra dapat disimpulkan bahwa ada beberapa nilai pendidikan yang bisa diperoleh dari sebuah cerita dalam hal ini novel.
Nilai pendidikan itu diantaranya adalah yang berhubungan dengan sosial, budaya, kemanusiaan, religiagama, dan moral.
Novel
PBS
dan
Pintu
ini telah menggambarkan dengan detail bagaimana amat sangat urgennya kehidupan sosial yang dilakukan oleh manusia pada umumnya dan
tokoh-tokoh dalam novel ini. Hal itu tak terkecuali juga masalah budaya, kemanusiaan, religiagama dan moral yang dapat kita gali dalam novel ini untuk kehidupan kita yang
lebih baik.
a. Nilai Pendidikan Sosial
Nilai pendidikan sosial pada dasarnya adalah terkait apa yang ada dalam diri manusia khususnya masyarakat akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya
kehidupan kelompok dalam ikatan kekeluargaan antara individu satu dengan yang lain. Dalam novel
PBS
dan
Pintu
telah digambarkan dengan jelas bahwa kehidupan
sosial adalah denyut dan nadi kehidupan manusia. Maka dalam novel ini tergambar bagaimana tokoh utama sebagaimana makhluk invidu dan juga sosial.
a. Nilai Pendidikan Sosial dalam Novel
PBS
Tokoh Nisa sebagai tokoh utama dalam novel ini memiliki jiwa yang peka terhadap situasi dan keadaan. Nisa selalu membantu Ibunya membersihkan perabot
dapur yang kotor. Nisa lebih mementingkan membantu Ibunya dalam membersihkan priring-piring yang kotor meskipun ia sudah ditunggu oleh Mbak May untuk belajar
mengaji. Hal itu terlihat pada kutipan berikut: Maka, dalam kehangatan matahari dilereng pegunungan itu, sehabis makan siang
dan mencuci piring yang dipenuhi minyak sambal, kuah sayur dan sisa makanan yang telah berganti warna, aku bergegas menuju ke pondok, ke kamar nomr
enam, kamar Mbak May. Berbeda dengan ruang lainnya, kamar Mbak May, agak sedikit luas, dan di dalamnya seseorang yang masih memakai mukena
sedang menantiku sambil membaca Al-Quran. Setelah Ibu dan lek Sumi kembali, aku langsung masuk ke dalam kamar.
”Maaf, Mbak. Nisa terlambat, ya? Soalnya harus cuci piring dulu. Bantu Ibu.” Abidah El Khalieqy, 2001: 20.
Meskipun tokoh aku terkadang menjadi sosok yang bandel dan membantah kemauan orang tuanya khususnya Bapaknya, ia tetap memiliki komitmen sosial untuk
belajar dengan teman-teman sekampungnya. Nisa tidak pernah luntur jiwa sosialnya kepada sesamanya. Hal itu terlihat pada kutipan berikut:
”.... Namun, aku sendiri tak pernah terrik untuk mengikutinya, kecuali hanya untuk menuruti keinginan Bapak. Itulah sebabnya, aku sering bermain dan
belajar bersama teman-teman sekampung, yang tidak terdaftar sebagai santri pondok, paling-paling hanya bertandang ke kamar Mbak May. Abidah El
Khalieqy, 2001: 52.
b. Nilai Pendidikan Sosial dalam Novel