Unsur Sosial Unsur Budaya

a. Segi isi

Segi isi meliputi unsur-unsur:

1. Unsur Sosial

Unsur sosial yang dominan dalam novel PBS terlihat pada tokoh utamanya yaitu Nisa yang dibesarkan dalam kultur sosial yang tinggi. Hal itu tercermin Nisa yang dibesarkan dalam kehidupan pesantren kuat. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: Pondok kami memang bukan pondok besar sebagaimana pondok pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras atau Tebuireng. Hanya saja, ada beberapa kompleks yang telah dibangun oleh Bapak, yang kemudian dihuni oleh lima puluh santri putri, dengan ustadz yang paling tua dan dipercaya oleh bapak, yaitu ustadz Ali Abidah El Khalieqy, 2001: 52. Sedangkan unsur sosial dalam novel Pintu terlihat begitu antusiasnya Bowo sebagai tokoh utama mengabarkan kepada Putri bahwa kehidupan sosial di Chicago dan di Jakarta berbeda. Hal dapat dilihat pada kutipan berikut: Chicago adalah kota yang terindah Swear Tentu saja aku tidak bisa bilang Jakarta juga indah....hehehe...Tapi benar sayang, begitu kelaur dari airport O’Hare, aku tak berhenti-henti berdecak kagum. Fira Basuki, 2002: 55

2. Unsur Budaya

Budaya pesantren memiliki keunikan tersendiri bila dibanding dengan budaya di luar pesantren. Tokoh utama Nisa selalu melakukan pemberontakan budaya yang ada di pesantren. Misalnya Nisa berusaha untuk memberontak kepada ibunya bahwa mencuci dan menyapu bukan urusan perempuan. Unsur budaya dalam novel PBS dapat dilihat pada kutipan berikut: “Yang aneh apanya, Bu. Pak Guru bilang kewajiban seorang perempuan itu banyak sekali, ada yang mencuci, memasak menyetrika, mengepel, menyapu, menyuapi, menyusui, memandikan dan banyak sekali Abidah El Khalieqy, 2001: 14. Tokoh Bowo selalu mendapatkan sentuhan budaya Jawa yang kolot bahkan konservatif dari Yangti. Misalnya terlihat bahwa tokoh Bowo tidak boleh duduk di depan pintu. Sedangkan Unsur budaya dalam novel Pintu dapat dilihat pada kutipan berikut: “Jangan duduk di depan pintu.” “Kenapa?” “ Nggak ilok .” “.... Ojo ngene, ojo ngono ....”. Jangan begini jangan begitu. Aduh susahnya jadi orang Jawa Fira Basuki, 2002: viii.

3. Unsur Feminisme